Share

5. Rencana Aldi

Penulis: MAMAZAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-19 12:02:37

Acara ulang tahun Aldi pun tiba. Malam ini, Eliza tampak cantik dengan mini dress hitam yang selutut. Rambut hitamnya dengan sengaja dia gerai bergelombang, lalu memakai riasan tipis yang memancarkan kecantikan alami.

Angel tidak jadi ikut karena mendadak sakit, jadi Eliza berangkat sendirian ke sebuah klub malam di tengah kota.

Aldi menyambutnya dengan senyum sumringah.

"Hai, Eliza. Kamu sungguh cantik malam ini!" gombal Aldi.

Eliza tersenyum, “Terima kasih, Kak.”

"Aku kenalin dengan sahabat-sahabatku, ya?" ujar Aldi dan merangkul bahu Eliza.

Eliza yang merasa risih ingin melepaskan tangan Aldi, tapi karena banyak mata melihat ke arah mereka, ia mengurungkan niatnya dan membiarkan Aldi menuntunnya ke dalam.

"Bro, kenalin Eliza!" seru Aldi bangga kepada kedua sahabatnya.

“Hai, Eliza!”

Eliza memperkenalkan diri pada teman-teman Aldi, lalu ikut duduk di samping pria itu.

"Permisi, ini minumannya Nona, Tuan Aldi," ujar seorang pelayan dan memberikan Eliza segelas minuman dan untuk Aldi.

"Bukan alkohol ‘kan, Kak?" tanya Eliza ketika mengambil minuman.

"Bukan dong, cantik," jawab Aldi dengan senyuman penuh perhatian.

Tanpa rasa curiga sedikitpun, Eliza menegak minuman itu.

Eliza kemudian mengobrol dengan Leon dan Rikki, sementara Aldi hanya diam saja di sebelahnya. Eliza dapat merasakan tatapan pria itu terus mengikutinya.

"Kevin mana nih, kenapa belum datang?" ujar Leon.

"Entahlah," jawab Aldi tak acuh.

Tiba-tiba, Eliza merasa sedikit pusing. Pandangannya agak berkunang-kunang. "Kak, aku ke toilet bentar ya," pamitnya.

"Aku temenin ya," tawar Aldi.

"Gak perlu, Kak. Kak Aldi duduk saja," tolak Eliza.

"Nggak apa-apa. Aku takut kamu digangguin," kata Aldi lagi, berusaha meyakinkan Eliza.

Eliza pun pasrah. Benar kata Aldi, tempat ini sangat asing baginya.

Ketika keduanya pergi, Leon pun menatap curiga dengan tingkah Aldi.

"Anak gadis orang gak diapa-apain sama si Aldi ‘kan?" tanya Leon ke Rikki.

"Entahlah, tadi aku lihat dia nyuruh asistennya nyiapin ruang VVIP," jawab Rikki dengan polos.

"Shit! Kelewatan tuh anak kalau rusakin gadis baik-baik seperti Eliza!" umpat Leon.

"Sudahlah, kita gak perlu campur." Rikki mencegah Leon berdiri.

"Tapi—" 

Rikki menyuruh Leon kembali duduk. Mau tak mau, Leon mendengarkannya. 

Sementara itu, di dalam toilet, Eliza memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri. "Kenapa kepalaku tiba-tiba sakit banget ya?" gumamnya.

Setelah berusaha menenangkan diri, Eliza keluar dari toilet dan berniat untuk pulang. Akan sangat berisiko kalau kepalanya tambah sakit padahal dia harus menyetir.

"Kak, maaf banget. Sepertinya Eli harus pulang lebih awal," ujar Eliza tidak enak hati pada Aldi yang menunggunya di depan pintu.

"Loh, kenapa Eliza?" tanya Aldi. Namun, samar-samar senyum terukir di sudut bibirnya.

"Kepalaku tiba-tiba sakit banget,” jawab Eliza sambil kembali memijit pelipisnya.

