Share

Semanis Coklat Di Dalam Kotak
Semanis Coklat Di Dalam Kotak
Author: Erna Azura

Lamaran

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-07-08 20:44:03

“Zea! Kamu potong rumput sana! Rumput di halaman depan udah tinggi!” titah Linda Daniati-ibu tiri jahatnya Alzea Kinandari.

Alzea yang baru saja keluar kamar sehabis membantu ayah minum obat akhirnya mendekat pada sang ibu tiri yang berada di dapur.

“Bu, Zea potong rumputnya sore aja ya … jam segini mataharinya masih terik.” Alzea mengatakannya dengan nada rendah memohon.

Linda yang tengah mengupas buah mangga lantas membalikan badan, matanya menatap sengit Alzea.

“Kamu itu kalau disuruh pasti males-malesan … cuma kamu yang enggak berguna di rumah ini … lulus kuliah jadi pengangguran!” Linda membentak, dia tidak pernah bicara lembut kepada anak tirinya.

Padahal semenjak terbit matahari hingga tenggelam, Alzea mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga.

Menyapu, mengepel, mencuci piring dan mencuci baju sekaligus setrika.

“Ayah kamu sakit, perusahaannya hampir bangkrut … sekarang kita hanya mengandalkan kakak kamu yang kerja sebagai model … kamu tahu diri lah, kalau enggak bisa bantu-bantu perekonomian keluarga kita ya kamu bantu-bantu di rumah.” Pisau yang dipegang Linda terus- terusan menunjuk ke arah wajah Alzea sampai gadis itu mundur beberapa langkah.

“Maafin Zea, Bu … Zea lagi ngelamar-ngelamar pekerjaan tapi belum ada panggilan … Zea janji, nanti kalau Zea sudah dapet ker—“

“Halaah! Bacot aja terus kamu!” sambar Linda sembari menyiram wajah Alzea dengan air dari dalam gelas.

Alzea mengusap wajahnya yang basah, napasnya juga memburu menahan tangis.

“Sekarang kamu pergi ke taman terus potong rumput! Kalau enggak, kamu enggak boleh makan siang!”

Alzea melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul setengah satu siang.

Dia tidak sarapan pagi ini, hanya minum teh manis karena Linda tidak masak.

Tadi dari pasar, Linda hanya membeli nasi kuning untuk ayah Irawan dan untuknya sendiri tanpa menawari Alzea.

Sikap buruk ibu tirinya itu sudah Alzea rasakan semenjak kelas tiga SD setelah bunda Irni pergi entah ke mana meninggalkan ayah Irawan dan Alzea.

Hanya berselang tiga bulan dari kepergian bunda Irni, Irawan menikah lagi dengan Linda yang saat itu membawa anak perempuan berusia lima tahun bernama Alenka Keilani.

“Kalau Zea makan siang dulu boleh enggak, Bu?” Alzea bertanya hati-hati.

Mata Linda kian menatap tajam, rahangnya mengetat dan Alzea tahu kalau jawaban beliau adalah tidak.

Alzea memutar badan, mulai menarik langkah menuju pintu belakang untuk mengambil gunting pemotong rumput.

Tidak ada pilihan lain, dia harus memotong rumput di halaman yang luas itu agar bisa makan siang.

Alzea memulainya dari sudut paling kiri, dia berjongkok begitu tekun memotong rumput.

Saat rumput sudah terkumpul banyak, dia hendak berdiri untuk memasukannya ke dalam keresek namun tiba-tiba tubuh Alzea limbung, pandangannya menggelap dan berkunang-kunang.

Tekanan darah Alzea jadi rendah karena belum makan apapun sedari pagi terlebih dia cukup lama terpapar sinar matahari.

Alzea nyaris jatuh dan dia pasrah kalau harus berguling di rumput karena tidak bisa menggapai apapun.

Tapi saat matanya terpejam dan tubuhnya nyaris terhempas—ada tangan yang memeluknya sehingga dia berakhir di dada seseorang.

“Zea?” panggil suara berat seorang pria yang beraroma tembakau.

Tangannya yang kasar menepuk lembut pipi Alzea.

Alzea mengerjapkan mata pelan sampai akhirnya pandangannya lebih jelas dan dia bisa melihat wajah seseorang yang menangkapnya saat hendak terjatuh tadi.

