“Zea! Kamu potong rumput sana! Rumput di halaman depan udah tinggi!” titah Linda Daniati-ibu tiri jahatnya Alzea Kinandari.
Alzea yang baru saja keluar kamar sehabis membantu ayah minum obat akhirnya mendekat pada sang ibu tiri yang berada di dapur. “Bu, Zea potong rumputnya sore aja ya … jam segini mataharinya masih terik.” Alzea mengatakannya dengan nada rendah memohon. Linda yang tengah mengupas buah mangga lantas membalikan badan, matanya menatap sengit Alzea. “Kamu itu kalau disuruh pasti males-malesan … cuma kamu yang enggak berguna di rumah ini … lulus kuliah jadi pengangguran!” Linda membentak, dia tidak pernah bicara lembut kepada anak tirinya. Padahal semenjak terbit matahari hingga tenggelam, Alzea mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Menyapu, mengepel, mencuci piring dan mencuci baju sekaligus setrika. “Ayah kamu sakit, perusahaannya hampir bangkrut … sekarang kita hanya mengandalkan kakak kamu yang kerja sebagai model … kamu tahu diri lah, kalau enggak bisa bantu-bantu perekonomian keluarga kita ya kamu bantu-bantu di rumah.” Pisau yang dipegang Linda terus- terusan menunjuk ke arah wajah Alzea sampai gadis itu mundur beberapa langkah. “Maafin Zea, Bu … Zea lagi ngelamar-ngelamar pekerjaan tapi belum ada panggilan … Zea janji, nanti kalau Zea sudah dapet ker—“ “Halaah! Bacot aja terus kamu!” sambar Linda sembari menyiram wajah Alzea dengan air dari dalam gelas. Alzea mengusap wajahnya yang basah, napasnya juga memburu menahan tangis. “Sekarang kamu pergi ke taman terus potong rumput! Kalau enggak, kamu enggak boleh makan siang!” Alzea melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul setengah satu siang. Dia tidak sarapan pagi ini, hanya minum teh manis karena Linda tidak masak. Tadi dari pasar, Linda hanya membeli nasi kuning untuk ayah Irawan dan untuknya sendiri tanpa menawari Alzea. Sikap buruk ibu tirinya itu sudah Alzea rasakan semenjak kelas tiga SD setelah bunda Irni pergi entah ke mana meninggalkan ayah Irawan dan Alzea. Hanya berselang tiga bulan dari kepergian bunda Irni, Irawan menikah lagi dengan Linda yang saat itu membawa anak perempuan berusia lima tahun bernama Alenka Keilani. “Kalau Zea makan siang dulu boleh enggak, Bu?” Alzea bertanya hati-hati. Mata Linda kian menatap tajam, rahangnya mengetat dan Alzea tahu kalau jawaban beliau adalah tidak. Alzea memutar badan, mulai menarik langkah menuju pintu belakang untuk mengambil gunting pemotong rumput. Tidak ada pilihan lain, dia harus memotong rumput di halaman yang luas itu agar bisa makan siang. Alzea memulainya dari sudut paling kiri, dia berjongkok begitu tekun memotong rumput. Saat rumput sudah terkumpul banyak, dia hendak berdiri untuk memasukannya ke dalam keresek namun tiba-tiba tubuh Alzea limbung, pandangannya menggelap dan berkunang-kunang. Tekanan darah Alzea jadi rendah karena belum makan apapun sedari pagi terlebih dia cukup lama terpapar sinar matahari. Alzea nyaris jatuh dan dia pasrah kalau harus berguling di rumput karena tidak bisa menggapai apapun. Tapi saat matanya terpejam dan tubuhnya nyaris terhempas—ada tangan yang memeluknya sehingga dia berakhir di dada seseorang. “Zea?” panggil suara berat seorang pria yang beraroma tembakau. Tangannya yang kasar menepuk lembut pipi Alzea. Alzea mengerjapkan mata pelan sampai akhirnya pandangannya lebih jelas dan dia bisa melihat wajah seseorang yang