OMG hello.... Reina bakalan marah-marah atau berterima kasih nih???? >,<
“Aaaaa....!!!”Reina berteriak kencang sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya. Ia geleng-geleng kepala sendiri.Seketika Regan menginjak rem setelah mendengar Reina menjerit tiba-tiba. Hingga mobil itu berhenti dan tengah jalan.“Kamu ini kenapa, Reina? Kamu membuat jantungku hampir copot.” Regan merasa geram dengan sekretaris yang sebentar lagi menjadi istrinya tersebut.Reina senyum-senyum cengengesan. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bisa-bisanya gadis itu membayangkan adegan panas dengan atasannya sendiri. Siapa lagi kalau bukan Regan.“Maaf ya, Pak Regan. Kalau hari ini saya banyak mengoceh. Menuduh Bapak yang tidak-tidak. Reina khilaf.” Akhirnya gadis itu meminta maaf untuk kesekian kalinya. Entah ke berapa bahkan ia sampai lupa. Yang pasti belum terlalu banyak.“Baguslah kalau kamu sadar diri. Kepalaku pusing mendengar kamu ngomel-ngomel terus dari tadi,” jelas Regan seraya memegangi kepalanya.Kemudian dia langsung menatap ke arah Reina sambil tersenyum smirk. “D
Rafa ragu-ragu untuk mengatakannya. “Tadi ada kurir yang mengantarkan makanan ini sampai depan rumah. Katanya dari—”“Siapa?” Sebelah alis Reina terangkat.“Katanya dari calon suami Kak Reina. Memangnya Kakak sudah mau menikah ya? Sama Bang Leon?” Rafa mengalihkan pandangannya. “Padahal Rafa nggak suka sama dia!” ungkap Rafa jujur.Reina tidak bisa berkata-kata. Ia yakin yang membelikan makanan itu adalah Regan. Tetapi ia belum siap mengatakan tentang pernikahannya kepada Rafa.“Kok, Kak Reina diam saja? Terus tumben banget pacar Kakak ngasih makanan?” tanya Rafa masih ingin tahu.“Ya, sudah. Sekarang makan dulu. Pokoknya dihabiskan semua. Nanti baru kakak jelasin semuanya kepada Adek, yah?!” Reina mengelus kepala Rafa.Adik kecil itupun tersenyum sambil mengangguk. Dan mereka berdua pun menikmati semua makanan yang ada tanpa menghiraukan Amel.Setelah makan selesai, sesuai janjinya Reina menjelaskan semuanya kepada Rafa.“Kakak mau menikah sama Pak Regan. Bukan Leon. Jadi semua makana
Reina pun ikut berdiri dari duduknya. Ia mengekori atasannya tersebut. “Pak, siapa dia?” tanya Reina memberanikan diri. Gadis itu mendekatkan tubuhnya tepat di samping tubuh Regan. “Yang akan mengurus pernikahan kita,” jawab Regan masih dengan gaya santainya. Lelaki itu kembali merapikan pakaiannya. “Sebaiknya kita ikut saja.” Regan mengulurkan tangan kanannya agar Reina meletakkan tangan kirinya untuk digenggam oleh lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu. Reina menatap ragu. Tidak percaya apa yang kini tengah dilakukan oleh Regan. Tetapi sesaat kemudian ia sadar dan paham saat lelaki kepercayaan Oma Regina memperhatikannya dari kejauhan. Tentu saja gadis itu harus pandai bersandiwara. Akhirnya mereka berjalan beriringan dan masuk ke dalam mobil yang sudah ada seorang sopir di sana. Padahal saat menjemput Reina tadi, Regan datang seorang diri. “Ah, sudahlah. Aku tidak perlu terlalu memikirkannya.” Reina berusaha membuang jauh-jauh pikiran jahatnya. Beberapa menit t
Tok ! Tok ! Tok !“Pak?”“Masuk, Reina.”Regan langsung memerintahkan Reina untuk masuk ke dalam ruangannya.Sekretaris itu berjalan menghampiri bosnya sambil menunduk.“Bagaimana, kamu sudah menandatangani surat perjanjiannya?” tanya Regan to the poin.Reina menggeleng perlahan.“Kenapa, ada masalah?” tanya Regan lagi.Reina menyerahkan map itu kembali sambil membuka isi perjanjian mereka.“Yang ini maksudnya apa ya, Pak? Reina tidak mengerti.”Regan melihat sekilas. Tentu ia sudah menduga sebelumnya jika Reina akan protes masalah itu.“Oh, itu.”“Iya, Pak. Reina benar-benar tidak mengerti.”Regan menatap Reina dengan tatapan mata penuh keseriusan.“Jadi begini, Reina. Kamu bisa menentang keinginan saya jika saya bertindak seenaknya dan tidak sesuai hati nurani kamu.”“Lalu?” tanya Reina lagi.“Lalu jika yang meminta sesuatu atau yang menginginkan sebuah permintaan adalah Oma Regina, maka kamu tidak bisa menentangnya. Pernikahan ini terjadi demi Oma. Saya tidak mau Oma kenapa-napa. Ap
