LOGIN"Aku simpankan nomor Kai juga, ya?"
"Memangnya boleh, Bibi?" "Tentu saja boleh. Kau bisa menghubunginya saat butuh bantuan kalau aku sulit dihubungi." Benji memutar bola mata jengah melihat dua perempuan yang tengah sibuk mengutak-atik benda pipih di genggaman. Itu handphone baru Lily. Dibelikan oleh Abia karena istrinya kasihan gadis itu tidak pernah punya handphone sebagai pegangan. "Untuk apa membelikan dia handphone? Dia tidak punya keluarga atau teman untuk dihubungi," komentar Benji menginterupsi kegiatan seru Lily yang tengah belajar memakai handphone pada Abia. "Aku punya banyak keluarga, Tuan. Aku punya banyak saudara di panti asuhan," koreksi Lily cepat. "Dengar, kan? Kau pikir keluarga hanya tentang hubungan sedarah saja?" ledek Abia malah terdengar bangga karena Lily menyanggah ucapannya. "Kenapa membelikan dia handphone semahal itu? Kau bisa membelikan dia yang murah. Kau terlalu banyak menghamburkan uang untuknya," komentar Benji lagi karena tidak terima disahuti. "Aku baru tahu bahwa suamiku pelit," goda Abia yang semakin membuat Benji mendengkus sebal. "Aku ke kamar saja lah! Percuma libur tapi istriku sibuk dengan orang lain," gerutu pria sipit itu kali ini sambil bangkit dan berjalan menghentak ke kamar. Kentara sekali jika pria galak itu tengah kesal. Abia yang melihat tingkah Benji, anehnya malah terkekeh geli. Sedangkan Lily di sampingnya sudah bergidik ngeri. Hanya Abia yang bisa mengajak iblis tampan itu bercanda. "Oh iya! Kiello bilang dia juga ingin minta nomormu kalau kau sudah punya handphone. Aku kirimkan nomormu untuknya, boleh kan?" izin Abia yang diangguki saja oleh Lily dengan senang hati. "Kau boleh mengabaikannya kalau dia membuatmu risih. Okey?" pesan Abia lagi. Setelah selesai mengajarkan Lily hal-hal sederhana seperti cara menelepon dan bermain sosial media, Abia pun pamit untuk menyusul bayi besarnya yang tengah ngambek di kamar. Namun, baru saja bangkit berdiri, perempuan berambut pendek itu menatap Lily kelewat serius. "Oh iya, apa kau sudah selesai menstruasi?" tanya Abia yang seketika membuat tubuh Lily menegang kaku. "S-sudah. Sejak dua hari yang lalu, Bibi ...." Gadis berambut hitam legam itu menjawab gelagapan. Abia mengangguk-angguk pelan. "Baiklah. Berarti siapkan dirimu malam ini. Aku akan minta Kai ke kamarmu nanti," jelas perempuan itu penuh arti. Sadar apa yang dimaksud Abia, Lily hanya mengangguk pasrah. Pada akhirnya, dia akan dipakai juga. Gadis itu harus menjalankan tugasnya. Lily harus mengandung benih dari Benjamin Kaisar. Secepatnya. ***** "Kenapa kau tidak memakai pakaian seperti kemarin?" Benji berkacak pinggang sambil tersenyum mengejek memandangi gadis dengan piyama biru muda di ambang pintu kamar mandi. Sedangkan Lily yang baru saja selesai mandi, sontak terlonjak sambil memegangi dadanya yang berdetak kencang karena terkejut. Kenapa seorang Benjamin Kaisar begitu sering mengagetkannya? Tidak bisa kah dia muncul dengan normal? "K-kenapa kau di sini, Paman---maksudku ... Tuan Benji!" tanya Lily gelagapan karena salah memanggil. "Tentu saja mau menggunakan uang lima milyarku dengan benar," jawab Benji sambil duduk di kursi meja rias Lily kemudian menyalakan rokok. Tubuh Lily seketika menegang kaku di pijakannya. Menyadari ketakutan gadis itu, Benji justru memberi kode dengan tangan agar ia berjalan mendekat. "Kemarilah! Kau tidak ingin menjalankan tugasmu?" perintah Benji sambil menatap Lily dengan alis terangkat satu. Sambil mengepalkan tangan erat guna menahan gemetar di tubuh, Lily berjalan dan berdiri tepat di hadapan Benji yang masih merokok. Tiba-tiba, pria itu bahkan menarik lengannya hingga tubuh Lily jatuh di pangkuannya. "Uhuk uhuk!" Lily terbatuk-batuk begitu Benjamin Kaisar dengan sengaja menghembuskan asap rokok tepat di depan wajah gadis itu yang duduk di pahanya dalam posisi menyamping. "Bersikaplah penurut malam ini, seperti seorang budak pada