menangkapnya saat hendak terjatuh tadi. Dia adalah pria paruh baya yang masih tampan diusianya yang tidak lagi muda dengan bulu halus di sekitar rahang dan tubuhnya masih bugar dengan perut rata. Gadis itu menegakan tubuhnya, berusaha memijak kaki dengan benar. “Kamu ngapain panas-panasan?” Pria paruh baya itu bertanya. “Lagi motong rumput, Om.” Alzea menunjuk bagian halaman yang telah dipangkas rapih. “Potong rumput kok siang-siang? Mana mataharinya terik lagi! Ayo masuk … panggilkan ayah kamu.” Pria itu mendorong punggung Alzea pelan. “Enggak Om … nanti ibu marah.” Alzea menggelengkan kepalanya. Pria paruh baya itu menatap lekat Alzea yang tampak ketakutan. “Om siapa?” Alzea bertanya, kepalanya meneleng dengan mata menatap lekat. Kenapa pria paruh baya itu begitu ramah, hangat dan terasa familier? “Saya Om Prabu … dulu waktu kamu masih kecil, Om sering main ke sini sama mendiang tante Dwi Gina, kamu lupa?” Alzea menganggukan kepalanya. “Lupa Om.” Prabu terkekeh. “Katanya ayah kamu lagi sakit, ya? Om ke sini mau jenguk ayah kamu.” “Oh … tadi ayah lagi tidur Om … Zea panggil dulu ya … Om tunggu di teras depan aja.” Alzea pergi ke belakang rumah untuk masuk dari pintu belakang sedangkan Prabu Danaraja memanggil supir agar mengeluarkan hampers dari dalam mobil untuk Irawan. “Udah beres potong rumputnya?” Linda masih ada di dapur, entah sudah berapa kilo buah mangga yang dia makan selama Alzea memotong rumput tadi. “Belum Bu, itu ada tamu di depan mau jenguk ayah.” “Siapa?” Linda celingukan ke arah jendela ruang tamu. “Om Prabu katanya.” Alzea menjawab. “Prabu? Prabu Danaraja?” Linda langsung bangkit. Beliau mencuci tangan lalu berlari ke kamar. “Sayang, bangun! Ada klien bisnis kamu … Prabu Danaraja, dia nengokin kamu … ayo bangun!” Linda menepuk-nepuk pipi suaminya yang tengah terlelap. “Si-siapa?” Irawan bertanya parau. “Prabu Danaraja, ayo bangun!” Linda menyisir rambutnya, memakai bedak dan lipstik. Melihat ibu tirinya berlari tunggang langgang ke kamar, Alzea bergerak ke ruang tamu untuk membukakan pintu. “Masuk, Om … tunggu sebentar ya.” Alzea mempersilahkan Prabu masuk. “Ini untuk ayah kamu,” kata Prabu memberikan hampers besar berisi buah-buahan. “Makasih Om.” Alzea pergi dari ruang tamu, dia berpapasan dengan Irawan dan Linda yang baru saja keluar dari kamar menggunakan pakaian lebih rapih. “Buatkan minum, tiga!” Linda memerintah dengan nada rendah tapi penuh penekanan. “Iya Bu.” Alzea bergegas ke dapur, dia berpikir kalau tamu ayahnya adalah tamu Agung yang harus segera dilayani dengan baik. “Pak Prabu, apa kabar?” Irawan mengulurkan tangan sembari membungkuk penuh hormat. Prabu yang sedang duduk di sofa tanpa dipersilahkan sambil menopang satu kaki pada kaki lainnya langsung bangkit dan bersalaman dengan si pemilik rumah. “Saya baik seperti biasa … Pak Irawan katanya lagi sakit ya?” Prabu balas bertanya. “Iya Pak … jantung saya kumat, selama satu bulan ini saya harus istirahat di rumah.” Irawan memegang dadanya yang sering terasa nyeri. Linda menarik ujung kemeja Irawan, mengingatkan kalau dia belum mengenalkannya kepada Prabu. “Oh … perkenalkan ini istri saya, Pak … penggantinya Irni.” Prabu mengulurkan tangannya yang langsung disambut Linda penuh antusias. “Saya sering mendengar nama Pak Prabu tapi baru sekarang bertemu,” kata Linda dengan suara lembut dan senyum lebar. “Iya … saya sudah lama enggak ke