Kali ini Regan harus lebih ekstra saat mengayuh sepeda, karena beban sepedanya cukup banyak. Tubuhnya yang berbobot tujuh puluh kilo dan di tambah Selly empat puluh kilo, harus membuatnya mengeluarkan seluruh tenaganya. Entah apa yang akan terjadi nanti setelah ini. Yang jelas pasti tubuhnya akan sakit semua.
“Apa kamu tidak jadi diet?” tanya Regan saat merasa berat sekali mengayuh sepeda.Selly menengadah. Matanya melirik tajam Regan. Wanita terlalu sensitif saat di tanya tantang diet. Itu adalah kalimat yang sopan selain kalimat yang memiliki arti jika dia sebenarnya gemuk. Padahal beberapa hari ini Selly sedang berusaha untuk diet, tetapi memang selalu gagal.“Maksudku, bukan begitu.” Nyali Regan ciut saat mendapati tatapan tajam. “Aku hanya merasa berat sekali mengayuh sepedanya.,” elaknya, “tapi mungkin ini karena sepedanya yang sudah tua.” Untung saja sepeda itu tak bisa protes saat Regan menyalahkannya, jika bisa, mungkin Regan akan jadi sasaran amukan lagi.“Bagaimana pamerannya tadi?” Regan memilih untuk mengalihkan pembicaraan, tak mau membuat kekasihnya itu kesal.Wajah kesal Selly berubah senang saat membahas tentang pameran yang diadakan tadi. “Fotoku terjual sebanyak dua puluh buah. Total penjualannya adalah lima puluh juta. Aku senang sekali bisa terjual sebanyak itu.” Dengan semangat dia menceritakan pada Regan.Regan selalu tahu apa yang membuat Selly senang. Walaupun dia jarang sekali bisa berinteraksi timbal balik saat Selly bercerita, tetapi dia adalah pendengar yang baik untuk Selly.“Bayangkan saja, aku dapat uang lima puluh juta untuk beramal, tetapi tidak perlu meminta pada papa.” Ada kebanggaan di hati Selly. Terbiasa semua diberikan dan di fasilitasi oleh papanya, kini dia bisa menghasilkan sendiri.“Jangan puas sampai di situ. Raih sesuatu yang lebih lagi.” Regan selalu menanamkan diri untuk tidak mudah puas dalam satu kali berusaha. Dia akan terus berusaha sampai mempunyai posisi tinggi. Ambisi Regan terlampau tinggi. Dan dia ingin menyalurkan pada Selly.“Iya, tetapi ini saja sudah cukup. Terkadang kita harus melihat sekitar saat mengejar ambisi. Karena saat fokus pada ambisi saja, kamu akan melupakan orang-orang di sekitarmu. Semua memang harus berjalan seimbang.” Pandangannya melihat ke arah jalanan yang dilalui.“Sejak kapan kamu bisa bicara begitu?” tanya Regan meremehkan. Dia tahu sifat Selly yang manja, jadi sudah dipastikan kalimat itu tak keluar dari mulutnya langsung.“Apa aku sudah tampak dewasa saat aku mengatakan hal itu?” tanya Selly kembali menengadah, melihat Regan yang tadi baru saja meragukan ucapannya.“Em ... sepertinya sudah.” Regan tak mau cari masalah saat ini.“Kalau aku sudah dewasa, berarti aku sudah bisa menikah?” tanyanya polos.“Menikah dengan siapa?” goda Regan.Selly yang kesal memukul punggung tangan Regan yang sedang mencengkeram stang sepeda. Membuat Regan mengaduh dan hampir saya oleng.“Jangan seperti itu, kita bisa jatuh nanti.”“Kamu benar-benar menyebalkan sekali,” keluh Selly.“Kenapa menyebalkan?”“Iya, kamu bertanya aku menikah dengan siapa. Harusnya kamu jelas tahu aku akan menikah dengan siapa.”Regan sebenarnya tak sungguh-sungguh bertanya itu. Dia sendiri tahu jawaban dengan siapa Selly akan menikah. Jelas saja dengannya, karena selama ini Selly hanya menjalin hubungan dengannya.Pembicaraan tentang pernikahan memang sangat dihindari oleh Regan. Mengingat banyak hal yang akan dia lakukan. Lagi pula usianya juga masih 23 tahun. Terlalu muda untuk menikah.“Kamu dengar tidak, Sayang?” tanya Selly memastikan.“Apa kamu jadi makan es krim?” tanya Regan mengalihkan pembicaraan.Seketika pikiran Selly teralih dengan rencananya tadi sebelum naik sepeda. “Jadi.”