Dia adalah pria paruh baya yang masih tampan diusianya yang tidak lagi muda dengan bulu halus di sekitar rahang dan tubuhnya masih bugar dengan perut rata.

Gadis itu menegakan tubuhnya, berusaha memijak kaki dengan benar.

“Kamu ngapain panas-panasan?” Pria paruh baya itu bertanya.

“Lagi motong rumput, Om.” Alzea menunjuk bagian halaman yang telah dipangkas rapih.

“Potong rumput kok siang-siang? Mana mataharinya terik lagi! Ayo masuk … panggilkan ayah kamu.” Pria itu mendorong punggung Alzea pelan.

“Enggak Om … nanti ibu marah.” Alzea menggelengkan kepalanya.

Pria paruh baya itu menatap lekat Alzea yang tampak ketakutan.

“Om siapa?” Alzea bertanya, kepalanya meneleng dengan mata menatap lekat.

Kenapa pria paruh baya itu begitu ramah, hangat dan terasa familier?

“Saya Om Prabu … dulu waktu kamu masih kecil, Om sering main ke sini sama mendiang tante Dwi Gina, kamu lupa?”

Alzea menganggukan kepalanya. “Lupa Om.”

Prabu terkekeh. “Katanya ayah kamu lagi sakit, ya? Om ke sini mau jenguk ayah kamu.”

“Oh … tadi ayah lagi tidur Om … Zea panggil dulu ya … Om tunggu di teras depan aja.”

Alzea pergi ke belakang rumah untuk masuk dari pintu belakang sedangkan Prabu Danaraja memanggil supir agar mengeluarkan hampers dari dalam mobil untuk Irawan.

“Udah beres potong rumputnya?” Linda masih ada di dapur, entah sudah berapa kilo buah mangga yang dia makan selama Alzea memotong rumput tadi.

“Belum Bu, itu ada tamu di depan mau jenguk ayah.”

“Siapa?” Linda celingukan ke arah jendela ruang tamu.

“Om Prabu katanya.” Alzea menjawab.

“Prabu? Prabu Danaraja?” Linda langsung bangkit.

Beliau mencuci tangan lalu berlari ke kamar.

“Sayang, bangun! Ada klien bisnis kamu … Prabu Danaraja, dia nengokin kamu … ayo bangun!” Linda menepuk-nepuk pipi suaminya yang tengah terlelap.

“Si-siapa?” Irawan bertanya parau.

“Prabu Danaraja, ayo bangun!” Linda menyisir rambutnya, memakai bedak dan lipstik.

Melihat ibu tirinya berlari tunggang langgang ke kamar, Alzea bergerak ke ruang tamu untuk membukakan pintu.

“Masuk, Om … tunggu sebentar ya.” Alzea mempersilahkan Prabu masuk.

“Ini untuk ayah kamu,” kata Prabu memberikan hampers besar berisi buah-buahan.

“Makasih Om.” Alzea pergi dari ruang tamu, dia berpapasan dengan Irawan dan Linda yang baru saja keluar dari kamar menggunakan pakaian lebih rapih.

“Buatkan minum, tiga!” Linda memerintah dengan nada rendah tapi penuh penekanan.

“Iya Bu.” Alzea bergegas ke dapur, dia berpikir kalau tamu ayahnya adalah tamu Agung yang harus segera dilayani dengan baik.

“Pak Prabu, apa kabar?” Irawan mengulurkan tangan sembari membungkuk penuh hormat.

Prabu yang sedang duduk di sofa tanpa dipersilahkan sambil menopang satu kaki pada kaki lainnya langsung bangkit dan bersalaman dengan si pemilik rumah.

“Saya baik seperti biasa … Pak Irawan katanya lagi sakit ya?” Prabu balas bertanya.

“Iya Pak … jantung saya kumat, selama satu bulan ini saya harus istirahat di rumah.” Irawan memegang dadanya yang sering terasa nyeri.

Linda menarik ujung kemeja Irawan, mengingatkan kalau dia belum mengenalkannya kepada Prabu.

“Oh … perkenalkan ini istri saya, Pak … penggantinya Irni.”

Prabu mengulurkan tangannya yang langsung disambut Linda penuh antusias.

“Saya sering mendengar nama Pak Prabu tapi baru sekarang bertemu,” kata Linda dengan suara lembut dan senyum lebar.

