Home / Rumah Tangga / Sentuhan Haram Suami Majikan / 1. Hampir Tertangkap Basah

Share

Sentuhan Haram Suami Majikan
Sentuhan Haram Suami Majikan
Author: Kak Fonnia

1. Hampir Tertangkap Basah

Author: Kak Fonnia
last update Last Updated: 2025-05-14 11:54:52

“Kenapa… kenapa Bapak ada di sini?” suara Khanza Alzea nyaris berbisik, nafasnya tercekat, tubuhnya membeku di tempat.

Rajendra Sky Anggakara, suami majikannya.

Khanza tidak tahu sejak kapan pria itu berada di kamarnya. Padahal pintu terkunci, dia yakin sudah menutupnya sebelum tidur. Tapi sekarang, pria itu berdiri di sana, tanpa suara, tanpa ekspresi, hanya sorot matanya yang berbicara.

Rajendra tidak menjawab. Hanya ada keheningan di antara mereka, ketegangan yang mencekik udara di sekitarnya. Lalu, pria itu melangkah maju, perlahan.

Langkahnya tenang. Terlalu tenang.

"P—Pak…" ucapnya dengan suara gemetar, hampir tak terdengar.

Khanza mundur, punggungnya membentur dinding. Ia bisa merasakan jantungnya berdetak kencang.

Rajendra menunduk sedikit, cukup dekat hingga Khanza bisa mencium aroma maskulin yang begitu khas dari tubuhnya. Aroma yang berbahaya.

Bibir pria itu melengkung tipis. "Jangan berteriak. Aku hanya ingin melihatmu lebih dekat."

Khanza merasa tubuhnya melemas. Ia harus keluar dari sini. Harus pergi. Tapi kakinya seakan tak bisa bergerak.

Lalu, tangan Rajendra terangkat.

Dan saat jemarinya hampir menyentuh wajah Khanza—

TOK! TOK!

Suara ketukan keras di pintu membuat tubuh Khanza tersentak.

Rajendra diam. Matanya masih menatap wanita yang ada di hadapannya itu. tetapi kini ada sesuatu yang lain di dalamnya. Sebuah peringatan.

"Lidya..." gumam Rajendra pelan.

Khanza membelalakkan mata. Suara itu adalah suara Lidya istri dari lelaki yang bersamanya itu.

“Khanza?” Suara Lidya disertai suara ketukan pintu.

Dengan jantung yang berdegup kencang, Khanza mendorong kuat tubuh lelaki itu. Matanya melotot ke arah Rajendra.

“Saya tidak mau dipecat oleh nyonya Lidya. Saya mohon Bapak diam di sini sampai istri Bapak pergi,” ucap Khanza.

Rajendra tidak menjawab. Dia melangkah mendekati Khanza dengan sorot mata tajam dan penuh damba.

“Saya akan turuti kemauan kamu, tapi ini tidak gratis.” Rajendra seakan mengambil kesempatan itu untuk melakukan aksinya yang sempat tertunda karena kedatangan istrinya itu.

“Terserah, Bapak.” Khanza tidak peduli, saat ini dia hanya berharap Rajendra tetap diam sampai Lidya pergi dari sana. Setelah itu barulah dia mengusir suami majikannya itu.

“Khanza? Apa kamu sudah tidur?” panggil Lidya lagi.

“Ya, Bu. Saya belum tidur,” sahut Khanza. Ia membukakan pintu dan menemui majikannya yang berdiri di depan pintunya.

Lidya menatap lekat wajah pucat dan berkeringat ART-nya itu. “Kamu kenapa? Kamu terlihat seperti orang panik,” tanya Lidya.

“Saya hanya kaget saja saat dipanggil sama Ibu. Tadi saya sudah tidur,” jelas Khanza yang tentunya berbohong.

“Gitu ya? Oh iya, apa tadi Mas Rajendra kasih tahu kamu kalau dia pergi?” tanya Lidya.

“Saya tidak tahu, Bu. Pak Rajendra juga tidak beritahu saya.” Lagi dan lagi Khanza terpaksa harus berbohong lagi. Karena, jikalau dia mengatakan yang sebenarnya makanya sudah pasti akan terjadi masalah besar dan pastinya dia akan dipecat dari pekerjaannya itu.