“Di depan ada restoran cepat saji. Kita makan di sana saja, ya.”“Oke.”Regan membelokkan sepeda ke restoran. Memarkirkan sepedanya, dia dan Selly masuk ke restoran. “ Es krim stroberi satu dan coklat satu,” ucap Regan memesan.“Es krim stroberi satu, coklat satu. Ada tambahan lain?” tanya pramusaji.“Tambah burger large satu dan lemon tea satu,” sela Selly saat pramusaji bertanya.Regan menggeleng. Dalam situasi ini dia membiarkan Selly memesan yang diinginkan. Dia pun membayar pesanan yang dia pesan dan membawa ke meja di mana Selly sudah menunggu.Tanpa berlama-lama Selly langsung memakan es krim dan burger miliknya. Melupakan sejenak diet yang dia rencanakan. Kali ini perutnya yang lapar tak mau menerima alasan diet.“Kapan kamu libur? Aku ingin memberikan uang hasil penjualan ke panti asuhan?” Selly yang makan menyelipkan pertanyaan.“Makan dulu makananmu, baru bicara.”Selly mengunyah makanannya dan kemudian menyeruput es lemon tea yang dia pesan.“Aku akan temani kamu nanti,” jawab Regan.Selly merasa sangat senang sekali. Walaupun Regan tidak bisa datang saat pameran, paling tidak dia bisa datang nanti saat penyerahan dana hasil penjualan.Satu burger dan satu cone es krim habis tak tersisa, membuat Regan tersenyum dalam hati melihat Selly.Aku yang lelah mengayuh sepeda, tetapi dia yang lapar? batin Regan.Tak mau membuang waktu yang semakin larut, Regan kembali mengayuh sepeda menuju ke rumah Selly. Di dalam perjalanan, Selly masih terus saja mengoceh.Menceritakan bagaimana tadi acara pameran.Sampai di rumah Selly, mobil berjajar rapi. Satu mobil yang dia hafal betul adalah mobil kedua orang tuanya. Tadi di jalan, Selly sudah menceritakan jika ada orang tuanya akan mengadakan pesta. Jadi saat sampai dia sudah tidak kaget lagi.“Akhirnya sampai juga.” Selly yang turun dari sepeda merenggangkan tubuhnya. Pegal sekali duduk menyamping di sepeda. Dia benar-benar heran, kenapa film romantis itu menggambarkan kenyamanan saat bersepeda. Padahal jelas-jelas tidak nyaman sama sekali.Regan tak kalah pegal. Melakukan hal yang sama, dia merenggangkan tubuhnya. Sungguh setelah hari ini, besok dia akan berolah raga, agar lebih kuat mengayuh sepeda, tak seperti sekarang yang harus menggunakan kekuatan lebih.Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Tepat saat mereka, ada adik Selly yang juga sedang hendak keluar.“Kalian sudah datang?” tanya Bryan. Bryan Adion-adik satu-satunya Selly.“Iya,” jawab Selly.“Selamat Kak.” Pria dua puluh tahun itu menautkan pipinya pada kakaknya. Tadi dia tidak bisa datang ke acara pameran.“Kamu dan Regan sama saja,” keluh Selly saat keduanya sama-sama tidak datang.Bryan tersenyum. Jika Regan tidak datang karena lupa, Bryan tidak datang karena malas. Saat disamakan dengan Regan, Bryan menatap ke arah kekasih kakaknya itu. “Kak Regan baru saja olah raga?” tanyanya polos, “kenapa kemejanya bisa sah begitu?”Regan dan Selly menatap ke arah kemeja yang dipakai Regan.“Sebaiknya kamu ganti kemejamu dengan baju Bryan,” ucap Selly. Kemudian menatap adiknya. “Bry, pinjami bajumu!” perintahnya.“Ayo, aku akan pinjami baju untuk Kakak. Tidak mungkin Kak Regan ke pesta dengan baju basah seperti itu bukan?” Bryan berbalik menuju kamarnya dan diikuti oleh Regan.Regan tak menolak sama sekali. Pikirnya ada benarnya kalau dia meminjam baju.“Kak, Regan tadi tidak datang?” tanya Bryan yang sedang mengambil baju di lemari. “Terlambat datang.”“Terlambat atau malas seperti aku?” Bryan tersenyum menggoda. “Aku lupa.” Regan kembali mengelak ucapan Bryan.