“Iya … saya sudah lama enggak ke sini … dulu terakhir datang ke sini sewaktu mendiang istri saya masih hidup … Irni, istrinya pak Irawan sebelum Ibu adalah sahabatnya istri saya.”

Linda tersenyum kecut, dia tidak suka bila nama mantan istri suaminya disebut dan Irawan tidak pernah cerita kalau ternyata klien bisnis dan orang yang sering meminjami uang adalah suami dari sahabat sang mantan istri.

Suaminya hanya bercerita kalau sering mendapat pinjaman uang dari Prabu untuk membantu perusahaannya bila sedang membutuhkan suntikan dana.

Mereka bertiga lantas duduk di sofa ruang tamu dan bersamaan dengan itu, Alzea datang membawa minuman.

“Kamu lama banget sih!” Linda berseru sembari menahan suaranya, mata beliau juga melotot penuh kebencian kepada Alzea.

“Maaf Bu.” Alzea menunduk, sorot matanya tampak ketakutan.

Tangan Linda mengibas memberi kode agar Alzea segera pergi.

Sikap buruk Linda pada Alzea itu tertangkap jelas oleh indra penglihatan Prabu.

Beliau sampai mengerutkan kening merasa tidak terima dengan perlakuan Linda pada Alzea karena tahu bagaimana sayangnya Irni pada Alzea dulu.

“Pak Prabu … kalau kedatangan Pak Prabu ingin menagih hutang, mohon maaf … saya belum bisa membayar … perusahaan saya saja nyaris collaps, Pak.” Irawan menunjukkan tampang nelangsa.

Prabu terkekeh. “Pak Irawan ini sepertinya tidak cocok berbisnis … seingat saya perusahaan peninggalan kedua orang tua Pak Irawan itu sering sekali hampir bangkrut.” Pak Prabu bermaksud bercanda tapi sangat mengena di hati Irawan.

Irawan jadi teringat mantan istrinya yang sering mengatakan hal serupa.

“Saya bercanda Pak Irawan ….” Prabu meralat.

“Tapi kedatangan saya ke sini memang untuk menagih hutang … sepertinya sudah terlalu lama hutang-hutang pak Irawan belum juga dibayar … malah Pak Irawan terus meminjam sejumlah uang dari saya.” Prabu mengatakannya dengan nada rendah dan ekspresi bersahabat.

“Tadinya justru saya mau meminjam uang lagi sama Pak Prabu.” Irawan melirih.

Linda mendelik pada Irawan, sorot matanya itu seolah mengatakan kalau Irawan tidak berguna.

“Sebaiknya Pak Irawan membayar orang yang kompeten untuk menjalankan perusahaan … Pak Irawan sebagai pemilik hanya mengawasi saja dan mendapat bagian Laba.” Prabu memberi ide.

Irawan menundukan kepala, dia mengangguk-anggukan kepalanya setuju, dia juga sudah memikirkan hal tersebut.

“Tapi untuk itu saya tetap membutuhkan suntikan dana, Pak.”

“Betul … betul.” Prabu tampak berpikir.

“Ma ….” Seorang gadis masuk begitu saja dari pintu depan tanpa mengetuk pintu apalagi mengucapkan salam.

“Alenka, kamu salam dulu sama pak Prabu.”

Meski malas-malasan, Alenka mengikuti perintah sang mama.

Dia tersenyum tipis seraya mengulurkan tangan untuk menyalami Prabu.

“Ini … anak Bu Linda?” Prabu bertanya.

“Iya Pak, Alenka anak saya dari suami terdahulu … sekarang dia sedang merintis karir di dunia modeling … membantu perekonomian keluarga.” Linda mendelik lagi pada suaminya.

“Alenka masuk dulu ya, capek!” Gadis itu melengos begitu saja.

“Kalau Zea, sudah lulus kuliah ya?” Prabu bertanya lagi.

“Iya Pak, Zea sedang mencari pekerjaan … kalau di perusahaan Pak Prabu ada lowongan, boleh masukin Zea, Pak.” Irawan tampak memohon.

“Begini saja … Pak Irawan ‘kan punya dua anak gadis … kebetulan saya sudah lama menduda, saya merasa butuh pendamping apalagi saya semakin tua ….” Prabu menjeda, tidak perlu menunggu—respon Linda dan Irawan kentara sekali seolah mereka sudah bisa membaca isi pikiran Prabu.