sini … dulu terakhir datang ke sini sewaktu mendiang istri saya masih hidup … Irni, istrinya pak Irawan sebelum Ibu adalah sahabatnya istri saya.” Linda tersenyum kecut, dia tidak suka bila nama mantan istri suaminya disebut dan Irawan tidak pernah cerita kalau ternyata klien bisnis dan orang yang sering meminjami uang adalah suami dari sahabat sang mantan istri. Suaminya hanya bercerita kalau sering mendapat pinjaman uang dari Prabu untuk membantu perusahaannya bila sedang membutuhkan suntikan dana. Mereka bertiga lantas duduk di sofa ruang tamu dan bersamaan dengan itu, Alzea datang membawa minuman. “Kamu lama banget sih!” Linda berseru sembari menahan suaranya, mata beliau juga melotot penuh kebencian kepada Alzea. “Maaf Bu.” Alzea menunduk, sorot matanya tampak ketakutan. Tangan Linda mengibas memberi kode agar Alzea segera pergi. Sikap buruk Linda pada Alzea itu tertangkap jelas oleh indra penglihatan Prabu. Beliau sampai mengerutkan kening merasa tidak terima dengan perlakuan Linda pada Alzea karena tahu bagaimana sayangnya Irni pada Alzea dulu. “Pak Prabu … kalau kedatangan Pak Prabu ingin menagih hutang, mohon maaf … saya belum bisa membayar … perusahaan saya saja nyaris collaps, Pak.” Irawan menunjukkan tampang nelangsa. Prabu terkekeh. “Pak Irawan ini sepertinya tidak cocok berbisnis … seingat saya perusahaan peninggalan kedua orang tua Pak Irawan itu sering sekali hampir bangkrut.” Pak Prabu bermaksud bercanda tapi sangat mengena di hati Irawan. Irawan jadi teringat mantan istrinya yang sering mengatakan hal serupa. “Saya bercanda Pak Irawan ….” Prabu meralat. “Tapi kedatangan saya ke sini memang untuk menagih hutang … sepertinya sudah terlalu lama hutang-hutang pak Irawan belum juga dibayar … malah Pak Irawan terus meminjam sejumlah uang dari saya.” Prabu mengatakannya dengan nada rendah dan ekspresi bersahabat. “Tadinya justru saya mau meminjam uang lagi sama Pak Prabu.” Irawan melirih. Linda mendelik pada Irawan, sorot matanya itu seolah mengatakan kalau Irawan tidak berguna. “Sebaiknya Pak Irawan membayar orang yang kompeten untuk menjalankan perusahaan … Pak Irawan sebagai pemilik hanya mengawasi saja dan mendapat bagian Laba.” Prabu memberi ide. Irawan menundukan kepala, dia mengangguk-anggukan kepalanya setuju, dia juga sudah memikirkan hal tersebut. “Tapi untuk itu saya tetap membutuhkan suntikan dana, Pak.” “Betul … betul.” Prabu tampak berpikir. “Ma ….” Seorang gadis masuk begitu saja dari pintu depan tanpa mengetuk pintu apalagi mengucapkan salam. “Alenka, kamu salam dulu sama pak Prabu.” Meski malas-malasan, Alenka mengikuti perintah sang mama. Dia tersenyum tipis seraya mengulurkan tangan untuk menyalami Prabu. “Ini … anak Bu Linda?” Prabu bertanya. “Iya Pak, Alenka anak saya dari suami terdahulu … sekarang dia sedang merintis karir di dunia modeling … membantu perekonomian keluarga.” Linda mendelik lagi pada suaminya. “Alenka masuk dulu ya, capek!” Gadis itu melengos begitu saja. “Kalau Zea, sudah lulus kuliah ya?” Prabu bertanya lagi. “Iya Pak, Zea sedang mencari pekerjaan … kalau di perusahaan Pak Prabu ada lowongan, boleh masukin Zea, Pak.” Irawan tampak memohon. “Begini saja … Pak Irawan ‘kan punya dua anak gadis … kebetulan saya sudah lama menduda, saya merasa butuh pendamping apalagi saya semakin tua ….” Prabu menjeda, tidak perlu menunggu—respon Linda dan Irawan kentara sekali seolah