Share

Restu

Rahang Wijaya mengeras saat mendengar penuturan Daksa yang meminta izin untuk menikahkan putrinya.

Dia mengusap pipi yang sempat memerah karena pernah ditampar oleh Sekar. 

Menyesal namun semua sudah terlambat. Entah mengapa ketika bertemu kembali dan melihat gadis kecilnya itu telah banyak berubah, hasratnya sebagai seorang laki-laki berontak.

Selama ini, dia tidak pernah bermain dengan wanita seperti yang kakak-kakaknya lakukan. 

Wijaya fokus belajar dan menata masa depan karena dia akan menjadi salah satu kandidat untuk menggantikan raja. 

"Putri hamba sudah dipinang oleh seorang lelaki, Kanjeng Gusti. Hamba mohon izin untuk mengadakan pesta pertunangan sederhana di pendopo sebagai ungkapan rasa syukur," ucap Daksa dengan lancar. 

Lelaki paruh baya itu sudah berdiskusi dengan istrinya. Pada saat dia mengatakan itu, Ratih setengah tak percaya. Istrinya langsung setuju karena Kamandanu merupakan panglima di keraton yang namanya sudah termasyur. 

Dia bahkan diberikan tempat tinggal khusus atas jasa-jasanya selama ini. 

Bagi Ratih, tak mengapa jika putrinya tak menjadi selir. Toh, kemewahan memang di depan mata, namun tak dinikahi secara legal. Jika raja atau pengeran merasa bosan, maka selir bisa dibuang atau dihadiahkan kepada siapa saja semaunya.

Namun, jika Sekar menjadi istri Kamandanu, maka mereka akan hidup langgeng seperti dia dan Daksa. 

"Aku ndak keberatan dengan itu. Lagipula putrimu sudah dewasa. Dia pantas menikah dan memiliki keluarga sendiri," jawab Raja yang disetujui oleh anggukan dari Ibu Ratu. 

Sekar anak yang baik, ceria dan suka membantu. Semua orang di karaton menyanyanginya. Memang benar beredar kabar bahwa dia diinginkan menjadi salah satu selir atas keinginan ibu ratu.

Namun, sepertinya itu belum sepenuhnya mutlak, hanya kabar angin yang sempat berhembus. 

"Kami akan meminta abdi dalam menyiapkan pesta. Kalian sudah lama mengabdi. Ndak mengapa jika biayanya ditanggung oleh keraton," timpal Ibu Ratu. 

Sebenarnya dalam hati wanita itu sedikit kecewa. Dia tahu jika putranya Wijaya menyukai Sekar. Tapi sebuah perasaan tentu saja tidak bisa dipaksakan.

Saat Daksa bercerita tadi, dia mendengarkan dengan seksama, bahwa Sekar dan lelaki itu saling mencintai walaupun namanya belum disebut.

Daksa benar-benar berhati-hati saat menuturkan semua rencana yang sudah disusun, agar tidak ada pihak yang tersinggung. 

Tadi dia sempat melihat kekesalan di raut wajah Wijaya, namun lelaki itu berpura-pura tidak tahu. 

Jika saja pelaku pelecehan itu bukan dia, mungkin Daksa akan menghajar orang itu karena telah berbuat lancang kepada putrinya. 

"Kapan rencanamu akan mengadakan pesta itu?" tanya Raja.

"Minggu depan, Kanjeng Gusti," jawabnya.

"Baiklah. Kanjeng Ratu yang akan mengurusnya agar di harinya nanti pendopo sudah dihias dan makanan disiapkan," lanjut Raja.

"Terima kasih, Kanjeng Gusti. Hamba merasa lega karena semua sudah setuju."

"Siapa yang bilang kalau semua sudah setuju?" ucap Wijaya, yang membuat semua orang di ruangan itu kaget. 

Ibu Ratu dan beberapa selir yang lain mengulum senyum saat sang pangeran menyatakan keberatan. Sejak dulu, mereka sudah tahu mengenai perasaan sang pangeran. 

"Maksud Raden?" tanya Daksa berpura-pura tidak tahu. 

Dia pikir semua akan berjalan lancar hari ini. Namun, jika ada yang bisa mempengaruhi keputusan Raja, maka pertunangan itu bisa dibatalkan.

"Aku ..."

"Cukup Wijaya!"

Terdengar suara Ibu Ratu menegur putranya. 

"Tapi, Ibu!"

"Kamu boleh pergi, Daksa. Kami merestui pertunangan Sekar," lanjutnya.