“Lupa apa sengaja melupakan?” Bryan masih mencari celah untuk mencari teman yang sama-sama tidak datang ke acara kakaknya. Regan malas sekali. “Aku ada meeting dan akhirnya lupa.” Kembali dia menjelaskan. Bryan mengangguk-anggukan kepalanya. Tak mau memperpanjang pertanyaanya. Lagi pula dia sudah dapat temen yang sama-sama tidak datang ke acara pameran kakaknya. .“Mana bajunya?” Dari tadi adik kekasihnya itu terus berbicara hingga membuatnya lupa apa yang menjadi tujuannya. “Ini.” Bryan memberikan kemeja lengan pendek pada Regan.Regan berlalu ke kamar mandi untuk mengganti bajunya dengan baju yang diberikan Bryan. Menunggu Regan, Bryan duduk di sofa. Tangannya sibuk memainkan ponselnya, mengirim pesan pada temannya. Sesaat kemudian Regan keluar dari kamar mandi. Dia
“Aku tidak tahu,” jawab Selly. Seingatnya tadi orang tuanya hanya mengatakan jika akan ada pesta merayakan pameran. Tidak ada pembicaraan mengenai rencana pernikahan dengan Regan.Lana dan Melisa menghampiri Selly dan Regan yang masih terpaku, terkejut. “Selamat ya, Sayang. Mama tidak sabar menyambutmu sebagai menantu,” ucap Lana menautkan pipi. Merasa senang akhirnya dia akan mendapatkan anak perempuan. “Terima kasih, Ma.” Setelah keterkejutannya, kini rona bahagia tergambar di wajah Selly. Hal yang ditunggunya, akhirnya datang. Impian menjadi istri dari Regan sebentar lagi akan terwujud. Melisa sebagai mama merasa senang karena putrinya akan menikah. Bertahun-tahun menjalin hubungan, ada ras was-was saat anaknya tak kunjung menikah. Namun, kini perasaan itu sirna, setelah mendapati pengumuman dari suaminya. Melisa dan Lana juga memberikan ucapan selamat pada Regan. Namun, Regan masih terus saja terpaku. Hatinya bimbang, karena ternyata dia akan menikah. “Jadi kapan akan di adak
Regan dan Selly kembali ke acara pesta. Kali ini Regan hanya pasrah saat kedua orang tuanya dan orang tua Regan membahas pertunangan yang akan diadakan dalam satu minggu. Walaupun masih berat, akan tetapi dia ingat bagaimana Selly berjanji.“Jadi kalian nanti tinggal datang untuk fitting gaun pengantin dan mencari cincin saja, selebihnya biar Mama yang urus,” ucap Melisa pada Selly dan Regan. Selly tersenyum dan mengangguk. Regan masih dengan ekspresi datarnya. Hingga Selly menyenggolnya, baru dia mengangguk.Pesta usai, semua keluarga pulang, termasuk keluarga Regan. “Kamu jangan capek-capek ya, Sayang,” ucap Lana pada calon mantunya. “Iya, Bi.”“Sekarang panggil Mama, mengerti!” Lana memberikan peringatan penuh. “Baik, Ma.” Selly selalu senang dengan Lana-calon mertuanya. Dia memang sangat baik. Sedari kecil, dia sudah menganggap Selly anaknya sendiri. Namun, kini status itu jelas karena dia akan menjadi anak mantunya. Keluarga Adion masuk ke rumah setelah semua sudah pergi. S
Beberapa berkas sedari tadi dibaca oleh Regan. Mengecek laporan bulanan yang menjadi kewajibannya. Menjadi asisten papanya, Regan tidak hanya duduk manis menikmati jabatannya. Perkerjaan justru banyak dilakukan olehnya. Regan sendiri tidak pernah keberatan saat mendapati banyak perkerjaan. Baginya, itu cara untuk menujukan pada papanya jika dia mampu menjabat CEO di perusahaannya. Di tengah-tengah pekerjaannya, ponsel Regan berbunyi. Mata birunya yang sedari tadi mengecek laporan, menatap ke layar ponselnya. Nama Selly terpampang di layar ponselnya, membuat Regan menghentikan gerakan tangan yang sedari tadi membolak-balik berkas. “Ada apa?” tanyanya.“Hari ini kita akan fitting, jadi aku mau mengajakmu untuk ke butik.” Regan mengembuskan napasnya kasar. Dia sudah menduga kesibukan menyiapkan acara pertunangannya pasti akan menyita waktunya. Dalam keadaan yang sangat sibuk seperti ini, dia tak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Tanggung jawabnya harus dikerjakan dengan baik.