umumnya," peringat Benji sambil mengisap lintingan tembakau mahal yang sudah nyaris habis itu. Lily mengangguk sambil menahan napas. Gadis itu berusaha menghindar agar tidak menghirup aroma aneh dari asap rokok sang majikan. Melihat keengganan gadis itu, Benji malah mengalungkan lengan kekarnya di pinggang kecil Lily supaya tubuhnya tetap diam dalam pangkuan. "Ingatlah, aku melakukan ini untuk Abia. Jangan sampai terbawa perasaan hanya karena aku membuatmu mendesah keenakan," peringat pria itu sambil kembali menghembuskan asap rokok di depan wajah Lily. Lily mengangguk cepat. Ingin Benji segera berhenti dan menjauhkannya dari jangkauan pria itu. "Apa kau pernah setidaknya memasukkan sesuatu ke milikmu?" tanya Benji menginterogasi. Tangan pria itu yang sedari tadi melingkar erat di pinggang Lily, perlahan merambat menuju dada sekal gadis perawan itu yang hanya berlapis piyama tipis. Lily memang terbiasa tidak mengenakan pakaian dalam saat akan tidur karena merasa sesak dan tidak nyaman. "Hnggh---" Lily merintih begitu Benji tiba-tiba meremas sebelah dadanya kuat. "Jawablah supaya aku tahu harus memperlakukanmu kasar atau lembut!" tegur pria itu lagi sambil melempar bekas puntung rokok ke sembarang arah. "T-tidak pernah." Lily menjawab jujur sambil mati-matian menahan rintihan. "Kalau ciu*man?" "Belum pernah juga." Jawaban gadis itu membuat Benji mendecih. "Dasar payah!" makinya sebelum kemudian menyelipkan tangan kiri di punggung dan tangan kanan di bawah lutut Lily. Tubuh mungil itu pun diangkat tanpa beban berarti bagi Benji. Setelahnya, Benji melempar tubuh Lily di atas ranjang. "Awas saja kalau kau susah hamil, aku akan menghabisimu setiap malam," ancam Benji sebelum kemudian menekuk kedua lutut Lily kasar. Berikutnya, paha Lily dipaksa melebar. Sepertinya, malam ini Lily benar-benar akan dihabisi."Lily ... kau sedang apa?"Gadis dengan piyama merah cerah itu terlonjak sesaat kehadiran berikut pertanyaan dari sang tuan terlontar. Begitu menoleh ke ambang pintu dapur, Lily mendapati Benjamin Kaisar yang berdiri di sana dengan setelan kaos hitam oblong juga celana training abu."Aku mau minum susu, Tuan. Tapi tidak enak ...." Lily mengadu jujur sambil menunjuk susu khusus ibu hamil rasa strawberry yang sejak kemarin sudah dibeli Akane untuk Abia.Entah kenapa, Lily ingin sekali meminumnya. Namun, begitu malam ini merasakan minuman sehat itu malah membuatnya mual dan kehilangan nafsu makan, Lily jadi kesal sendiri."Lalu kenapa diminum?" tanya Benji tidak habis pikir sambil berjalan mendekat dan memandangi segelas cairan berwarna merah muda yang masih tampak banyak."Aku lihat Tante Akane menyeduhkannya untuk Bibi Abia. Kelihatannya enak jadi aku juga mau ...," jawab gadis itu sambil mencebik cemberut."Lalu ... tidak enak?" tebak Benji yang dibalas Lily dengan anggukan."Sangat t
"Kaisar! Dasar anak nakal! Bisa-bisanya kau tidak beritahu Ibu!"Pagi ini, rumah Benji kembali dihebohkan oleh Akane yang menemukan testpack yang pernah digunakan Lily di laci kamar dekat ranjang. Benjamin Kaisar bahkan tidak ingat pernah menyimpan benda itu di sana."Istrimu hamil lagi, kan? Atau kau juga tidak tahu?!" Dan kesalahpahaman itu, pada akhirnya melahirkan kesalahpahaman lain. Berbeda dengan Benji dan Lily yang kini duduk kaku di meja makan, Abia segera menghampiri sang mertua sambil tersenyum lebar."Maaf, Bunda. Aku berencana memberitahu Kaisar dan Bunda hari ini, tapi ternyata sudah ketahuan duluan ...." Perempuan itu bahkan mulai berbohong.Benjamin Kaisar menatap istrinya terkejut. Tidak menyangka Abia akan meladeni dan membuat kebohongan lain yang bisa saja memperumit keadaan."Ya ampun, Nak .... Syukurlah kau hamil lagi. Secepat ini? Bunda senang sekali mendengarnya ...," ucap Akane sambil memeluk menantunya kelewat bahagia.Kini, wanita itu bahkan mulai sibuk mene
