Masuk"Mengapa kita ke kamar, bukannya ke tempat karaoke seperti kemarin, Elvan?"
Rania terus protes saat mengikuti langkah Elvan menyusuri koridor hotel. Ada rasa aneh di tubuhnya yang membuatnya gelisah, tapi ia terus melangkah.
"Elvan, aku bertanya padamu! Aku ... sepertinya aku tidak enak badan. Bisa kita kembali besok saja?" tanya Rania akhirnya.
"Tidak bisa! Harus malam ini."
"Tapi aku tidak enak badan, Elvan. Aku berkeringat," sahut Rania sambil mengusap lehernya.
"Nanti juga akan baik-baik saja. Ayo!"
Elvan menarik Rania sampai akhirnya mereka tiba di depan sebuah kamar.
Di dalam kamar sendiri, Lucas sudah menunggu sambil meneguk winenya. Ia sudah membatalkan semua janji temunya hanya demi LC yang begitu menarik minatnya, wanita kaku seperti baru pertama kali menjadi LC, tapi membuat Lucas tidak bisa berhenti memikirkannya.
Bel pintu berbunyi dan Lucas pun segera membuka pintunya. Ia pun langsung terpana melihat wanita LC-nya di sana, sedang berdiri dengan gelisah, tapi wajahnya sangat ekspresif.
Rania sendiri langsung membelalak melihat pria itu, bos suaminya yang sudah berdiri dengan kancing kemeja yang terbuka.
"Bos, aku membawa Rania. Dia akan menemani Anda malam ini," seru Elvan antusias.
"Elvan, aku tidak menemani di kamar, ini ...."
Belum sempat Rania selesai bicara, Elvan sudah mendorong istrinya masuk ke kamar Lucas sampai Rania terhuyung ke dalam. Elvan pun segera menutup pintunya dan pergi dari sana sampai debar jantung Rania memacu kencang.
"Apa maksudnya? Elvan! Elvan!" panggil Rania yang mendadak panik.
Rania berlari ke arah pintu dan berniat membukanya, tapi Lucas langsung menangkap pinggang wanita itu ke dalam pelukannya.
"Kau mau ke mana, Rania? Aku sudah membelimu malam ini."
Rania membelalak. Kesadarannya masih cukup untuk memahami maksud Lucas.
"Membeli apa? Sudah kubilang aku tidak jual diri! Lepaskan aku!"
"Semua LC sama saja. Mungkin kau hanya masih amatir, tapi aku tidak keberatan mengajarimu," bisik Lucas yang langsung mendaratkan bibirnya ke bibir Rania.
Rania tersentak dan mendorong dada Lucas. "Lepaskan! Pasti ada kesalahan di sini, Pak. Aku bukan wanita seperti itu. Aku ... ah ...." Mendadak Rania mendesah saat rasa geli mulai merambat ke seluruh bagian tubuhnya.
Pelukan Lucas membuatnya makin tidak tahan. Ada rasa nikmat saat kulitnya bergesekan dengan kulit Lucas.
Entah apa yang terjadi pada dirinya, tapi ia tidak nyaman, seolah butuh sentuhan. Rania memejamkan matanya dan napasnya tersengal sampai Lucas yang melihatnya pun ikut mengernyit.
Gelagat Rania sama sekali tidak biasa, seperti ada dalam pengaruh obat perangsang. Apa Elvan memberinya obat?
Lucas tidak suka wanita yang terpaksa berhubungan dengannya, tapi entah mengapa, kali ini ia menyukainya.
"Apa yang kau mau, Rania?"
Rania menggeleng. Tangannya refleks memeluk leher Lucas, mendekatkan wajah mereka, tapi tidak yakin apa yang ia inginkan.
"Kau mau aku menyentuhmu?" bisik Lucas lagi tepat di depan wajah Rania.
Hembusan napas pria itu menerpa kulit wajah Rania. Aroma alkohol menyeruak di sana sampai membuat hasrat Rania sendiri terlecut.
"Ya ... sentuh aku ... sentuh aku," pinta Rania yang sudah tidak sadar lagi apa yang ia katakan.
Lucas tersenyum miring. "Dengan senang hati, Rania," bisik Lucas lagi, sebelum ia kembali mendaratkan bibirnya ke bibir ranum Rania.
Lucas memagutnya liar dan Rania pun membalasnya dengan intensitas yang sama. Rania sudah tidak mampu berpikir lagi saat dorongan hasrat di tubuhnya sudah semakin besar. Bahkan ia memejamkan mata saat bibir Lucas mulai bergerak dari telinga hingga ke leher jenjangnya, berlama-lama di sana.
