Share

BAB 6

Bab 6

Naura terbangun mendadak, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Tubuhnya lemas dan terasa sakit di mana-mana. Ia menyadari bahwa dirinya terikat erat di kedua tangan dan kaki. Ruangan sempit dan gelap membuatnya merasa sesak. Sudah beberapa hari ia berada di sini, menjadi tawanan Ferdi dan anak buahnya yang kejam.

"Tu-tuan..." rintih Naura kesakitan. Wajahnya tampak pucat dan lesu.

"Berani kamu melanggar larangan yang saya berikan?" hardik Ferdi dengan tatapan yang menyeramkan.

"Maaf Tuan, saya hanya..." ucap Naura dengan suara lirih dan ketakutan.

"Hanya apa?" potong Ferdi dengan nada sinis.

Naura menunduk, tak berani menatap wajah Ferdi yang penuh kemarahan. Hatinya bergetar kencang, takut akan ancaman yang akan dihadapinya.

"Apa perlu saya bunuh orang tua kamu, agar kamu tidak kabur dari apartemen?" tanya Ferdi dengan nada dingin dan mengancam.

Mendengar ancaman itu, Naura merasa nafasnya tercekat. Airmatanya mengalir deras, memohon agar orang tuanya tidak menjadi korban dari kekejaman Ferdi. Dia berusaha menahan tangis, namun tak mampu menutupi rasa takut dan kehilangan harapan yang memenuhi hatinya.

Naura memberanikan diri menatap Ferdi, matanya berkaca-kaca, namun ia berusaha tetap tegar. "Jangan Tuan. Saya mohon jangan ganggu mereka! Biarkan orang tua saya menikmati masa tuanya dengan bahagia!" seru Naura dengan suara yang lirih namun penuh harapan.

Prok prok prok...

Ferdi tertawa sinis sambil bertepuk tangan. "Manis sekali. Rela berkorban demi orang tua," ucap Ferdi dengan nada mencemooh. Dia mendekatkan wajahnya kepada Naura, membuat jarak di antara mereka semakin dekat.

Naura merasa jantungnya berdebar kencang. Dia memejamkan matanya, merasa jika suaminya itu akan menciumnya. Namun, yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaannya.

"Cuih...." Ferdi justru meludah ke wajah istri sirinya, membuat Naura merasa terhina dan hancur. Air mata yang selama ini ia tahan akhirnya jatuh membasahi pipinya yang penuh ludah Ferdi. Meski demikian, Naura masih berusaha untuk tetap tegar dan melindungi orang tuanya, meski hatinya meronta ingin segera meninggalkan kehidupan yang menyakitkan ini.

Ferdi menutup hidungnya, seolah bau tubuh Naura sangat menyengat.

"Bau sekali kamu! Ingin muntah saya rasanya," ucapnya dengan nada jijik. Naura yang sudah lemah dan terluka, hanya bisa menundukkan kepalanya merasa malu dan tak berdaya.

"Lepaskan ikatannya dan bawa ke kamar!" seru Ferdi sambil menoleh ke arah anak buahnya. Anak buahnya segera mengangguk patuh. "Baik, Boss."

Dua orang maju dan melepaskan ikatan tangan serta kaki Naura dengan hati-hati. Naura merasa sedikit lega, tapi rasa takut masih menyelimuti hatinya. Mereka kemudian menggenggam lengan Naura, membantunya berdiri dan membawanya ke sebuah kamar mewah di lantai atas.

Ketika pintu kamar dibuka, Naura terkejut melihat perbedaan yang sangat jauh dengan ruangan yang tadi digunakan untuk menyekapnya. Kamar ini luas dengan tempat tidur king-size yang empuk, sofa panjang, dan hiasan dinding yang mewah. Meski begitu, Naura tahu bahwa di balik kemewahan ini, masih ada ancaman yang mengintai.

"Jangan coba-coba untuk kabur, Nona! Karena Tuan Ferdi bisa melakukan hal yang lebih kejam dari ini," bisik salah seorang yang mengantar Naura ke kamar. Sementara temannya hanya menunggu di pintu saja.

"Heh! Cepat kita keluar!" seru temannya.

Dua orang itu meninggalkan Naura dan menutup pintu kembali.