“Oh, saya pikir dia kasih tahu kamu. Kalau begitu saya ke kamar dulu.” Lidya langsung kembali ke kamarnya tanpa merasa curiga sama sekali pada ART yang baru beberapa bulan kerja di rumahnya itu.

Khanza bernafas lega, kemudian dia dengan cepat menutup pintu kamar. Tubuhnya ia sandarkan pada pintu, ia berdiri di sana sambil mengelus dadanya. Ia benar-benar takut kalau sampai ketahuan majikannya itu.

Dari sudut kamar mata elang Rajendra menatap tajam ke arah Khanza. Tidak berselang lama ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk dan yang menelponnya adalah Lidya, istrinya.

Rajendra mengangkat panggilan dari Lidya dan berbicara dengan suara kecil. “Ada apa?” tanya Rajendra.

“Kamu dimana, Mas? Saya sudah sampai di rumah, tapi kamu tidak ada di rumah?” Suara Lidya dari seberang sana.

“Lagi main di rumah teman,” jawab Rajendra berbohong.

“Pulang jangan sampai larut malam, Mas. Soalnya besok aku akan ke luar kota, aku ada kerjaan di sana.”

Mendengar perkataan Lidya, Rajendra memutar jengah bolanya sambil mengusap gusar wajahnya. Istrinya itu selalu ke luar kota dan selalu sibuk dengan pekerjaan. Sampai lupa dengan tugasnya sebagai istri. Semuanya dia serahkan pada ART dan itu sangat memuakkan bagi Rajendra.

Pernikahan mereka sudah menginjak satu tahun, tapi istrinya itu tidak pernah melakukan perannya sebagai istri. Lidya selalu sibuk dengan pekerjaan dan juga sibuk dengan urusannya yang lain.

Rajendra merasa kesepian, karena selalu ditinggal ke luar kota. Sekarang yang ada di rumah yang menyiapkan segala kebutuhannya adalah Khanza, ART pilihan istrinya.

“Berapa hari?” tanya Rajendra setelah diam beberapa menit.

“Dua minggu, Mas. Nanti semua perlengkapan dan kebutuhan Mas disiapkan sama Khanza,” kata Lidya.

“Oke, kalau begitu. Kamu tidur duluan saja, aku masih mau main sama teman-teman.” Tidak mau berlama-lama dan tidak mau membuang waktu bersama ART cantik pilihan istrinya itu dia pun langsung mematikan sambungan telepon.

Usia berbicara dengan Lidya, Rajendra melempar ponselnya ke arah ranjang. Kemudian kakinya melangkah menghampiri Khanza yang masih berdiri mematung di depan pintu.

“Ja–jangan mendekat, Pak.” Dengan satu tangannya Khanza memberikan aba-aba agar suami majikannya itu tidak mendekat.

Rajendra tetap diam. Namun, langkahnya terus menghampiri Khanza. Ia tidak peduli dengan larangan Khanza yang meminta untuk tidak mendekat.

Matanya menatap lekat wajah cantik nan ayu wanita yang selama ini mempersiapkan segala kebutuhannya layaknya seorang istri. Wajah itu begitu damai, lembut, menenangkan… sesuatu yang sudah lama tak dia rasakan dari pernikahannya.

Rajendra semakin mendekat. Tangannya terangkat, hampir menyentuh pipi Khanza. Nafas wanita itu tercekat, tubuhnya menggigil kecil saat merasakan hawa tubuh pria itu begitu dekat.

“Pak… jangan,” Khanza berbisik, nyaris seperti desahan ketakutan.

Tangan Rajendra nyaris menyentuh kulit halus itu, lalu tiba-tiba terhenti. Dia diam, jemarinya menggantung di udara.

Pandangan Rajendra masih menatap Khanza, tapi dalam sekejap sorot matanya berubah. Bukan lagi sorot pemangsa yang haus akan pelarian, melainkan kekosongan yang tiba-tiba menguasai seluruh dadanya.

Dan di sanalah, di detik itu juga, kesadarannya menabrak dirinya sendiri.

Apa yang sedang ia lakukan?

Hanya karena kesepian, hanya karena istrinya lebih sibuk dengan dunia luar daripada rumah sendiri. Dan sekarang, di hadapan perempuan yang bahkan hanya melakukan tugasnya sebagai ART untuk patuh pada perintah majikannya, dia hampir jatuh. 

Tanpa sepatah kata pun, Rajendra menurunkan tangannya perlahan. Tatapannya jatuh, tidak lagi menatap Khanza. Tubuhnya mundur satu langkah.

