Beranda / Zaman Kuno / Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu! / Bab 6. Belum Jauh Tapi Merasa Tercekik.

Share

Bab 6. Belum Jauh Tapi Merasa Tercekik.

Penulis: Zhang A Yu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-15 11:43:00

Malam hari, kediaman Kaisar Lin Yi.

Langit Luoyang malam itu tampak pucat. Awan tipis menggantung di langit seperti selubung mimpi yang enggan pecah. Di dalam ruang pribadinya, Lin Yi duduk sendirian, mengenakan jubah tidur bersulam awan naga. Cahaya lentera di dekatnya bergetar pelan oleh angin yang menyusup dari celah pintu.

Di hadapannya tergeletak sepasang anting giok putih, masih terbungkus kain merah yang dia titipkan lewat kasim paling setianya malam tadi. Dia memandang benda itu lama. Tak ada senyum. Tak ada geram.

Hanya sunyi.

"Dia tidak mengambilnya?" tanya Lin Yi akhirnya, pelan.

Kasim kepala menunduk dalam-dalam. "Maafkan hamba, Yang Mulia... selir itu hanya menatapnya lama, lalu meletakkannya kembali di ambang jendela. Dia bahkan tidak menyuruh siapa pun mengambilnya."

Lin Yi tak menjawab.

Keheningan yang tercipta lebih menusuk dari amarah.

Di meja samping, tumpukan dokumen negara belum disentuh. Bahkan laporan dari perbatasan barat yang biasanya membuatnya waspada, kini terabaikan. Karena pikiran sang Kaisar… terperangkap pada satu nama:

Chun Mei.

"Aku sudah melihat banyak wajah wanita," batinnya, "tapi belum pernah ada yang lari dariku... dengan ketakutan seperti itu. Bukan benci. Bukan malu. Tapi... benar-benar takut."

Tangan Lin Yi mengepal. Bukan karena marah padanya, tapi marah pada dinding tak terlihat yang dipasang Chun Mei di antara mereka.

“Apa aku setakut itu di matanya?”

Dia adalah Kaisar. Setiap langkahnya disembah. Setiap tatapan mata orang lain padanya, penuh harap, penuh bujuk, atau penuh pura-pura. Tapi Chun Mei…

“...dia bahkan tidak ingin dilihat olehku.”

Dari laporan kasim istana, Lin Yi tahu, Chun Mei kini menghindari keluar rumah lebih dari sepuluh menit. Tidak pernah ikut kegiatan istana.

Chun Mei sedang bersembunyi dari dirinya!

Dia berdiri, berjalan pelan menuju jendela. Memandang gelap malam yang dingin dan asing. Di balik bayang-bayang pohon cemara jauh di sana, dia tahu... ada satu paviliun yang terang hanya oleh lentera kecil—Paviliun Qingxin.

“Apa dia pikir aku akan menyakitinya?”

Kening Lin Yi mengerut. Dendam tak terlintas di benaknya. Tidak juga nafsu. Yang ada hanya rasa ingin tahu yang berubah menjadi obsesi diam.

Di bawah rasa itu, perlahan tumbuh perasaan yang jauh lebih sulit dimengerti…

Kekaguman.

Kekaguman pada wanita yang tidak meminta apa-apa.

Tiba-tiba, dia teringat percakapan dengan Jenderal Shang Que dua hari lalu, saat mereka duduk minum arak di Balai Angin Musim Gugur.

“Hati-hati, Yang Mulia. Rasa penasaran seperti itu... bisa berubah jadi luka.”

“Apa maksudmu, Shang Que?”

“Perempuan yang tak meminta apa-apa... biasanya punya alasan yang sangat besar untuk tidak meminta.”

Lin Yi memejamkan mata, lalu membuka kembali. Matanya tenang—tapi di dalamnya bergolak keputusan.

“Jika dia menolak hadiahku... maka lain kali aku akan datang sendiri.”

Karena baginya, Chun Mei bukan sekadar selir. Bukan sekadar hiburan istana.