Reina terlihat kebingungan. “Ya, maaf, Pak. Saya 'kan juga kaget.” Regan menarik nafas panjang. Lelaki tampan menggelengkan kepalanya perlahan. Kemudian melanjutkan kembali menyetir mobil dengan lebih santai. Reina duduk sambil memainkan jemarinya sendiri. Tidak ada percakapan lagi di antara mereka berdua. ‘Memangnya Ayah sudah pulang dari rumah sakit, ya? Kok nggak ada yang ngajarin aku, ya? Terus gimana nanti kalau Ayah marah? Pasti Ayah kecewa berat sama Reina.’ Mobil berhenti perlahan. Namun Reina tidak menyadarinya. “Kita sudah sampai Reina,” ucap Regan mengingatkan. Reina tak menyahut. “Reina!” teriak Regan kemudian. “Eh, iya, Pak. Saya masih hidup.” Reina keceplosan. Entah mengapa ia bisa menjawab seperti itu. Gadis itupun melihat ke kanan dan ke kiri. Lalu tersenyum kikuk. “Eh, sudah sampai ya?” Reina segera turun dari mobil. Ia bisa melihat wajah serius Regan yang sejak tadi menatapnya. “Pak Regan senyum dikit, dong. Jangan cemberut terus wajahnya,” goda Reina kehabi
Tetapi sedetik kemudian, Reina menggelengkan kepalanya. “Tidak. Tidak mungkin. Pak Regan tidak tahu apa-apa tentang masalah ini.”Reina tidak ingin ambil pusing. Mungkin benda itu hanya sedang bersembunyi di suatu tempat. Ya, sepertinya Reina lupa meletakkannya di mana. Atau sudah memindahkannya di tempat yang aman.Dengan perlahan Reina naik ke atas ranjang. Kemudian ia ikut tertidur di samping Regan. Gadis itu tampak lelah dan tak sadar jika ia mulai membuang guling pembatas yang Reina letakkan tadi.Keesokan harinya Regan terbangun terlebih dahulu. Betapa ia cukup terkejut saat membuka kedua mata dan tampaklah Reina sedang memeluk erat tubuhnya. Namun Regan justru menikmati momen itu. Sebelah kanan sudut bibirnya sedikit terangkat. “Apakah dia pikir aku ini guling?” lirih Regan masih sulit untuk percaya.Ternyata ucapannya membuat Reina terusik. Kedua mata gadis itu mengerjap pelan. Ia belum sadar akan tindakannya yang memalukan.Tetapi beberapa detik kemudian Reina berteriak kenca
Dalam waktu yang bersamaan Reina dan Jeffan menoleh ke arah Pak Regan. Reina menunduk malu. Ia mengalihkan kegugupan dengan sibuk menyelipkan rambut ke daun telinganya. “Kamu tidak perlu membawa barang banyak-banyak, Reina. Di sana nanti sudah lengkap.” 'Hah? Bagaimana mungkin? Memangnya Pak Regan tahu ukuran semua pakaianku? Memangnya Pak Regan mengerti tentang barang-barang perempuan?' Reina mengomel sendiri di dalam hatinya. Sementara Jeffan melihat ke arah Reina dan Regan secara bergantian. Kemudian ia paham apa yang harus dilakukan. “Bos! Apa yang perlu saya kerjakan sekarang?” tanya Jeffan seraya melangkah menghampiri CEO tampan itu. Regan melihat jam di tangannya. “Ya, ikut denganku sebentar!” perintah Regan kemudian. Sebelum meninggalkan kamar, Regan melirik ke arah istrinya sejenak dan tersenyum penuh arti. “Eh, apaan?! Senyumannya mencurigakan sekali.” terka Reina yang tak bisa sepenuhnya percaya dengan tingkah manis suaminya. Reina pun telah menyelesaikan pekerjaanny
Reina sudah merasa ngos-ngosan. Ia menundukkan tubuhnya sambil mengatur nafasnya yang berantakan. “Maaf,” ucap Regan sambil membukakan pintu untuk istrinya. Reina melirik kesal. Tidak habis pikir dengan sikap Regan yang kembali menyebalkan. “Bukan maksudku untuk meninggalkanmu. Tadi mesinnya agak rewel.” ‘Tidak masuk akal sekali alasannya.’ Reina hanya bisa membatin. Ia tidak ingin dianggap bertengkar. Apalagi ada Rafa yang duduk di belakang. Adiknya tersebut terlihat sedang asyik bermain mobil-mobilan. “Mainannya baru lagi, Dek?” tanya Reina kepo. “Em ... suami dicuekin. Terus ngalihin pembicaraan. Cerdas sekali istriku.” “Sudahlah, Pak. Reina sudah memaafkan kok. Nggak perlu dibahas lagi.” Reina bertanya kembali kepada Rafa untuk mengusir ketidaknyamanan suasana di dalam mobil. “Iya Kak Reina. Kak Regan yang beliin. Bagus 'kan mainannya.” Refa terlihat sangat senang. “Pak Regan kok sering-sering beliin Rafa mainan sih?!” protes gadis itu kepada suaminya. “Kenapa? Kamu mau