Lucas menggigit bahu Rania sambil menurunkan tali tipis gaun wanita itu. Gaun mini itu meluncur indah ke kaki Rania. Hawa dingin langsung menerpa kulitnya, tapi rasa panas di dalam dirinya makin membara.
Saat Lucas akhirnya membaringkan tubuh Rania ke ranjang, gesekan dengan sprei halus membuat Rania makin gelisah.
Hingga Lucas pun menindih wanita itu. Desahan Rania makin keras saat bibir Lucas mulai bermain di dadanya dengan lincah.
"Ah, aku tidak tahan lagi, seperti ada yang akan meledak. Tolong aku ... rasanya ...."
Ucapan Rania patah-patah, tapi Lucas yang mengerti apa yang dibutuhkan Rania pun langsung mengarahkan tangannya menyelinap di antara kedua kaki Rania dan menemukan kelembutan di sana.
"Pak ...," pekik Rania tertahan saat Lucas mulai memainkan jarinya di bawah sana.
Rania menggigit bibirnya menahan rasa yang menggila. Kepalanya mendongak dan ekspresinya membuat Lucas tidak tahan lagi.
"Kau akan menyukai kelanjutannya," bisik Lucas lagi yang langsung berkutat dengan celananya.
Dengan satu hentakan, Lucas menyatukan tubuh mereka. Begitu lembut, sempit, dan membuatnya gila karena rasa nikmat yang berbeda.
Biasanya wanita yang melayani hasratnya, tapi kali ini kebalikan. Rania yang sedang dalam pengaruh obat sangat berhasrat sampai Lucas membiarkan wanita itu terus memimpin permainan mereka dan Lucas pun berakhir dengan memuaskan Rania sampai tengah malam.
**Lucas pasti sudah gila saat akhirnya ia mencium Rania. Ini sama sekali bukan rencananya, tapi lagi-lagi ia tidak tahan. Berdua dengan wanita itu, melihat Rania-nya berubah menjadi wanita barbar, dan melihat bibir itu terus mengaum melawannya, membuat hasrat Lucas tidak bisa dikendalikan lagi. Dan Lucas tidak menyesal saat akhirnya ia bisa merasakan bibir itu lagi, bibir lembut yang sangat ia rindukan, bibir yang selalu menjadi candunya. Lucas memagutnya dengan kasar pada awalnya, tapi begitu merasakan kelembutan bibir itu yang masih sama, perlahan Lucas mulai melembut dan berganti dengan hasrat yang membara. Rania sendiri membeku saat bibir Lucas menyentuh bibirnya lagi. Hembusan napas pria itu menerpa kulitnya, membuat tubuhnya meremang. Untuk sesaat, Rania tidak tahu harus melakukan apa. Ia juga merindukan rasa itu, ciuman Lucas yang selalu lembut padanya. Namun, ia tahu ini bukan waktunya bernostalgia karena Lucas, sang big boss, alih-alih sedang merindukannya, malah sedang m
"Cari tahu di mana kamarnya dan dengan siapa dia tidur sekamar, Surya!" Lucas tahu tidak seharusnya ia melakukan ini, tapi Lucas tidak bisa menahan dirinya. Begitu Rania pergi dari restoran, Lucas pun langsung meminta Surya mencari tahu kamar Rania. Dan tidak butuh waktu lama bagi Surya untuk mengetahuinya. "Ini nomor kamarnya dan dia sendirian, Pak." Lucas mengangguk dan segera berpamitan pada semua orang di sana. "Maaf semua, aku lupa kalau ada conference yang harus kulakukan lebih awal, jadi silakan lanjutkan acaranya. Aku pergi dulu!" pamit Lucas. Raynard sendiri mengangkat tangannya, memberi kode singkat, tapi Lucas menatapnya datar. Entah mengapa, mendadak ia merasa marah pada adiknya itu, padahal selama ini Lucas paling menyayangi Raynard. Raynard sampai mengerjapkan mata melihat sikap kakaknya itu, seolah tidak mengenalnya. "Ada apa dengannya?" gumam Raynard yang tetap santai, tidak ambil pusing dengan sikap kakaknya itu. Tanpa mempedulikan yang lain, Lucas pun langsun