Naura masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dia sengaja ingin berendam lama di bath up, saat pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Dia lupa jika tadi tidak menutup pintu.

Dua orang wanita masuk.

"Siapa kalian?" Naura terlonjak kaget. Dia membenamkan tubuhnya lebih dalam agar tubuh telanjangnya tidak terlihat oleh kedua orang itu.

"Maaf, Nona. Saya Ratih dan ini Fira. Kami disuruh Tuan Ferdi untuk membantu Nona untuk mandi," ucap Ratih. Usianya sekitar 30 tahunan dan masih sangat cantik.

"Aku bisa mandi sendiri. Keluar kalian!" bentak Naura.

"Maaf, Nona. Kami hanya menjalankan perintah Tuan. Jika Nona menolak, maka kami bisa dipecat oleh Tuan," ucap Fira. Fira terlihat lebih muda dan ramah.

Naura menghembuskan napas kasar.

"Baiklah," ucapnya lirih. "Kalian balik badan dulu, aku akan mengenakan underwear dulu."

Ratih dan Fira berbalik badan. Naura bergegas mengenakan underwear. Dia risih jika tubuhnya dilihat oleh orang lain. Meski pun itu adalah sesama wanita.

Mereka berada di kamar mandi yang luas dan bersih, di mana mereka berdua dengan hati-hati membantu Naura untuk mandi dan membersihkan tubuhnya. Air hangat yang mengalir dari pancuran besar di atas mereka, menciptakan uap lembut yang memenuhi ruangan, membuatnya terasa lebih hangat dan nyaman.

Dinding kamar mandi berwarna putih bersih, diterangi oleh lampu yang lembut, menciptakan suasana tenang dan menenangkan. Di salah satu sudut kamar mandi, terdapat rak kayu yang berisi berbagai botol sabun, sampo, dan perawatan tubuh lainnya, yang aroma lembutnya memenuhi udara, menciptakan sensasi yang menyegarkan.

Ratih dan Fira mengenakan sarung tangan plastik dan kain lap, keduanya bekerja sama dengan hati-hati untuk membersihkan tubuh Naura. Mereka menggunakan spons lembut dan sabun yang lembut untuk menggosok kulitnya, menghilangkan kotoran dan debu yang menempel, sementara Naura duduk di kursi mandi yang dirancang khusus untuk kenyamanannya.

Proses pembersihan ini dilakukan dengan penuh kesabaran dan kelembutan, untuk memastikan bahwa Naura merasa aman dan nyaman sepanjang proses tersebut. Suara air yang mengalir dan gemericik menambah suasana menenangkan dalam kamar mandi, membuat mereka merasa lebih rileks meskipun dalam situasi yang penuh tanggung jawab.

Selesai mandi, Naura keluar dan melihat di ranjang sudah ada lingerie yang harus dia kenakan.

"Apa gak ada pakaian lain? Aku kedinginan," celetuk Naura.

"Tidak ada, Nona. Tuan yang meminta nona untuk mengenakan lingerie ini," balas Ratih.

Naura kembali menarik napas dalam.

"Tapi aku gak mau!" teriak Naura. Tubuhnya terasa sakit dan pegal karena beberapa hari dalam kondisi terikat.

Ikatannya hanya dibuka jika dia akan buang air. Bahkan dia tidak diberi kesempatan untuk sholat.

"Kalian keluar!" seru Ferdi yang tiba-tiba masuk kamar.

Mengetahui kedatangan Ferdi, tubuh Naura kembali bergetar, dia ketakutan. Keringat dingin membasahi tubuhnya yang baru saja dikeringkan dengan handuk.

Perlahan Ferdi mendekati Naura dan menatap tajam ke arahnya. Dengan kasar, dia tarik kimono handuk yang dikenakan Naura. Lalu dia dorong Naura ke ranjang.

"Tuan... Tubuh saya sakit semua," ucap Naura lirih. Berharap Ferdi menghentikan aksinya.

Mendapat penolakan dari Naura membuat amarahnya semakin memuncak. Ferdi melepaskan ikat pinggangnya.

"Tuan... Jangan...!" teriak Naura. Dia menggelengkan kepalanya, saat Ferdi bersiap untuk mendaratkan ikat pinggang itu di tubuh Naura.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status