Suasana mendadak sunyi, hanya suara napas mereka yang tersisa. Satu berat dan tertahan, satu cepat dan cemas.

Tanpa berkata apa-apa, Rajendra memutar tubuh dan melangkah pelan menjauh, menghilang dalam bayang kamar tanpa meninggalkan jejak atau alasan.

Bukan karena takut pada Khanza. Tapi karena takut melihat bayangan dirinya sendiri, bayangan yang hampir mengkhianati satu-satunya ikatan yang masih tersisa dalam hidupnya.

Sementara Khanza, untuk saat ini dia merasa lega ketika Rajendra pergi. Namun, bagaimana jika nanti tuannya itu benar-benar bisa berbuat lebih … akankah Khanza mampu menolaknya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Haram Suami Majikan   Bab 72

    “Dok? Bagaimana keadaan Lita?” tanya Arga. “Maaf Pak, kami belum bisa memberikan yang terbaik,” jawab dokter dengan suara pelan. “Maksud, dokter?” tanya Arga semakin panik. “Kami tidak bisa—”“Tidak bisa apa, dok?” potong Arga yang terlihat semakin panik. “Dok? Adik saya tidak kenapa-kenapa, ‘kan?” Khanza juga terlihat panik. “Kami belum bisa memberikan yang terbaik, karena bisa saja pasien mengalami lupa ingatan,” jelas dokter. Mendengar perkataan dokter, Arga dan Khansa secara bersamaan menghela nafas panjang. Pikir mereka Lita tidak bisa diselamatkan, ternyata gadis itu hanya akan mengalami lupa ingatan. “Tapi Ibu dan Kapan tenang saja, karena ingatannya akan kembali sekitar 3 bulan. Jadi tidak perlu terlalu khawatir, sekarang kita tinggal menunggu pasiennya sadar.” “Iya, dok. Terima kasih banyak,” ucap Neli dan Rosa bersamaan. “Iya, sekarang Bapak dan Ibu sudah boleh masuk dan lihat pasien di dalam. Jika pasien sadar atau ada sesuatu yang terjadi dengan pasien, tolong ber

  • Sentuhan Haram Suami Majikan   bab 71 Lita Tak Terselamatkan

    Arga sudah pulang dari kampung, akan tetapi ia tidak bertemu Lita. Bahkan saat ia sampai di kampung ia tanyakan juga pada tetangga, tapi kata tetangga Lita tidak pernah pulang kampung sejak mereka berobat ke kota. Sesampainya di kota, lelaki itu langsung ke kediaman Rajendra. Sayangnya saat ia baru tiba di sana, ia mendapatkan informasi dari ART, bahwa Lita mengalami kecelakaan maut dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Jadi, saat ini Rajendra dan yang lainnya di rumah sakit. Karena saat ini Lita dilarikan ke rumah sakit. Mendengar berita yang mengenaskan, Arga langsung melesat mobilnya meninggalkan kediaman Rajendra. Ia melesat mobilnya menuju rumah sakit. Pikirannya makin tidak tenang saat mendengar kabar Lita mengalami kecelakaan maut. Arga mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Di posisi lain, tepatnya di rumah sakit. Khanza dan Neli tidak bisa menahan tangis saat melihat kondisi Lita yang sangat parah. Wajah dan tubuh gadis itu berlumuran darah.Rajendra dan Rosa teru

  • Sentuhan Haram Suami Majikan   Bab 70 Kecelakaan

    Lita sudah kemas semua pakaiannya. Dia sudah putuskan untuk kembali ke kota. Dia tidak mau buat Khanza kecewa lagi hanya karena kebodohan dirinya. Di luar sudah ada taksi yang sudah menunggunya. Setelah berpakaian rapi dan bersiap diri untuk pulang. Lita bergegas keluar dari kamarnya sambil mendorong kopernya. Di ruang keluarga ada Khanza dan Rajendra. Pasangan suami istri itu terkejut melihat Lita keluar dari kamar sambil mendorong koper dan juga menenteng tas ransel. Lita meletakkan kopernya, lalu ia menghampiri Khanza dan Rajendra. Ia akan berpamitan pada Khanza dan Rajendra. Gadis itu masih tetap tersenyum walaupun matanya masih bengkak karena menangis semalaman. “Kamu mau kemana? Kenapa bawa koper?” tanya Rajendra. “Lita pamit. Lita mau balik ke kampung,” jawab Lita sambil tersenyum. Menyembunyikan rasa sakit dan sedihnya. Ia tidak hanya tersenyum pada Rajendra, tapi juga pada Khanza. “Kak? Lita pamit ya,” ucap Lita pada Khanza. Khanza tidak menjawab. Ia diam dengan mata