Sepanjang acara makan malam berlangsung, Rania tidak berpindah dari sisi Raynard. Ia duduk sedikit lebih dekat daripada biasanya, seolah membutuhkan perisai. Rania berlindung di samping tubuh Raynard yang besar untuk menutupi garis pandang Lucas.Tapi itu tidak berhasil.Rania sudah berusaha untuk acuh, tapi rasanya seolah ia bisa merasakan tatapan Lucas di setiap gerakannya. Raynard sendiri terus tertawa, begitu menikmati kedekatannya dengan Rania. Wajah itu jauh lebih cantik saat dilihat dari dekat. Beberapa kali rambut Rania jatuh ke depan saat wanita itu menunduk untuk makan dan tangan Raynard gatal sekali untuk menyingkirkannya. Untungnya, ia bisa menahan diri dengan baik. Namun, wanita itu terus bergerak gelisah dan beberapa kali mengembuskan napas panjangnya. Entah apa yang membuatnya tidak nyaman. "Kau baik-baik saja, Rania?" bisik Raynard dengan suara yang lebih pelan. Alunan musik di restoran itu membuat suara pelan Raynard tidak akan terdengar oleh orang di sekitar mere
Rania pernah berharap seumur hidupnya agar jangan dipertemukan lagi dengan Lucas.Mungkin, perasaannya memang tidak akan hilang semudah itu, tapi Rania akan mencobanya dan waktu akan menyembuhkan segalanya. Rania pun baru saja menata ulang hidupnya, dan ia tidak menyangka ia akan menemui batu besar yang menggoyahkan seperti ini. Lucas Mahendra. Pria itu berdiri tepat di hadapannya sekarang dengan kondisi yang sangat berbeda. Masih tetap tampan, gagah, dingin, dan mendebarkan. Napas Rania benar-benar tertahan di sana. Sementara Lucas sendiri mendadak membeku, bahunya menegang, tatapannya goyah. Untuk beberapa saat, seolah suara angin pantai menghilang, suara tamu meredup, dan hanya ada dirinya serta Rania berhadapan di sana. Ini bukan halusinasi kan? Demi Tuhan, Lucas setuju berlibur ke Bali dengan tujuan untuk melupakan Rania, tapi keputusannya malah membawanya ke hadapan wanita itu. Debar jantung Lucas memacu kencang, bukan hanya karena pertemuan mengejutkan ini, tapi karena w
Begitu pesawat mulai stabil di udara, perlahan Rania mulai tenang. Napasnya masih tersengal dan jantungnya memacu kencang, tapi perlahan Rania membuka matanya. Dengan cepat, ia menyadari kalau yang digenggamnya bukan sandaran lengan, tapi benar-benar lengan seseorang. Bahkan bukan sekadar menggenggam, tapi kuku-kukunya menancap di lengan Raynard di sana. Rania langsung menarik tangannya sambil menahan napas."Astaga, maafkan aku, Chef! Aku tidak sadar, aku benar-benar tegang barusan." Raynard menunduk melihat lengannya, menemukan empat bekas goresan tipis kuku Rania, tapi alih-alih marah, ia malah tertawa, tawa pelan yang hangat dan sama sekali tidak tersinggung."Haha, santai saja, Rania. Tidak apa, aku masih hidup," sahutnya sambil mengangkat alis. "Malah sejujurnya, aku lebih takut kalau kau pingsan."Rania menggigit bibirnya sejenak saking malunya, sebelum akhirnya ia tertawa. "Ini memalukan sekali, Chef. Tapi aku tidak akan pingsan." Raynard tergelak santai. "Baguslah kalau b
"Ah, Lucas ...." Desahan Rania terdengar begitu seksi saat Lucas terus menyiksa bagian bawah tubuhnya. Setiap bagian dalam diri Rania selalu menjadi candunya, membuat hasrat Lucas mengentak tidak terkendali. Wanita itu menjambak rambut Lucas dan menekan kepalanya makin ke dalam, sebelum akhirnya wanita itu mengejang dan mendapatkan pelepasannya. "Aku menginginkanmu sekarang, Rania!" seru Lucas yang langsung mengentak kemejanya terlepas.Tanpa menunggu lama, Lucas menyatukan tubuh mereka. Nikmat sekali. Bagaikan mendapat oase di tengah gurun pasir, dahaga Lucas langsung teredakan. Lucas menggerakkan tubuhnya makin cepat sampai desahan Rania makin keras juga, hingga saat Lucas merasa dirinya hampir sampai. "Rania ...," geram Lucas, yang entah bagaimana mendadak tersentak ke alam sadarnya dan membuka matanya nyalang. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamarnya. Lucas sempat mematung sejenak, sebelum kesadarannya benar-benar pulih. Buru-buru Lucas menyentuh ran







