Senandung Sunyi Mia di Tengah Badai

Senandung Sunyi Mia di Tengah Badai

last updateLast Updated : 2025-03-14
By:  Chandra NichanOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
1 rating. 1 review
146Chapters
460views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Amelia/Mia adalah seorang gadis kecil yang selalu menebarkan keceriaan meski hidupnya dilingkupi kesunyian dan luka tersembunyi. Sejak ibunya meninggal, ia belajar menyembunyikan kesedihan di balik senyuman. Bahkan ketika ayah dan ibu tirinya terus-menerus menganggapnya sebagai pembawa sial, Mia tetap diam, menahan air mata yang ingin pecah dari matanya yang polos dan penuh harapan. Namun, dunia Mia yang sunyi itu hancur dalam sekejap. Dia dituduh melakukan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan—menyebabkan kecelakaan pada ibu tirinya yang tengah mengandung. Tuduhan itu membuat ayahnya murka, dan hukuman kejam dijatuhkan padanya. Pada malam yang membeku dengan salju tebal, tubuh kecil Mia diusir dari rumah tanpa belas kasih. Sendirian di tengah dingin yang menusuk, dengan tubuh yang kian lemah, Mia hanya bisa memandang langit yang kelam, memohon keajaiban di antara butiran salju yang berjatuhan. Apa yang akan terjadi pada Mia? Apakah seseorang akan datang untuk menyelamatkannya, atau akankah hidup kecilnya terhenti dalam kepedihan malam yang beku? Dalam badai yang menggulung, secercah harapan menjadi satu-satunya pelita yang membuat Mia bertahan. Sebuah kisah yang penuh emosi, keberanian, dan harapan—sanggupkah Mia menemukan cahaya di balik kegelapan hidupnya? Temukan jawabannya di cerita yang menggugah hati ini.

View More

Chapter 1

Bab 1 Tangisan di Tengah Kesunyian

Bradford City, Deep Sea Villa, Kediaman Keluarga Miller.

Malam Tahun Baru Imlek. Hari reuni keluarga. Vila keluarga Miller telah dihias sejak pagi, menghadirkan suasana penuh semarak. Namun, kegembiraan itu tiba-tiba pecah oleh jeritan seorang wanita yang menggema hingga ke sudut-sudut rumah.

“Ah—!”

Suara benda jatuh mengikuti jeritan itu, disusul tubuh seorang wanita hamil yang berguling menuruni tangga.

“Becky!” Jonathan Miller bergegas menghampiri sosok itu. Wajahnya penuh kecemasan saat ia berlutut di samping wanita yang tergeletak di lantai. “Becky, kamu baik-baik saja?”

Darah merah segar mengalir deras dari kaki Rebecca Pace. Dengan napas tersengal, wanita itu mencengkeram lengan Jonathan, matanya dipenuhi ketakutan. “Sakit... perutku sakit. Suamiku, bayi kita... tolong selamatkan bayi kita...”

Di tangga, Nyonya Miller tua muncul dengan tergesa-gesa, wajahnya pucat pasi. “Cepat panggil ambulans!” serunya panik kepada pelayan. “Apa yang terjadi?! Bagaimana dia bisa jatuh?!”

Air mata Rebecca mengalir membasahi wajahnya yang pucat. Dengan suara gemetar, ia menunjuk ke arah tangga. Semua mata tertuju ke sana, mendapati seorang gadis kecil berdiri mematung. Amelia Miller, gadis berusia tiga tahun, memeluk erat boneka kucingnya, wajahnya tampak bingung dan takut di bawah tatapan penuh tuduhan.

Wajah Nyonya Miller tua mengeras. “Amelia! Apa kau mendorong Rebecca?!”

Amelia menggelengkan kepala, mundur selangkah. “Bukan aku... aku tidak...”

Sebelum Amelia bisa menyelesaikan kata-katanya, Rebecca memotong dengan tangis lirih. “Ayah... jangan salahkan Mia. Dia masih kecil... dia tidak melakukannya dengan sengaja...”