mereka sudah bisa membaca isi pikiran Prabu. “Jadi, kalau di antara salah satu anak gadis Pak Irawan ada yang bersedia menjadi istri saya … maka saya akan menganggap lunas semua hutang-hutang Pak Irawan sekaligus saya akan memberikan suntikan dana sejumlah yang Pak Irawan minta, bagaimana?” Prabu sedang membuat kesepakatan. Irawan dan Linda saling memandang, tawaran Prabu sangat menggiurkan dan patut dipertimbangkan andaikan Prabu masih berusia di bawah tiga pulih tahun. “Apa anak gadis kami tidak terlalu muda untuk Pak Prabu?” Irawan mencoba menyadarkan Prabu secara halus. Prabu malah tergelak. “Tentu tidak … gini-gini saya masih kuat.” Irawan dan Linda tertawa sumbang. “Nanti akan kami bicarakan dengan kedua anak gadis kami, Pak.” Linda yang menjawab.Elzio meninggalkan Alzea dan kedua anaknya sebentar untuk menandatangani kontrak bisnis dengan Thomas.Rencananya setelah ini dia akan mengambil cuti agar bisa membantu Alzea merawat putra dan putri mereka.Namun kedatangan Hengky dan Irni sepertinya membuat Elzio berubah pikiran.Dia belum memandatkan apa-apa pun perihal pekerjaannya selama cuti nanti kepada Arman.Elzio dan Thomas berjabat tangan setelah menandatangani kontrak bisnis yang diprediksi akan menguntungkan bagi kedua belah pihak.“Sayangnya saya tidak memiliki anak, andaikan ada … akan saya jodohkan dengan anak Anda agar kita bisa melanjutkan kontrak bisnis ini menjadi jangka panjang.” Thomas berkelakar.“Sepertinya Anda sudah harus mencari seorang istri dan memiliki anak.” Tak disangka, Elzio menyambut baik ide Thomas tersebut.Keduanya lantas tertawa.Acara penting perusahaan telah selesai dilaksanakan, kini mereka melanjutkannya dengan makan siang.Sebuah restoran dengan menu Italia menjadi pilihan pihak Elzio untuk m
“Kasus ini akan segera naik ke Pengadilan mengingat pihak rumah sakit juga mengajukan tuntutan hukum kepada nona Angela … nama baik rumah sakit jadi tercemar gara-gara dia berhasil menculik tuan muda Azzam dari ruang bayi … mereka menggunakan banyak Pengacara terbaik untuk menghukum nona Angela.” Arman memberitahu perkembangan kasus Angela melalui sambungan telepon.Elzio belum bisa pergi ke kantor karena harus menemani Alzea yang masih harus mendapat perawatan di rumah sakit. “Bagus lah, pokoknya Angela harus mendekam lama di Penjara.” Elzio berkomentar dengan suara rendah tapi dingin.“Akan saya up date terus perkembangannya … lalu untuk kontrak bisnis dengan tuan Thomas sudah saya kirim draftnya ke iPad Tuan.”“Oke … nanti saya baca, sekarang saya lagi jemur si kembar di balkon … Alzea belum boleh banyak gerak.” Sudut bibir Arman bergetar bersama hatinya yang menghangat mendengar Elzio sedang menjemur si kembar.Tidak bisa Arman bayangkan seorang pria yang pernah mengaku tidak pe
“Zio … apa enggak sebaiknya Zea dan kedua anak kalian tinggal di Jakarta saja? Di Jakarta sepertinya lebih aman … ada Papa dan Irni yang bisa menjaga Zea dan anak-anak,” cetus Prabu setelah Thomas meninggalkan ruangan.Elzio dan Thomas akan bertemu lagi besok di kantor guna menandatangani sebuah kontrak bisnis yang telah mereka sepakati bersama.Selain para Direktur di bawah kepemimpinannya menekan agar Elzio segera menandatangani kontrak bisnis dengan perushaaan Thomas, Elzio juga ingin segera menyelesaikan segala urusan kantor karena dia akan mengambil cuti menyambut kelahiran kedua anaknya.“Enggak Pa, apartemen cukup aman sebenarnya … kemarin itu puding bisa masuk karena dikirim atas nama Zio … nanti Zio akan konfirmasi dulu kalau akan mengirim makanan atau barang begitu juga pihak sekuriti gedung akan konfirmasi ke Zio kalau ada paket datang tanpa pemberitahuan dari Zio.” Elzio berusaha meyakinkan Prabu karena demi apapun di dunia ini dia tidak akan bisa berpisah dengan Alzea dan
