Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 621. HUTAN BEKU #9

Share

621. HUTAN BEKU #9

last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-06 14:00:20

Aku menjenguk Reila. Di ruangannya ada Tara, tetapi tidak ada Fal.

Tara cemas padaku. Dia bertanya beberapa hal, dan aku menjawab semua. Itu membuatnya memutuskan bahwa aku lebih baik dari yang dia bayangkan. Aku tertawa, berkata, “Berarti kau membayangkan kondisiku sangat buruk.”

Tara tidak terlalu tertawa. Biasanya dia tertawa. Dia memerhatikanku. Tara adalah penghuni yang lebih jujur dari Dokter Gelda. Diperhatikan seperti itu oleh Tara membuat dinding pelindung benakku hampir runtuh.

“Aku baik-baik saja,” kataku. “Sejauh ini aku baik-baik saja.”

“Aku tim medis, Forlan,” katanya.

Aku menatapnya. Tara mungkin bukan pemilik kemampuan, tetapi aku tahu aura Tara berbeda dari darah campuran kebanyakan. Auranya cerah dan bersih. Dia menatapku dengan cara seperti saat kami di Telaga—saat Tara memberitahu semua tentang pembakaran pejuang yang telah tiada. Di hari yang sama, aku pertama kali merasakan

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Selubung Memori   622. LABIRIN KUSUT #1

    Aku terlelap sembari memeluk erat Fal. Tampaknya Fal sampai terbangun karena tiba-tiba aku memeluknya erat. Jemari Fal mendadak terulur ke pipiku dan dengan mata setengah terpejam, Fal berkata, “Forlan... tidur.”“Hm-mm.” Aku mengangguk. “Selamat tidur, Fal.”Di hari ulang tahun Ibu, aku pernah memberi selendang kuning padanya.Tentunya rajutan sendiri—meski bukan aku yang merajutnya. Aku sempat berniat merajut sendiri, tetapi untuk anak sangat kecil, itu hal paling mustahil. Bibi memergokiku memegang jarum dan menjerit-jerit seolah jarum bisa membunuh sampai ke lapisan paling dalam. Bibi menginterogasi mengapa aku sampai berani membongkar peralatan menjahit Ibu dan memegang jarum kecil. Kubilang aku ingin menghadiahkan Ibu selendang rajutan sederhana.“Anak empat tahun memangnya bisa merajut?” tuntut Bibi, nyaring.“Aku lima tahun!”“Buat Bibi, Forlan itu masih empat ta

  • Selubung Memori   621. HUTAN BEKU #9

    Aku menjenguk Reila. Di ruangannya ada Tara, tetapi tidak ada Fal.Tara cemas padaku. Dia bertanya beberapa hal, dan aku menjawab semua. Itu membuatnya memutuskan bahwa aku lebih baik dari yang dia bayangkan. Aku tertawa, berkata, “Berarti kau membayangkan kondisiku sangat buruk.”Tara tidak terlalu tertawa. Biasanya dia tertawa. Dia memerhatikanku. Tara adalah penghuni yang lebih jujur dari Dokter Gelda. Diperhatikan seperti itu oleh Tara membuat dinding pelindung benakku hampir runtuh.“Aku baik-baik saja,” kataku. “Sejauh ini aku baik-baik saja.”“Aku tim medis, Forlan,” katanya.Aku menatapnya. Tara mungkin bukan pemilik kemampuan, tetapi aku tahu aura Tara berbeda dari darah campuran kebanyakan. Auranya cerah dan bersih. Dia menatapku dengan cara seperti saat kami di Telaga—saat Tara memberitahu semua tentang pembakaran pejuang yang telah tiada. Di hari yang sama, aku pertama kali merasakan