Dia adalah misteri terakhir yang belum bisa ditaklukkan. Sementara Kaisar Lin Yi, penguasa seluruh negeri, tidak terbiasa dibiarkan bertanya-tanya.

***

Desas-desus adalah mata uang utama di dalam istana harem. Lebih tajam dari pedang, lebih cepat dari burung merpati, dan lebih mematikan dari racun teh malam.

Dan pagi itu, kabar itu meledak seperti petir di langit cerah.

“Yang Mulia Kaisar… mengirim hadiah kepada Chun Mei dari Paviliun Qingxin.”

Awalnya hanya bisik-bisik di antara para dayang istana bagian dapur. Lalu kasim rendah ikut menambah bumbu. Dalam waktu dua jam, kabar itu sudah mencapai meja makan pagi milik para selir utama.

Di Paviliun Musim Panas, milik Selir Mu Fei.

“Chun Mei?” ulangnya sambil mengangkat alis. “Yang dulu tidak pernah tampil di festival? Yang bahkan tak ikut upacara awal tahun itu?”

“Benar, Nyonya,” jawab pelayannya, nyaris berbisik, "hadiah itu dikirim malam-malam... bukan lewat jalur resmi, tapi langsung melalui kasim kepala Kaisar.”

Cangkir tehnya terhenti di udara. Mata Selir Mu bersinar, bukan dengan kekaguman, tetapi perhitungan.

“Li Muwan kalah cepat... dan Kaisar sedang main rahasia dengan selir rendahan?”

“Siapkan aku satu set kalung mutiara. Kita akan kirim ke Paviliun Qingxin—katakan, sebagai ucapan simpati atas insiden tempo hari. Tapi pastikan, kalung itu... bukan yang paling bagus.”

Pelayannya mengangguk dan berlalu.

Selir Mu Fei tersenyum tipis.

“Aku ingin lihat... seberapa lama dia bisa bertahan di atas lumpur ini.”

Sementara di Paviliun Angin Teratai, milik Selir Zhou

“Apa dia mencuri mantra pemikat?” gerutu Selir Zhou, melemparkan sisir ke lantai.

Dia dikenal sebagai wajah tercantik di istana. Tapi kecantikan itu tak pernah berhasil memikat Kaisar, sampai rela bertindak diam-diam. Seakan khawatir tindakannya bak pedang bermata dua.

“Dan sekarang? Dia malah mengirimi hadiah ke perempuan yang bahkan tak punya lukisan potret di aula utama?”

“Dia pasti menyihir Kaisar,” desisnya pada pelayan pribadinya.

Tapi pelayan itu hanya diam. Karena semua orang tahu, Chun Mei tidak menyihir siapa pun. Dia hanya tidak melakukan apa-apa. Dan justru itu yang membuat para wanita istana, yang seumur hidup berlomba mempercantik diri, mempermanis suara, menulis puisi atau menari, merasa seolah dipermalukan.

Karena satu wanita yang tidak berbuat apa pun... kini jadi pusat perhatian sang Kaisar.

Sedangkan di paviliun Yue, tempat Li Muwan terkurung; menjalani hukuman.

Berbeda dari selir lain yang murka atau penasaran, Li Muwan duduk tenang di balik tirai usang. Jemarinya memainkan giwang baru, bukan yang jatuh kemarin, tapi sepasang giwang giok yang mirip sekali dengan yang dikirim ke Chun Mei.

“Jadi, itu permainanmu, Yang Mulia?” batinnya, "kamu beri giok putih pada perempuan seperti dia... dan merahasiakannya dari seluruh dunia?”

Pelayan pribadinya mengendap-endap masuk, menunduk dalam.

“Nyonya, Selir Chun Mei katanya tidak menyentuh giok itu. Dia hanya melihatnya... lalu menutup jendela.”

Senyum tipis melintas di wajah Li Muwan.

“Ah,” katanya perlahan," jadi dia bukan perempuan bodoh. Tapi dia lupa satu hal.”

“Semakin dia menghindar... semakin dalam Kaisar akan terjerat.”

Dia berdiri. Gaunnya berkibar pelan. Di tangannya, tongkat phoenix bergeser ringan ke ubin hitam.