Wijaya kembali duduk dengan napas tersengal dan menahan emosi. Tangannya terkepal. Tak terbayangkan jika sampai Sekar dimiliki oleh orang lain.

Bertahun-tahun dia memendam perasaan itu. Cinta yang sejak kecil tumbuh karena kebersamaan mereka. 

Dia bahkan pergi merantau untuk belajar agar kelak jika Sekar menjadi selirnya, ilmu yang didapat bisa diajarkan kepada gadis itu.

Namun sayang, dia kalah cepat. Sudah ada orang lain yang mendahului. Tapi siapa gerangan? Sejak tadi Daksa tak menyebut nama seorangpun.

Apa jangan-jangan yang lain sudah mengetahuinya, sementara hanya dia yang tidak?

"Baik, Kanjeng Ratu. Hamba pamit undur diri. Matur nuwun sanget."

Daksa hendak berbalik dan keluar dari ruangan itu ketika terdengar suara Raja berkata.

"Daksa. Siapa yang akan menjadi suami Sekar? Kamu lupa mengatakannya tadi."

Wijaya tersenyum mendengar itu. Kali ini jantungnya berdetak kencang menunggu jawaban Daksa. 

"Calon suami putri hamba adalah ...." Matanya berkeliling menatap satu persatu orang yang ada di ruangan itu. 

"Katakan saja, Paman." Wijaya tersenyum penuh kemenangan. Dia akan membuat perhitungan dengan siapapun yang telah merebut gadisnya.

"Panglima Kamandanu."

Seketika ruangan menjadi hening. Bisik-bisik mulai terdengar. 

Wijaya membuang wajah ke samping. Jika itu memang lawannya, maka dia harus menggunakan cara lain untuk merebut Sekar. 

Tidak mungkin dia menandingi Kamanadanu dari segi ilmu beladiri. Sekalipun statusnya adalah seorang pangeran dia tak bisa berbuat semaunya. Apalagi Kamandanu adalah salah satu prajurit kesayangan Raja. 

Setelah mengucapkan itu, Daksa keluar dari ruangan dan memberi hormat. 

Sang pangeran langsung meninggalkan ruangan tanpa berpamitan kepada siapa pun. Di dadanya terbakar amarah yang meluap. 

***

Di kamarnya, Wijaya terdiam sambil berbaring. Sebuah bantal berada di pelukan. 

Setiap malam selalu terbayangkan akan wajah ayu Sekar dan tubuhnya yang menggoda iman. Rasanya dia tak rela jika sang pujaan hari dijamah oleh orang lain. 

Kepalanya sakit karena terlalu banyak berpikir. Sepertinya, dia akan menemui ibu ratu untuk meminta solusi. 

"Kar. Aku tresno karo koe. Jangan menikah dengan yang lain. Kamu hanya milikku," ucapnya sambil berbicara dengan bantal. 

Dalam bayangan lelaki itu, dibdepannya kini adalah sosok Sekar yang sedang berbaring. 

Benaknya melayang saat kejadian itu, dimana hangatnya tubuh Sekar sempat dia cicipi sebentar. Sayang, ternyata dia ditolak. Pikirnya karena kebersamaan mereka sejak kecil, gadis itu memiliki perasaan yang sama.

Ketika dia mulai lupa diri dan larut, sebuah tamparan keras melayang di pipi. 

Gadis itu menangis dan membetulkan letak kemban kemudian beralari meninggalkannya begitu saja. 

Sejak itu hingga kini, dia tak mendapati Sekar dimanapun dalam wilayah keraton. Entah kemana gadis itu bersembunyi. 

Wijaya hendak bertanya namun merasa sungkan. Hingga tiba hati ini, yang tak disangka sama sekali. Saat Daksa menghadap Raja --ayahnya-- untuk meminta restu.

Lelaki itu memeluk bantal dengan erat sambil berkhayal sampai akhirnya dengkur halus pun terdengar. Wijaya terlelap dengan segala mimpi yang diharapkannya akan terwujud menjadi nyata. 

Sementara itu, di tempat lain, Sekar sedang mengulum senyum ketika mendengar penuturan ayahnya bahwa Raja dan Ibu Ratu merestui hubungannya dengan Kamandanu.

Dia merasa tenang sekarang. Lalu mengucap doa dalam hati kepada Sang Pencipta semoga rencana ini berjalan lancar sesuai dengan keinginan mereka. 

Karena setelah ini, dia dan Kamandanu yang akan menghadap Raja dan keluarga keraton untuk meminta restu. Semoga tak ada halangan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status