Sampai pukul dua malam, Benjamin Kaisar tidak bisa tidur.Pria itu bahkan tidak lagi kembali ke kamar setelah pertengkaran cukup hebatnya dengan Abia. Istrinya benar-benar membuat Benji kecewa. Sang istri rupanya mengharapkan Lily keguguran, makanya membiarkan gadis itu diperlakukan buruk oleh Akane sesuka hati.Benji benar-benar ingin menegur ibunya, tapi bingung harus menjelaskan pada wanita itu bagaimana. Tidak mungkin ia mengaku bahwa Lily sedang hamil muda, makanya tidak boleh mengerjakan hal sesederhana membereskan rumah.Tapi, jika ia tidak mengaku pada Akane ... Benji takut ibunya akan semakin membahayakan kandungan Lily.Ketidakberdayaan pria itu membuatnya hanya bisa marah-marah pada Lily. Karena jika gadis itu tidak menolak Akane, maka Lily hanya akan terus membahayakan kandungannya sendiri. Meski seharusnya, Benji lah yang harus menjaga ibu hamil itu.Benjamin Kaisar bahkan sudah berjanji pada Geovano untuk merawat Lily dengan baik sampai gadis itu melahirkan.Tapi apa yan
"LILY!"Lily terlonjak kaget begitu mendengar bentakan dari belakang tubuhnya. Begitu menoleh ke arah belakang, wajah Benji lah yang ia temui tengah mengeras marah. Meski tidak merasa pernah berbuat salah, gadis itu tetap saja takut melihatnya."Ada apa, Tuan?" tanya Lily begitu pria itu kini berdiri di hadapannya yang masih duduk di bangku besi taman belakang sambil memangku kucing oren milik Bu Anin."Apa kau gila?! Kenapa kau mengangkat-angkat barang berat? Apa kau lupa pesan dokter?!" bentak Benji sambil berkacak pinggang di hadapan Lily yang mendongak menatapnya."Tuan tahu dari mana?" tanya Lily sedikit terkejut."Kau benar-benar tidak menghargaiku, Lily! Kau tidak sedikit pun berpikir dan khawatir pada anak dalam kandunganmu!" maki pria sipit itu lagi yang bingung harus Lily tanggapi bagaimana.Karena ucapan pedas itu terasa menamparnya. Ucapan Benjamin Kaisar sepertinya benar. Gadis itu bersikap seolah tidak menyayangi satu nyawa baru yang kembali tumbuh di rahimnya."Jawab! A
"Selain nakal, kau juga cukup tidak tahu malu, ya?" Lily yang pagi ini tengah sibuk mencuci piring bekas sarapan, hanya melanjutkan kegiatannya tanpa terlihat terganggu. Bukan karena gadis itu mengabaikan ucapan ibu dari majikannya, tapi Lily terlalu lelah untuk menyanggah.Akane tidak akan mengerti posisinya."Maaf, tapi aku ingin tinggal di sini, Tante ...." Gadis itu bahkan berucap lirih tanpa berani menatap Akane."Untuk apa? Menghancurkan rumah tangga bibimu?" tanya Akane to the point.Lily tidak lagi menyahut dan kembali melanjutkan kegiatan mencuci piringnya. Akane yang merasa diabaikan, pada akhirnya mendecih sinis."Karena kau tadi tidak membantu kami memasak, bereskanlah kamar untukku. Aku mau kamar di lantai atas. Jadi keluarkan semua barangmu dari sana sebelum sore!" perintah wanita itu tegas."Baik, Bibi." Lily mengiyakan tanpa protes. Padahal, gadis itu masih belum pulih dari sakitnya untuk siap memforsir tenaga.Sedangkan Abia yang sedari tadi mendengarkan percakapan
"Kukira Ibu sudah kembali ke Jepang."Benji berkomentar begitu pagi ini Akane datang lagi ke rumah. Rupanya, wanita itu masih ada di Indonesia bersama suami dan anak bungsunya. Sejujurnya, Benjamin Kaisar senang karena ibunya kini berdiam lama di sini. Tapi masalahnya, dia tidak menyukai Lily.Pria itu tidak mau Akane menyakiti Lily lagi seperti beberapa waktu lalu. Apalagi jika sang ibu tahu gadis itu kembali tinggal di sini. Benji harus melindunginya. Apalagi, Lily masih sakit."Aku akan tinggal di sini sampai seminggu ke depan. Malu rasanya tinggal terlalu lama di rumah mertua," jawab Akane sambil membantu Abia menyiapkan sarapan pagi ini di dapur.Benji yang sedari tadi duduk di meja dapur sambil membantu istrinya memotong sayur, kini terdiam. Berarti, dia harus menjelaskan pada Akane tentang keberadaan Lily sebelum wanita itu mengamuk langsung padanya."Oka-san ...." (Ibu ....) Kali ini, Benji memanggil serius."Nani?" (Apa?) sahut Akane setelah mencuci tangan dan ikut duduk di h







