Share

Bab 7

Author: Mommy_Ar
last update Last Updated: 2025-08-18 12:07:23

"Ara, Anna ini adik kamu," ucap Rafi pelan, nada suaranya terdengar seperti sedang berusaha mendamaikan keadaan.

"Dan Aga juga sahabat kamu," balas Ara santai, seolah tak terpengaruh oleh ketegangan yang mulai terasa di meja makan itu.

"Ara!" tegur Rafi, matanya menatap tajam pada Ara.

"Sudah! Kenapa malah kalian berantem," lerai tante Hera. Wanita itu menghela napas, kedua matanya memandang penuh iba pada Ara.

"Maaf Tante," ucap Ara, menundukkan kepalanya.

"Gapapa sayang," tante Hera menggenggam tangan Ara dengan hangat, berusaha menenangkan suasana. "Aga kan juga sudah tante anggap anak Tante sendiri."

"Terimakasih Tante," ucap Aga tulus, sedikit tersenyum sambil melirik Ara yang masih menunduk.

Rafi mendengus kasar, jelas sekali rasa kesalnya tidak bisa ia sembunyikan. Makan siang itu pun berlangsung hening.

Suara sendok beradu dengan piring terdengar sayup-sayup, hanya sesekali Tante Hera dan Ara yang berusaha membuka percakapan. Suasana meja terasa kaku dan penuh tekanan.

Hingga tak lama, seorang pelayan datang membawa sup panas di atas nampan perak. Wajahnya gugup, mungkin karena merasakan hawa dingin dari meja keluarga itu.

Namun tiba-tiba, langkahnya goyah. Anna yang duduk di sampingnya dengan sengaja mencolek dan mencekal kaki pelayan itu.

Tubuh pelayan kehilangan keseimbangan dan bruk! ia terjatuh. Sup panas yang dibawanya tumpah seketika, mengenai tubuh Ara.

"Aarrrrkkhhh!" jerit Ara melengking, tubuhnya tersentak karena panas yang membakar kulitnya.

"Kamu bisa kerja gak sih hah!" bentak Rafi keras pada pelayan itu, matanya penuh amarah.

"Maaf Pak, maaf. Saya—" pelayan itu gemetar, matanya sekilas menatap ke arah Anna seolah ingin berkata sesuatu, tapi Anna sudah menatapnya tajam, memberi peringatan diam-diam.

"Kak Rafi, mungkin dia gak sengaja. Namanya manusia tempatnya salah," ujar Anna tiba-tiba dengan suara lembut, wajahnya tampak penuh kepura-puraan. "Kak Ara juga gapapa kan?" tanyanya manis, pura-pura khawatir.

Ara menahan amarahnya, jemarinya mengepal kuat di pangkuan. Ia tahu betul siapa dalang sebenarnya, tapi memilih diam agar tidak mempermalukan diri sendiri.

Namun Aga yang sejak tadi duduk di sampingnya segera bangkit. Dengan sigap, ia melepas jasnya dan menyampirkan ke tubuh Ara, menutupi bagian baju Ara yang basah oleh sup panas.

"Kamu gapapa?" tanya Aga pelan, suaranya penuh cemas saat melihat wajah Ara yang memerah karena panas.

"Gapapa, cuma panas banget," gumam Ara lirih.

Meski bibirnya berusaha tersenyum, rasa perih di kulitnya jelas tidak bisa disembunyikan.

"Kita pulang?" Aga menunduk, menatap mata Ara dengan lembut.

Ara hanya mengangguk singkat. Hatinya sudah jenuh berada di ruangan itu.

"Tante, maaf, Ara pamit dulu ya," ucapnya sopan sambil menoleh pada Hera.

"Sayang, kamu yakin gapapa?" tanya Hera khawatir, matanya berkaca-kaca melihat Ara menahan sakit.

"Gapapa kok Tante. Ana benar, manusia emang tempatnya salah." Suara Ara terdengar tenang, meski dalam hatinya mendidih.

Ia sengaja menelan luka demi menjaga perasaan Tante Hera.

"Ya sudah, Tante anter ya?" tawar Hera, berdiri hendak ikut.

"Gak usah Tante," Ara tersenyum tipis, "Ara masih ada kerjaan di kantor. Jadi ini mau langsung ke kantor aja."

"Tapi—" Hera mencoba menahan.

"Hanya sebentar Tante. Nanti, saya langsung anter Ara pulang," sahut Aga cepat, berusaha meyakinkan.

"Ya sudah kalau begitu, kalian hati-hati ya," ujar Hera akhirnya, meski wajahnya masih menyimpan cemas.

"Iya Tante," jawab mereka berdua hampir bersamaan.

Namun, saat Ara hendak melangkah pergi, sebuah genggaman keras menghentikan langkahnya. Tangan Rafi mencengkeram lengan Ara.

"Kita belum bicara, Ra!" Rafi menatap tunangannya tajam, suaranya penuh desakan.

Ara berhenti, menoleh dengan tatapan yang jauh lebih menusuk. Bibirnya mendekat ke telinga Rafi, lalu berbisik tajam penuh amarah, "Yang harusnya kamu lakukan itu, TERIMAKASIH ke aku."

Wajah Rafi seketika menegang, urat di pelipisnya tampak menonjol.

"Aku masih baik hati, gak bongkar kelakuan bejat kamu di depan ibu kamu," lanjut Ara dengan suara nyaris tak terdengar orang lain, tapi cukup untuk membuat darah Rafi mendidih.