"Ya sudah, kamu istirahat aja dulu di ruang VVIP, aku belikan obat sakit kepala. Bisa bahaya kalau kamu pulang dengan keadaan seperti ini," ujar Aldi, lalu menuntun Eliza ke sebuah ruang yang jauh dari keramaian.

Eliza mengikutinya tanpa curiga sedikitpun.

"Kamu istirahat aja dulu, aku suruh orang beliin kamu obat, ya?" ucap Aldi yang terdengar sangat perhatian.

"Makasih Kak, maaf malah ngerepotin," ujar Eliza tidak enak hati.

"It’s okay, Eli," Aldi pun menutup pintu dan meninggalkan Eliza seorang diri.

Di sisi lain, Kevin baru saja tiba dan langsung masuk ke sebuah ruangan privat yang biasa menjadi tempat khusus untuknya dan teman-temannya berkumpul. 

Ia masuk melihat Rikki dan Leon.

"Maaf telat," kata Kevin begitu duduk di samping Leon. "Mana si birthday boy?" 

"Lagi di ruang VVIP sama pacarnya," jawab Leon.

"Oh, biarin aja dia nikmatin waktu berduaan," sahut Kevin santai.

"Yoi, katanya kenal sama kamu juga Kev!" imbuh Rikki.

Deg!

Perasaan Kevin tiba-tiba tidak enak.

"Siapa?" tanya Kevin penasaran, mengerutkan keningnya.

"Namanya Eliza. Mana cantik banget! Asem, beruntung banget si Aldi!" cerocos Rikki.

"Eliza??" tanya Kevin memastikan, tanpa sadar menaikkan oktaf suaranya.

"Iya, Eliza, katanya sahabat Angel. Kamu kenal?" ujar Leon.

Mendadak Kevin seperti tersambar petir. Dadanya terasa panas. Saat dia baru menemukan penyembuh luka di hatinya, tapi sekarang harus tergores sekali lagi.

Kerongkongannya terasa kering membayangkan apa yang akan Eliza dan Aldi lakukan di dalam. 

Bagaimana pun, Kevin sangat tahu tabiat Aldi kalau sudah bersama seorang wanita.

Kevin lantas mengambil minuman yang ada di depannya dan langsung menegakknya habis.

Di ruang VVIP.

Aldi baru kembali dan membawakan tas Eliza.

"Gimana? Masih sakit?" tanyanya basa-basi dan duduk di samping Eliza yang tampak sedikit pucat.

"Masih Kak, obatnya mana?"

"Belum datang," kata Aldi. Padahal dari awal dia tidak ada menyuruh orang untuk membelikan obat.

Mata Eliza sedikit terpejam dan menyandarkan dirinya di sofa.

Aldi mendekat dan membelai pipi Eliza.

"Kak, jangan..." Eliza sontak kaget dan menarik diri, berusaha menjauh dari Aldi yang terus mendekat.

"Kenapa?" tanya Aldi dengan suara berat. Sedari tadi ia sudah tidak mampu menahan hasratnya, apalagi melihat tubuh Eliza yang begitu menggoda.

"Jangan macam-macam, Kak!" seru Eliza sedikit berteriak ketika Aldi justru semakin menghapus jarak.

"It’s okay, Eliza, aku sayang banget sama kamu," ucap Aldi. Dia meraih dagu Eliza dan menciumnya dengan paksa.

Plak!

Eliza dengan keras menampar pipi Aldi. Sekujur tubuh gadis itu gemetar ketakutan.

Mendapatkan tamparan dari Eliza, Aldi naik pitam. Ia menarik paksa Eliza, mencengkeram kedua tangannya kuat dan semakin agresif menciuminya.

Eliza ingin berteriak, tapi suaranya seolah tersangkut di tenggorokan. Kepalanya berputar-putar dan perutnya seolah keram. 

Dengan sisa tenaga, gadis itu menendang bagian bawah Aldi, membuat pria itu langsung mengaduh kesakitan.

"Argh! Sialan!" 

Eliza yang tidak puas kembali menendang tulang kering Aldi.

"Dasar bajingan!" teriak Eliza, lalu sempoyongan keluar dari ruangan.