Jari jemari Regan menari indah di atas keyboard sebelum akhirnya berhenti saat mengingat janji untuk menemani mencari cincin pertunangan.Regan yang tak mau Selly kecewa buru-buru mematikan laptopnya dan pergi meninggalkan kantor. Melajukan mobilnya menuju ke salah satu mal di Jakarta.Di sana sudah ada Selly yang menunggunya. Tepat saat Regan datang, Selly melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Sindiran jika Regan datang terlambat. “Maaf,” ucap Regan. Selly mengembuskan napas. Mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak karena Regan seolah tak mementingkan dirinya. “Tidak apa-apa, ayo,” ucapnya seraya melingkarkan tangannya di lengan Regan. Senyumnya kembali tergambar indah di wajahnya. Tak mau menjadikan masalah kecil itu menjadi besar dan merusak acara hari ini. Menarik tangan Regan, Selly mengajak Regan untuk masuk ke toko perhiasan. Melihat-lihat cincin untuk pertunangan mereka dan pernikahan mereka. “Coba lihat yang ini,” ucap Selly pada staf toko perhiasan seraya
Dari pantulan cermin Selly melihat wajahnya. Baru saja penata rias menyelesaikan merias wajahnya. Sapuan make up yang diberikan oleh penata rias membuat Selly terpukau. Wajahnya tampak berbeda dengan make up, terlihat begitu cerah dan bersinar. “Cantik sekali anak Mama,” ucap Melisa melihat anaknya. Sebagai orang tua, pasti bahagia anaknya akan segera menikah. Pertunangan ini adalah awal dari kebahagiaan putrinya. “Terima kasih, Ma.” Senyum Selly mengembang sempurna di wajahnya saat merasakan bahagia. Pertunangan adalah gerbang awal untuk sampai pada tujuannya. Tujuan menikah dengan teman masa kecilnya dan pria yang begitu dicintainya.Saat sedang bersiap, suara ketukan pintu terdengar. Dari balik pintu terlihat Bryan menyembulkan kepalanya. “Apa sudah siap?” tanyanya seraya melebarkan pintu dan masuk ke kamar hotel yang di tempati Selly. Menghampiri kakak dan mamanya. “Sudah.” “Lihat, wajahmu,” ucap Bryan. Senyum Selly sudah mulai surut, dia sudah menebak jika adiknya akan mel
[Besok pagi, aku ada janji dengan klien untuk bermain golf, jadi kamu langsung saja ke butik. Aku akan menyusul nanti] Pesan yang dikirim Regan pada Selly membuat Selly mengeram kesal. Namun, dia tak bisa marah. Melobi klien dengan bermain golf bersama, sudah menjadi hal biasa di kalangan pengusaha. Dengan dalil bermain dan mengobrol, mereka menyelipkan tawaran bisnis yang dapat menguntungkan perusahaan. [Iya, jangan datang terlambat] [Iya, aku akan datang tepat waktu]Selly memilih untuk pergi ke butik sendiri. Karena nanti dia pulang dengan Regan, sengaja dia meminta Bryan untuk mengantarkannya. Tak mau naik taxi karena lebih nyaman duduk di mobil sendiri. “Kak Regan sepertinya tidak benar-benar cinta dengan Kakak.” Bryan menoleh sejenak pada Selly, sebelum kembali lagi fokus pada jalanan yang dilaluinya. “Jangan asal bicara!” Selly melirik tajam adiknya. “Coba bayangkan saja, sudah dua kali ini dia menghindar untuk datang acara fitting.” “Dia sibuk, dan nanti dia akan dat
Hari yang dinanti telah tiba. Semua keluarga bersiap, termasuk dengan pasangan pengantin yang akan menjadi raja dan ratu sehari itu. Mereka semua sengaja memesan kamar hotel untuk tempat bersiap. Selly begitu sangat cantik dengan gaun pengantin yang dipesannya kemarin. Di tambah dengan riasan di wajahnya, penampilannya semakin sempurna untuk mengikuti rangkaian acara pernikahan.Hatinya begitu berdebar karena hal ini adalah pengalaman pertamanya. Tangannya terus berkeringat dingin menandakan sebesar apa rasa cemasnya. Walaupun dari kemarin dia sudah berusaha untuk kuat, tetapi tetap saja saat hari pernikahan tiba, dia sangat begitu cemas. “Kamu takut acara pernikahan atau takut malam pertama nanti?” tanya Bryan menggoda. Selly melirik malas adiknya. Merasa kesal karena dia mengganggu di saat yang tidak pas. “Bry, jangan ganggu Kakakmu.” Melisa menegur Bryan. Bryan menutup mulutnya rapat. Tak mau mengganggu kakaknya yang sedang cemas dan membuat mamanya memarahinya. “Sudah jan