  • Sentuhan Haram Suami Majikan   bab 69 Pelacur Kecil

    Plak!Plak! Lita begitu syok, dia baru saja pulang jalan-jalan bersama Arga, tapi disambut oleh Kakaknya dengan menamparnya.“Kak—”“Kau itu masih kecil, Dek! Kenapa kamu sudah melakukan dosa yang sama seperti Kakak?!” ucap Khanza memotong ucapan Lita. Mendengar suara Khanza yang menggelegar, Rajendra berlari keluar dari kamar dan ia terkejut melihat istrinya yang memarahi Lita. Rajendra mendekati Khanza, namun ia dikejutkan tamparan keras istrinya itu pada adik iparnya. Plak! Tamparan kembali mendarat sempurna di pipi Lita. Lita hanya diam dengan mata yang lekat menatap Kakaknya yang saat ini sedang memarahinya. Rajendra tidak bisa melakukan apapun, karena kalau dia membela Lita, sudah pasti dia juga yang dimarahi dan dipersalahkan oleh istrinya itu. “Kakak pikir kamu tidak akan jadi gadis yang rusak, tapi kamu sama dosanya dengan Kakak!” “Kakak merasa gagal jadi seorang kakak jagain Adiknya,” ucap Khanza lagi. Amarahnya membludak saat Rajendra mengatakan kalau adiknya itu sud

  • Sentuhan Haram Suami Majikan   bab 68 Ketahuan oleh Khanza

    “Ayo, kita bisa membuktikannya di kamar kamu. Atau bisa juga kita coba di mobil saya,” bisik Arga lagi dan tentunya membuat Lita tak bisa berkutik. Melihat Lita yang tidak bisa berkutik, Arga tersenyum. “Lain kali jangan menantang saya, kalau sudah pernah saya buat kewalahan.”Arga tersenyum dengan dada yang berdebar kencang. Ditambah lagi gejolak dalam dirinya. Lita benar-benar menguji keimanannya. Gadis itu benar-benar nakal dan keras kepala. “Atau kamu mau coba disini?” bisik Arga lagi. Lita yang tidak kuat lagi dan takut dilihat oleh Rajendra dan Khanza, ia pun menggigit kuat lengan kekar lelaki itu. Tapi semakin dia berontak dan berusaha gigit lelaki itu justru semakin mengeratkan melingkar tangannya di pinggangnya. “Mau coba disini juga boleh banget. Saya juga mau coba hal baru yang mungkin lebih menyenangkan,” ucap Arga. Mendengar itu, Lita la langsung memasang raut wajah masam dan memanyunkan bibirnya. “Apaan sih? Lepaskan saya!” ujar Lita kesal. Arga terkekeh. Ia tah

  • Sentuhan Haram Suami Majikan   Bab 67 Lita Arga Semakin Menantang

    Lidya duduk di ruangan istirahat para karyawan cleaning servis. Wanita itu duduk dengan kedua tangan menopang dagunya. Saat ini yang istirahat hanya dia, sedangkan yang lain sudah kembali menjalankan tugas mereka. Semenjak benar-benar pisah dari Rajendra dan tidak berurusan lagi dengan kedua orang tuanya, Lidya terlihat lebih diam dan tubuhnya juga terlihat kurus. Tidak seperti biasanya yang selalu ceria. Sekarang yang memperhatikan dirinya adalah Rangga. Walaupun pernah memarahi dan mengancam wanita itu, Rangga masih berbaik hati padanya dengan memberikan pekerjaan dan juga memberikan jam istirahat yang lebih dari karyawan lain. Bahkan lelaki itu juga sering belikan makan siang untuk Lidya. Seperti saat ini lelaki itu keluar dari ruangannya dan berjalan menuju ruang istirahat cleaning servis. Ia samperin Lidya yang duduk sendirian di ruangan itu. Melihat Lidya yang duduk dengan kedua tangan menopang dagu dengan tatapan kosong, Rangga pun menghampiri dan ikut duduk di samping Lidy

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status