Namun, nada suara Rebecca seolah menegaskan apa yang sebenarnya ia maksudkan. Ruangan itu dipenuhi keheningan yang mencekam. Ekspresi Jonathan berubah dingin, matanya penuh amarah.

“Seseorang, kunci Amelia di loteng! Aku akan mengurusnya nanti!” katanya dengan suara tajam.

Ambulans tiba, dan Rebecca segera dibawa ke rumah sakit. Sementara itu, Amelia diangkut oleh para pelayan ke loteng. Sepatunya terjatuh di anak tangga, namun gadis kecil itu hanya memandang lurus ke depan dengan wajah keras kepala. Tidak ada isak tangis, tidak ada permohonan maaf.

Loteng yang Gelap dan Dingin

Loteng itu suram, lembap, dan penuh debu. Tidak ada jendela, hanya gelap pekat yang mengelilingi seperti monster tak terlihat. Amelia meringkuk di sudut, memeluk boneka kucingnya dengan erat. Bibirnya bergetar, namun tidak ada yang mendengar, tidak ada yang peduli. Ia tidak mendorong Rebecca, tapi tak seorang pun percaya padanya.

Suara riuh dari lantai bawah perlahan mereda, digantikan oleh kesunyian yang menakutkan. Amelia merasa dirinya ditinggalkan di dunia yang asing dan kejam. Tubuh mungilnya menggigil, bukan hanya karena dingin, tetapi juga karena lapar yang mencengkeram. Hukuman Rebecca sehari sebelumnya telah membuatnya tak makan sepotong pun hingga kini.

“Ibu...” Suaranya gemetar, hampir tak terdengar. Ia bersandar di dinding dingin, matanya memandang ke arah gelap. “Mia tidak salah... Mia tidak ingin meminta maaf...”

Air matanya mengalir pelan. Dalam usia yang begitu muda, Amelia sudah mengerti bahwa ibunya tidak akan pernah kembali. Setahun lalu, ibunya meninggal dunia karena sakit. Ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang kini memeluk perut buncitnya dengan penuh kasih sayang di hadapan orang lain. Namun, saat tidak ada yang melihat, kasih sayang itu berubah menjadi kebencian dingin yang ia tujukan pada Amelia.

“Ibu... aku rindu Ibu...” bisiknya sebelum tubuhnya melemah, pandangannya kabur, dan ia terkulai tak sadarkan diri.

Pintu loteng mendadak terbuka dengan suara dentuman keras. Jonathan muncul, wajahnya penuh amarah. Ia mengangkat Amelia yang tak sadarkan diri dan menyeretnya ke luar, membiarkan gadis itu tergeletak di salju yang dingin.

Udara dingin membangunkan Amelia. Ia membuka matanya perlahan, tubuhnya menggigil hebat. “Ayah...” panggilnya lemah.

“Kau masih berani memanggilku ayah?!” suara Jonathan menggema penuh amarah. “Kau membunuh bayi dalam perut Rebecca! Aku tidak punya anak perempuan sekejam dirimu!”

Cahaya dalam mata Amelia perlahan memudar. Ia tidak lagi memiliki kekuatan untuk menjelaskan. Jonathan, yang melihat wajah tanpa ekspresi itu, semakin murka.

Ia meraih sebuah sapu besar dari sudut ruangan. Tongkat kayu itu menghantam tubuh Amelia, membuat gadis kecil itu memekik kesakitan. Namun, meski tubuhnya kecil dan lemah, Amelia tetap menggigit bibir, menahan tangis.

“Ngaku salahmu!” teriak Jonathan.

“Bukan aku, Ayah... bukan aku...” Amelia berbisik, keras kepala hingga akhir.

Jonathan melayangkan pukulan lagi. “Kalau bukan kau, siapa lagi?! Hanya kau dan Rebecca yang ada di tangga! Apakah Rebecca menjatuhkan dirinya sendiri saat dia sedang hamil enam bulan?!”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Chandra Nichan
bikin nangis ceritanya
2025-01-24 16:59:18
1
146 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status