“Perang belum selesai. Kita lihat... apakah Kaisar benar-benar akan melindunginya, atau sekadar menjadikannya hiburan baru yang bisa dibuang kapan saja.”

Sementara itu, dari balik dinding-dinding istana, tatapan dan bisik-bisik mulai menekan Chun Mei dari segala arah.

Semua mata kini mengarah padanya. Dan sayangnya, tidak semua mata adalah mata yang bersahabat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 13. Terjawab Secara Tak Langsung.

    “Nyonya! Apakah Anda baik-baik saja?” panggil suara pelayan Chun Mei, Xiaoping, dari luar. Kaisar Lin Yi menatap Chun Mei sekilas, menenangkan dengan tatapan sebelum bangkit dari ranjang. Langkahnya mantap mendekati pintu. Suara derit lembut terdengar ketika ia membukanya sedikit. Begitu pintu terbuka, Xiaoping yang menunduk di depan ambang langsung mengangkat kepala, dan darahnya serasa berhenti mengalir saat matanya menangkap sosok tinggi Kaisar Lin Yi berdiri di sana, mengenakan jubah tidur gelap yang hanya menambah auranya yang agung dan mengintimidasi. Xiaoping terperangah. Rahangnya nyaris terlepas. Tangannya refleks hendak meraih gagang pintu untuk menjaga keseimbangan. “K-K-Kaisar…” suaranya tercekat, matanya membesar seperti akan melompat keluar. Tatapan Kaisar Lin Yi menajam. “Xiaoping, Chun Mei baik-baik saja,” suaranya tenang, tapi ada nada dingin yang tak membiarkan sang pelayan menanyakan lebih jauh. Xiaoping menelan ludah, wajahnya pucat. Dia menunduk dalam-dalam,

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 12. Yang Dihindari Chun Mei Malah Datang Menyuguhkan Kenikmatan.

    Kaisar Lin Yi menurunkan Chun Mei perlahan ke atas ranjang yang setengah berantakan. Di bawah temaram lampu minyak, wajah Chun Mei terlihat merah padam, bibirnya merekah menahan napas yang memburu. Matanya setengah terbuka, menatap sang Kaisar dengan campuran kesadaran yang samar dan kepasrahan. Tangan besar Kaisar menelusuri pipi wanita itu, ibu jarinya menghapus bulir keringat yang jatuh ke sudut bibir Chun Mei. “Tenanglah…” bisiknya, suaranya serak namun lembut bagai belaian angin malam. “Aku di sini… takkan membiarkan siapa pun menyakitimu.” Dia menunduk, mengecup kening Chun Mei, mencurahkan kegelisahan yang tertahan sejak mendengar kabar ada yang tidak beres dari tabib Shen. Chun Mei mengerang kecil ketika bibir Kaisar bergerak turun ke pipi, menyusuri rahang, hingga berhenti tepat di atas bibirnya. Nafas mereka saling bertaut, hangat, penuh ketegangan. Kaisar tak langsung menelan bibir Chun Mei. Dia menatap dalam ke mata wanita itu, seperti memastikan bahwa Chun M

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 11. Rekasi Tak Biasa.

    Selir Mu Fei menatap kantong merah itu dengan napas tercekat. Tangannya bergetar saat meraih pemberian Selir Agung, seolah benda kecil itu menimbang seluruh nasibnya. “A-apa… aku benar-benar harus menggunakan ini?” suaranya gemetar, bagai bisikan angin yang nyaris tak terdengar. Kemudian dia teringat ucapan Selir Agung beberapa waktu lalu. Suaranya tegas namun rendah, “A’Fei, ini bukan hanya tentangmu atau Chun Mei. Ini tentang keseimbangan istana. Jika dia hamil lebih dulu, kamu takkan punya peluang lagi. Kamu tahu, kaisar Lin Yi sudah mulai meliriknya.” Kata-kata itu menancap ke hati Mu Fei, menumbuhkan ketakutan yang sama besarnya dengan tekad. Dia menggenggam kantong obat erat-erat. Sementara itu, di Paviliun Qingxin, Chun Mei menatap cermin besar di kamarnya. Wajah cantiknya terpantul tanpa cela, namun sorot matanya gelap, menandakan badai di pikirannya. Dia mendengar kabar kunjungan Selir Agung lebih cepat dari siapa pun, dan kini pelayannya membacakan kabar terbaru de

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 10. Karena Orang Dalam, Masih Bisa Selamat.