“Jadi, kalau di antara salah satu anak gadis Pak Irawan ada yang bersedia menjadi istri saya … maka saya akan menganggap lunas semua hutang-hutang Pak Irawan sekaligus saya akan memberikan suntikan dana sejumlah yang Pak Irawan minta, bagaimana?” Prabu sedang membuat kesepakatan.

Irawan dan Linda saling memandang, tawaran Prabu sangat menggiurkan dan patut dipertimbangkan andaikan Prabu masih berusia di bawah tiga pulih tahun.

“Apa anak gadis kami tidak terlalu muda untuk Pak Prabu?” Irawan mencoba menyadarkan Prabu secara halus.

Prabu malah tergelak. “Tentu tidak … gini-gini saya masih kuat.”

Irawan dan Linda tertawa sumbang.

“Nanti akan kami bicarakan dengan kedua anak gadis kami, Pak.” Linda yang menjawab.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semanis Coklat Di Dalam Kotak   Nyonya Alzea

    Alzea mengikuti perintah suaminya tadi pagi, dia bertanya kepada asisten rumah tangga bagaimana cara mencapai pusat perbelanjaan dan setelah mendengar penjelasannya sebentar—Alzea nekat pergi sendiri menggunakan MRT.Dia sudah dewasa, bahasa Inggrisnya pun cukup baik jadi semestinya tidak sulit untuk hanya sekedar pergi ke Mall.Baiklah, yang pertama dia lakukan adalah ke salon karena tadi Elzio menyuruhnya pergi ke sana.Alzea merapihkan sedikit rambutnya agar terlihat segar dan lebih cantik.Di tengah-tengah meeting yang sedang berlangsung serius, Elzio melirik layar ponselnya yang memunculkan notif pembayaran tagihan dari sebuah salon kecantikan.Berarti Alzea mengikuti ucapannya tadi pagi dan dalam pikiran Elzio pasti sebelum pergi—Alzea menghubungi Arman meminta supir dan mobil untuk mengantarnya.Hatinya merasa tenang.Elzio memfokuskan kembali pikirannya pada meeting tersebut.Setelah keluar dari salon, Alzea memasuki sebuah butik dia ingin membeli pakaian-pakaian elegan yang c

  • Semanis Coklat Di Dalam Kotak   Merutuki Hidup Baru

    Entah jam berapa tadi malam Elzio sampai ke rumah.Alzea terbiasa tidur jam sembilan malam jadi mungkin saat Elzio pulang—Alzea sudah terlalu lelap dalam mimpinya. Tapi alarm dalam tubuh Alzea selalu bunyi membangunkannya pagi sekali.Alzea jadi bisa membuat sarapan pagi untuk Elzio.Karena orang-orang di rumahnya menyukai makanan berat, pagi ini Alzea membuat nasi goreng dengan toping seafood yang dia temukan di kulkas.Aromanya sungguh menggugah selera sampai perut Alzea sendiri berbunyi, dia baru ingat kalau kemarin tidak makan malam sebab masih belum paham bagaimana menggunakan peralatan masak modern di dapur Elzio.Seharian kemarin dihabiskannya dengan berbelanja pakaian melalui online, lalu Alzea juga mengamati isi rumah suaminya dan belajar bagaimana cara menjadi istri yang baik salah satunya belajar mengoperasikan kompor melalui YouTube dan setelah dia mahir, Alzea kelelahan lalu tidur.Semua itu Alzea lakukan sebagai bentuk rasa syukurnya karena akhirnya menikah dengan seora

  • Semanis Coklat Di Dalam Kotak   Ikut Suami

    Selama perjalanan, Alzea melamun terkadang menatap keluar tapi terkadang juga menatap lekat wajah tampan suaminya yang begitu tekun membaca iPad di kabin tengah sana.Kursinya sedikit miring jadi Alzea bisa melihat dengan sangat jelas wajah tampan itu dari samping.Sesekali kerutan halus muncul di antara alis Elzio, pria itu memegang dagu dengan ekspresi wajah tampak berpikir namun tidak sekalipun mengurangi ketampanannya.Pesawat akhirnya mendarat di Singapura, Arman-sekretaris Elzio menyambut sampai naik ke dalam pesawat.“Selamat datang, Tuan ….” Elzio hanya memberikan anggukan kepala, dia melewati Arman menuju pintu keluar.“Selamat datang, Nyonya.” Arman menyapa istri dari bosnya.Tentu saja Arman yang paling pertama tahu mengenai pernikahan Elzio.Dan sapaan Arman kepada Alzea itu menyadarkan Elzio kalau penerbangannya kali ini ditemani perempuan yang beberapa jam lalu telah Syah menjadi i