Langkahnya tertatih-tatih karena sakit kepala semakin menyerangnya. Pandangannya mulai memburam. Namun, Eliza memaksa kakinya terus menyusuri lorong yang sepi.

“Kak Kevin…” Eliza tanpa sadar memanggil nama yang terlintas di benaknya. 

“Kak Kevin, tolong aku….” 

Eliza merasa dirinya sudah di ambang batas. Sebelum kesadarannya menghilang, ia mendengar derap langkah menghampirinya dengan cepat.

Samar-samar, Eliza mengenali sosok tegap itu. 

“Eliza!”

Lalu semuanya menjadi gelap.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   222. Part Tian Nita #70 (TAMAT)

    Malam semakin larut, dan para tamu mulai berpamitan. Nita yang berdiri di samping Tian, merasakan kelelahan yang menyenangkan.Tian menunduk, bibirnya berbisik parau ke wanita yang kini resmi menjadi istrinya. "My wife?"Nita menoleh, senyum manis terukir di bibirnya. Matanya memancarkan gairah yang sama. "Yes, my husband?"Tian tersenyum penuh kemenangan. Tian dan Nita meninggalkan para tamu dan keluarga yang masih berada di ballroom. Mereka hanya melambaikan tangan singkat, tidak peduli dengan tradisi pelemparan bunga. Raja dan Ratu malam itu menghilang di antara kerumunan pengiring dan bodyguard yang sigap mengawal mereka menuju private elevator.Beberapa detik kemudian, lift membawa mereka langsung ke puncak hotel.Ceklek! Suara pintu kamar Presidential Suite terbuka, menyambut mereka.Nita memekik tertahan. “Oh my…”Kamar itu sangat luas, dengan langit-langit tinggi dan jendela kaca penuh dari lantai ke langit-langit yang menawarkan pemandangan gemerlap kota London. Ruangan itu m

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   221. Part Tian Nita #69

    Dua minggu berlalu dalam sekejap mata. Dua minggu penuh dengan persiapan gila-gilaan, ciuman curian di ruang rapat, dan Tian yang selalu berhasil membuat Nita melupakan segala hal kecuali kehadirannya.Dengan segala persiapan dalam waktu singkat, hari yang dinantikan pun tiba. Hari di mana Nita Clarissa Winston akan resmi menjadi Nyonya Christian Alexander, Ratu dari The Golden Star.Semua tamu VIP London, mulai dari kalangan bisnis, politik—tentu saja yang bersih—hingga sahabat dekat, berkumpul di ballroom hotel termewah yang disewa penuh oleh Tian.Seluruh ruangan disulap menjadi taman surgawi yang dominan warna putih bersih dan emas. Alih-alih dekorasi yang ramai, Tian memilih sentuhan elegan yang sangat berkelas.Ribuan kuntum mawar putih yang melambangkan kemurnian cinta, lily putih yang elegan, dan bunga-bunga daisy kecil yang memberikan sentuhan kesederhanaan Nita, bertebaran di setiap sudut, di meja-meja bundar, hingga menara bunga di atas altar. Aroma wangi bunga segar memenu

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   220. Part Tian Nita #68 (21++)

    Yah, Tian memilih menuju kantor karena jarak kantor lebih dekat dari pada mereka harus menghabiskan waktu 45 menit untuk tiba di rumah. Ia tidak memiliki kesabaran sepanjang itu. Begitu melihat Nita memakai gaun pengantin, semua kendali Tian hilang."Oh my, Tian." Nita tersenyum, ia menjatuhkan asal tasnya ke lantai dan melingkarkan kedua tangannya di leher Tian. Ia tahu Tian berada di ambang batas.Sialnya, gerakan halus itu membuat Tian semakin panas, membuat pria itu hilang akal. "You make me crazy, love!" geram Tian yang kembali melumat bibir ranum Nita. Ciuman itu kuat dan liar, menuntut pembalasan atas setiap detik yang mereka buang di butik tadi.Nita membalasnya tak kalah liar. Tian terlalu hebat, mengajarnya begitu cepat untuk menjadi seorang yang ahli dalam ciuman.Bibir mereka beradu dengan ciuman yang dalam, lidah, dan saliva saling bertukar, memabukkan. Tian mengangkat tubuh Nita, kaki Nita secara naluriah mengunci pinggangnya, menggendongnya ala koala. Pria itu berjalan