  • Selubung Memori   620. HUTAN BEKU #8

    Ketika kami tiba, matahari sudah cukup tinggi dan kami ada di detik-detik terakhir sebelum titik berpindah. Tidak ada di antara kami yang berniat meleset dari titik ini, tetapi Lavi sepakat denganku. “Kita cari beberapa saat lagi.”“Tidak apa?” tanyaku.“Ini kesempatan paling bagus sebelum titiknya pergi.”Ketulusan Lavi dalam pencarian—seolah-olah dia yang kehilangan Ibu mau tidak mau membuatku tidak bisa protes. Kami benar-benar di alam liar hingga detik terakhir, meski—ya, nihil. Tidak ada petunjuk lain. Hanya alam liar normal yang bahkan tidak memiliki bekas pertempuran. Hanya pohon-pohon yang berdiri seperti biasa—pohon-pohon yang menjadi sarang hewan-hewan hutan. Lavi memutuskan untuk kembali, jadi kami memasuki Padang Anushka.Ketika berjalan di jembatan perbatasan, mendengar suara aliran air sungai yang berbenturan dengan batu, rasanya membuatku melayang. Lavi menuntun arah jalanku dengan mengg

  • Selubung Memori   619. HUTAN BEKU #7

    Paginya, kami menahan sarapan karena akan kembali ke Padang Anushka.Kami di dalam kubus tanah persembunyian. Bedanya dengan yang kubuat di pemberhentian bersama geng idiot, kubus tanah ini dibuat dengan terburu-buru, aneh, dan tidak berbentuk kubus secara sempurna.Lavi tidak ingin membebaniku dengan pekerjaan membangun sesuatu. Dia mau dengan bentuk apa pun asalkan ditutupi sulur. Jadi, aku hanya membuat bentuk asal-asalan selama disetujui Lavi, lalu kami segera berbaring di dalamnya. Di dalam kubus hangat itu, aku memeluk erat Lavi, menenggelamkan diriku pada pundak dan dadanya, merasakan diriku berada di fase paling membutuhkan pelukan Lavi dari apa pun. Aroma Lavi memenuhiku. Aroma lemon dan lembut. Aroma yang bekerja sebagai terapeutik. Tanganku melilitnya. Lavi berbaring, mengusap dan menyugar rambutku di bawah dagunya.“Aku menemanimu,” gumam Lavi. “Libatkan aku di semuanya.”Aku hanya mengangguk. Di malam ketika Lavi menga

  • Selubung Memori   618. HUTAN BEKU #6

    Pencarian timku dan Lavi berjalan dalam dua kutub berseberangan. Dilihat dari aspek kelancaran perjalanan, kami aman. Dilihat dari segala petunjuk yang bisa didapat tentang Ibu, kami nihil. Nol besar.Aku lebih banyak diam sepanjang perjalanan. Lavi yang biasa mengoceh panjang lebar juga tidak banyak bicara. Kami hanya saling menggamit sepanjang melintasi alam liar. Trek ke titik Padang Anushka berikutnya menjauhi gunung, jadi kami semakin meninggalkan trek terjal. Tidak ada medan curam berarti yang harus diwaspadai. Dari pembagian area pencarian, kami kebagian menyusuri sungai—karena menurut Profesor Merla dan Nadir, aliran air adalah area paling sulit untuk dilacak. Mereka membebankan itu padaku.Lavi tidak menganggapnya sebagai beban. Dia bilang, “Kalau mereka yang di sini, mereka takkan mendapatkan apa-apa, tapi kalau kita—yang daya lacaknya lebih tajam, ada kemungkinan memiliki peluang lebih besar.”“Aku juga tidak menganggapny

  • Selubung Memori   617. HUTAN BEKU #5

    Kami melakukan persiapan akhir sebelum pergi meninggalkan tebing. Yang bagi Lavi dan Reila adalah mandi, sementara bagi Leo adalah mengucap perpisahan pada tempat gelap yang bersedia menaungnya sekitar empat tahun. Dia mengajakku ke dapur, menunjukkan catatan persediaan. Aku agak lupa dengan tulisan Ibu, tetapi dia menunjukkan tulisan Ibu padaku.Aku merasakan gejolak yang sama seperti saat membaca surat Bibi.Goresan tinta yang tertulis di kertas itu seperti melayang naik, menembus lapisan kertas seolah tengah memancarkan aura kehadiran seseorang. Aura Ibu bak keluar dari lapisan kertas dan memenuhi benakku.“Makasih,” kataku, mengembalikannya. “Aku semakin yakin dia hidup.”“Bibi Meri suka sekali membicarakan ikat rambutnya. Dia juga punya cara berpakaian yang agak aneh—maksudku, selendangnya melilit tubuhnya, kan? Aku tidak pernah menyangka kalau itu ada artinya. Semua itu pemberianmu. Dia cerita kalau kau memberinya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status