  • Semanis Coklat Di Dalam Kotak   Ternyata Pria Tampan

    Alzea mengembuskan napas panjang usai kata Syah berkumandang yang menandakan kalau dia telah berganti status dari gadis menjadi seorang istri.Hatinya tidak berhenti berucap syukur karena ternyata yang menikahinya adalah spek cowok anime bukan pria tua seusia sang ayah.Alzea dan Elzio sempat berfoto sambil memegang buku nikah, itu pun tanpa senyum di bibir Elzio.Tidak ada foto bersama keluarga karena Elzio tidak suka difoto.“Pa … aku enggak bisa ikut makan siang ya, nanti sore aku ditunggu meeting sama klien di Singapura.” “Loh, jadi kamu mau langsung pergi gitu aja? Gimana sih? Kita makan siang dulu sama keluarga istri kamu,” sergah Prabu memaksa.Elzio menghadapkan tubuhnya pada Irawan yang langsung gelagapan karena ditatap begitu lekat oleh sang menantu.“Pak … bisa saya pergi sekarang? Ada pertemuan yang harus saya hadiri,” kata Elzio penuh wibawa membuat gentar hati Irawan.“Oh Silahkan … Silahkan.” Irawan malah mengijinkan dengan mudah.Elzio menoleh pada papanya, sorot mata

  • Semanis Coklat Di Dalam Kotak   Berkorban Demi Ayah

    Akhirnya Alzea menyanggupi permintaan sang ayah untuk menikah dengan Prabu agar bisa melunasi semua hutang dan perusahaan ayah Irawan mendapat suntikan dana segar sehingga bisa bangkit dari kebangkrutan.Pagi itu Alzea bangun dengan hati resah, bagaimana tidak? Dia akan menikah dan akan menghabiskan sisa umurnya dengan pria yang tidak dia cintai.Pernikahannya pun hanya dilakukan di kantor urusan agama tanpa pesta dan tamu undangan.Baguslah, Alzea jadi tidak perlu menjelaskan apapun kepada dunia kenapa dia menikahi pria tua seusia ayahnya.“Cieee … yang mau nikah,” ledek Alenka, sengaja masuk ke dalam kamar Alzea hanya untuk menjatuhkan mentalnya.Alzea tersenyum tipis menatap sang kakak tiri dari pantulan cermin, sudah terbiasa dengan sikap Alenka yang seperti itu.Walau bagaimanapun Alenka adalah kakak tirinya jadi Alzea tidak bisa membenci.“Lo mau nikah sama om-om pake baju kaya gitu? Enggak ada baju yang lebih seksi? Mana nafsu si om Prabu liat lo pake baju sederhana gitu! Yang

  • Semanis Coklat Di Dalam Kotak   Tentang Janji

    “Sudah sampai, Pak!” Sang driver sengaja meninggikan suara agar Elzio Naresh Danaraja terjaga dari tidurnya.Semenjak menjemput dari Bandara, anak majikannya yang berusia tiga puluh tahun itu terlelap sangat pulas.Mungkin begitu kelelahan setelah seharian disibukkan dengan meeting dan pekerjaan di kantor sebagai CEO—Elzio harus terbang ke Jakarta.Pakaiannya saja masih menggunakan stelan jas tanpa dasi.Elzio terhenyak, menarik napas dalam kemudian mengusap wajah lantas menegakan punggung.“Thanks ya, Pak!” Elzio berujar sebelum akhirnya turun dari dalam mobil.Seiring langkahnya memasuki rumah, dia melepas jas yang kemudian disampirkan di lengan.Sepatu fantovel yang dikenakannya beradu dengan lantai marmer menghasilkan suara hentakan saat melangkah tegap masuk lebih jauh ke dalam rumah.“Zio,” panggil suara berat menghentikan langkah Elzio.Dia menoleh ke samping dan menemukan sang ayah tengah duduk di single sofa dengan sandaran kaki.Asap tembakau segera saja merangsak masuk ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status