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   219. Part Tian Nita #67

    Kata-kata seduktif Tian spontan membuat wajah Nita memanas. Ia masih belum terbiasa dengan sisi Tian yang blak-blakan dan mendominasi seperti ini. Ia memukul pelan bahu Tian."Sayang! Aku hanya ingin membuat kejutan kecil..." jawabnya dengan nada manja."Kejutan kecil sudah cukup membuatku gila," balas Tian, matanya berkobar penuh gairah."Dang!" Tian kembali melumat bibir Nita begitu dalam, menciumnya dengan intensitas yang tinggi, seolah tak peduli mereka berada di butik mewah. Ia merengkuh pinggang Nita erat-erat, membenamkan Nita dalam pelukannya.Tepat saat ciuman mereka semakin memanas, Ms. Evelyn membuka pintu tanpa aba-aba, hendak memberikan daftar pengukuran terakhir. Ia terkesiap, segera menutup matanya."Ma-maaf..." ujarnya tidak enak dan kembali menutup pintu, memberikan waktu untuk calon pengantin. Wajah Ms. Evelyn memerah, ia tidak menyangka fitting baju bisa seintim ini.Blush! Wajah Nita merona merah hingga ke telinga. "Sayang..." Nita memukul dada Tian dengan gemas.T

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   218. Part Tian Nita #66

    Tidak lama kemudian, Nita masuk ke dalam ruangan Tian. Ia terlihat cantik dan segar, mengenakan dress kasual yang rapi. Tian yang melihat kekasihnya datang langsung berdiri dan membuka kedua tangannya.Nita tertawa bahagia dan berlari kecil, langsung masuk ke dalam pelukan Tian. Ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh Tian yang maskulin."I miss you so bad!" Tian mengeratkan pelukannya, mengecup puncak kepala kekasihnya dan turun menciumi bibir ranum Nita dengan ciuman yang singkat namun penuh hasrat."Kita bertemu setiap hari, Tian!" jawab Nita, usai Tian melepaskan bibirnya. Ia memukul pelan dada Tian karena gombalannya yang berlebihan.Tian hanya menjawab dengan menaikkan bahu acuh. "Aku tahu. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa aku merindukanmu setiap detik.""Gombal," Nita tertawa. "By the way, aku melihat Sir Geoffrey di luar, dan dia terlihat... kacau?" tanyanya, keningnya berkerut. Nita sempat melihat Geoffrey di lobi, dan penampilan pria tua itu benar-benar menyedihkan.Tian ter

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   217. Part Tian Nita #65

    Tiga hari berlalu. Segala persiapan pernikahan kilat Nita dan Tian sudah berjalan serba cepat dan mulus. Selama tiga hari ini, Tian tidak pernah sedetik pun meninggalkan Nita sendirian.Saat ini, Tian sedang berada di kantornya, The Golden Star. Ia tampak tenang, menyelesaikan beberapa berkas penting yang berhubungan dengan transfer aset Sir Geoffrey—memastikan seluruh jaringan Edward dan ayahnya benar-benar lumpuh.Tiba-tiba, suara pintu ruangannya dibuka dengan kasar, bahkan nyaris terhantam dinding. Sir Geoffrey, Ayah Edward, masuk dengan wajah panik, lusuh, dan putus asa. Pria yang dulunya angkuh dan berkuasa itu kini terlihat seperti pria tua yang rapuh. Ia sudah tidak memiliki kekuasaan dan pengaruh, kini hanya seorang ayah yang mencari anaknya yang menghilang.Sir Geoffrey mendekat ke meja Tian, nadanya memohon, bergetar. "Tuan Alexander! Edward... Edward menghilang! Dia tidak bisa dihubungi! Kau pasti tahu di mana anakku, bukan?"Tian bersandar di kursi executive-nya, ekspresi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status