    Malam itu, di Paviliun Angin Timur, Selir Agung duduk di kursi kayu cendana yang diletakkan menghadap taman teratai.Wajahnya yang menua tetap menampakkan wibawa seorang wanita yang pernah menguasai hati mendiang Kaisar terdahulu.Di sampingnya, seorang pelayan menyiapkan obat rendaman kaki, sementara seorang kasim berdiri menunggu perintah.“Bagaimana keadaan Selir Mu Fei?” tanyanya dengan suara rendah, serak oleh usia namun tetap tegas.Kasim itu menunduk dalam. “Beliau masih terbaring lemah, Selir Agung. Tabib Shen sedang mempersiapkan ramuan penawar untuk meredam sisa racun yang membuat tubuhnya rentan kejang.”Mata Selir Agung menyipit, tatapannya menembus gelapnya malam. “Mu Fei terlalu ceroboh. Tapi… dia gadis yang berguna, dan aku tak akan membiarkannya disingkirkan begitu saja.”Pelayan di sampingnya meneguk ludah. Dia tahu, jika Selir Agung sudah turun tangan, maka siapa pun yang menyinggung orang yang dilindunginya akan menghadapi konsekuensi besar.Keesokan paginya, Tabib

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 9. Kena Sendiri.

    Malam itu, di balik paviliun, pelayan setia Chun Mei berkeliling senyap, menuntaskan perintah tuannya. Di dapur utama, dia berbicara pada koki tua, menyerahkan permintaan Selir Chun dengan sikap lembut namun tegas. Tak ada yang mencurigai, sebab semua tampak seperti tata krama istana biasa. Sementara itu, Chun Mei duduk di kamarnya, menatap lentera yang goyah ditiup angin malam. Di sampingnya, tusuk rambut perak ibunya bersandar pada vas bunga kering. Dia mengelusnya pelan, matanya seteduh air di musim gugur. “Ma… aku tahu ini bukan jalan yang kamu ajarkan dulu. Tapi di sini, di tempat ini… hanya yang licik yang bisa tetap bernapas.” Keesokan paginya, suasana aula utama istana ramai oleh hidangan kecil yang dibagikan untuk para selir. Para pelayan hilir-mudik membawa sup hangat dalam mangkuk porselen. Aroma jamur dan kaldu ayam menebar ke segala penjuru. Mu Fei, yang duduk di antara para selir lain, menerima mangkuk dengan ukiran bunga teratai. Dia menatap sup itu, sedikit

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 8. Dua Selir Mulai Beradu di Balik Senyuman.

    Malam hari pun tiba. Langit gelap menggantung rendah di atas istana. Di Paviliun Qingxin, Chun Mei duduk di hadapan cermin perunggu, ditemani cahaya redup dari lentera minyak. Jemarinya memintal benang tipis pada sudut sapu tangan, namun pikirannya jauh melayang. Pelayan setianya mendekat sambil membawa nampan kecil berisi secawan sup hangat. “Nyonya minumlah ini dulu. Perut kosong di malam seperti ini tak baik bagi kesehatan.” Chun Mei tersenyum tipis. “Terima kasih.” Dia mengambil mangkuk itu, meniup pelan uapnya. Matanya tak lepas menatap bayangan dirinya di cermin. Wajah lembut, sorot mata teduh namun di balik itu, badai kecil berputar. Pelayannya memberanikan diri bertanya, “Apa Nyonya sungguh akan pergi minum teh lusa nanti?” Chun Mei meletakkan mangkuknya di atas meja, kemudian menepuk tangan pelayannya pelan. “Aku harus. Di istana, menolak dua kali akan membuat kita tampak takut. Dan bila kita tampak takut, musuh akan semakin berani.” Pelayannya menunduk. “Lalu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status