Kabar mengenai ditemukannya Azzam di tangan Angela sudah sampai ke telinga Prabu, Alzea dan Elzio melalui Arman yang terus berkomunikasi dengan pihak Kepolisian.Baru saja Arman mengabarkan kalau Azzam sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.Alzea menangis bahagia dalam pelukan Elzio, dia merasa sangat bersyukur karena akhirnya sang putra ditemukan dalam keadaan sehat dan selamat.Prabu duduk di sofa set membelakangi Alzea dan Elzio yang duduk di ranjang pasien.Tidak henti-hentinya ucapan syukur dia lantunkan di dalam hati untuk sang Pencipta.Hanya karena kehendakNya lah sang cucu bisa berkumpul ke tengah-tengah mereka. Elzio mengusap wajah Alzea yang banjir air mata, mata pria itu juga telah basah dan merah karena menampung buliran kristal.Tidak ada kata yang terucap dari bibir mereka karena kata bahagia dan lega saja tidak cukup untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan saat ini.Semenjak menghilangnya Azzam dari ruang bayi, untuk sementara ruang bayi dikosongkan dan para
Dari balik pintu ruang rawat yang tidak tertutup rapat, Elzio mengawasi Alzea yang tengah menyusui.Elzio baru saja kembali dari memberikan keterangan pada yang berwajib dan menyampaikan kalau dia mencurigai Angela yang menjadi dalang penculikan anaknya.Meski tidak yakin seratus persen kalau Angela yang menculik putranya tapi setidaknya bila sudah diselidiki pihak kepolisian dan tidak terbukti maka pencarian bisa diperluas ke sindikat human traficking.Namun menurut detektif yang tadi meminta keterangan Elzio, ada kemungkinan besar Angela yang melakukan penculikan bila dirunut dari cerita Elzio yang rinci tentang hubungannya dengan Angela dan dua musibah yang dialami Alzea semenjak Elzio memutuskan hubungan dengan Angela.Kembali pada tatapan Elzio yang terpaku pada istrinya, dia mendapati Alzea tengah menangis pilu.Ibu mana yang bisa tegar kehilangan bayi yang pernah dikandungnya selama sembilan bulan?Dan Alzea sama sekali tidak menyalahkan Elzio meski sesungguhnya semua musibah y
“Tadi pagi ada pergantian shift … dijadwalkan akan ada perawat baru di ruang bayi untuk menggantikan perawat yang cuti melahirkan … perawat senior yang seharusnya berjaga di ruang bayi bersama dengan perawat baru kebetulan datang terlambat dan pada saat dia tiba di ruang bayi, tidak ada yang menjaga di sana … begitu perawat itu mengecek ranjang bayi, salah satu bayi Anda tidak ada … dia langsung mengkonfirmasi kepada yang lain dan begitu melihat rekaman CCTV … ternyata bayi Anda dibawa oleh perawat baru tersebut ….” Pria bernama Gilbert menjeda kalimatnya agar Prabu dan Elzio dapat mencerna informasi yang dia berikan.“Apa?!” Prabu dan Elzio kompak berseru panik.Elzio sudah curiga sewaktu dia dipanggil ke ruangan petinggi rumah sakit ini, pasti ada sesuatu yang buruk terjadi.Dan seakan Alzea yang tengah terbaring di ICU belum cukup menyiksa Elzio, Tuhan masih menghukum Elzio dengan hilangnya salah satu anak mereka.“Anak Tuan yang berjenis kelamin laki-laki yang diculik oleh wanita