Tanpa ragu, Ara menepis kasar tangan Rafi hingga pria itu terhuyung sedikit. Tatapannya penuh penghinaan sebelum akhirnya ia melangkah pergi bersama Aga, meninggalkan Rafi yang terdiam, wajahnya memerah antara marah dan malu.

Tante Hera yang melihat dari jauh hanya bisa kebingungan, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik sikap dingin Ara terhadap Rafi.

Sementara Anna, tersenyum tipis penuh kepuasan, seolah menikmati retaknya hubungan mereka.

Seperginya Ara dan Aga. Kini Rafi dan Ana kembali duduk di kursi nya. Tapi tatapan mata Hera sejak tadi tak lepas dari anak nya.

‘’Rafi …”

‘’Iya Ma?’’ jawab Rafi.

‘’Jadi, kapan pernikahan kamu sama Ara akan di laksanakan ?’’

Seketika itu, Ana langsung tersedak mendengar pertanyaan dari tante Hera. Rafi dengan cepat mengambil air minum dan ia berikan pada Ana.

Membuat mata Hera semakin sipit menajam ke arah putra nya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Henny Aruan
raffi pura2 perhatian sama ara demi menjaga ibunya saja. dia lebih suka selangkangannya ana
goodnovel comment avatar
enur .
ih kezel banget sama Anna , dasar rubah ,dasar ulet bulu
goodnovel comment avatar
enur .
gak akan terjadi tante , karna apa ?? karna anak tante sendiri yang telah menggagal kan pernikahan itu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Sahabat Pacarku   Bab 8

    "Ma, bisa gak kalau bahas pernikahannya nanti aja. Sekarang Ara gak ada," kata Rafi buru-buru, nada suaranya terdengar gelisah."Ara gak ada, tapi kamu ada. Kamu itu laki-laki!" sahut Hera tajam, kedua matanya menyorot penuh kewibawaan seorang ibu."Nanti, Rafi akan bahas dulu sama Ara!" jawab Rafi, kali ini lebih pelan, seolah mencoba menahan emosi.Hera menghela napas panjang, lalu menatap putranya lekat-lekat. Tatapan itu menusuk, seakan menembus lapisan hati Rafi."Rafi, sampai kamu sakiti Ara. Sama saja kamu menyakiti Mama.""Iya Ma," Rafi menunduk sedikit, tapi suaranya mantap. "Rafi janji, gak akan sakitin Ara. Rafi cinta sama Ara."Ana hanya bisa menunduk, kedua tangannya meremas ujung roknya di bawah meja. Senyum pahit tersungging di bibirnya, kata-kata Rafi tadi menusuk hatinya dalam-dalam. Bagaimana bisa ia duduk di sini, mendengarkan Rafi berjanji cinta pada Ara, sementara hatinya sendiri tengah ia serahkan pada pria itu?Rafi melirik ke

  • Sentuhan Panas Sahabat Pacarku   Bab 7

    "Ara, Anna ini adik kamu," ucap Rafi pelan, nada suaranya terdengar seperti sedang berusaha mendamaikan keadaan."Dan Aga juga sahabat kamu," balas Ara santai, seolah tak terpengaruh oleh ketegangan yang mulai terasa di meja makan itu."Ara!" tegur Rafi, matanya menatap tajam pada Ara."Sudah! Kenapa malah kalian berantem," lerai tante Hera. Wanita itu menghela napas, kedua matanya memandang penuh iba pada Ara."Maaf Tante," ucap Ara, menundukkan kepalanya."Gapapa sayang," tante Hera menggenggam tangan Ara dengan hangat, berusaha menenangkan suasana. "Aga kan juga sudah tante anggap anak Tante sendiri.""Terimakasih Tante," ucap Aga tulus, sedikit tersenyum sambil melirik Ara yang masih menunduk.Rafi mendengus kasar, jelas sekali rasa kesalnya tidak bisa ia sembunyikan. Makan siang itu pun berlangsung hening. Suara sendok beradu dengan piring terdengar sayup-sayup, hanya sesekali Tante Hera dan Ara yang berusaha membuka percakapan. Suasana meja terasa kaku dan penuh tekanan.Hingga

  • Sentuhan Panas Sahabat Pacarku   Bab 6

    “Lebih baik, kamu istirahat aja di sini!” kata Aga sambil menatap Ara yang masih duduk di ujung sofa. “Enggak ah,’’ Ara menggeleng cepat. ‘’kalau aku di sini lama-lama, nanti jadi gosip.” Ara menegakkan punggung, seolah ingin menunjukkan bahwa ia baik-baik saja, meski matanya masih berat dan tubuhnya jelas limbung. “Gosip selingkuh juga?” Aga mengangkat alis, mencoba membaca maksudnya. “Bukan!’’ Ara menjawab cepat, matanya melebar sebentar. “Lalu?” tanya Aga, kini dengan nada yang sedikit penasaran, sedikit curiga. “Gosip aku dapat nilai bagus gara-gara deketin CEO. Nanti ada yang lapor ke kampusku,” ujarnya sambil terkekeh. Aga hanya menggeleng, lalu menghela napas berat. Ia memandang Ara lama, cukup kagum dengan ketegaran gadis itu. Andai saja, Raffi bukan sahabatnya, mungkin sudah sejak lama Aga akan mendekati Ara. ‘’Astaga!’’ Aga segera menyadarkan dirinya saat pikiran buruk itu kembali menyerang pikiran nya. Aga kembali duduk di kursi kerjanya, menatap layar laptop yang

  • Sentuhan Panas Sahabat Pacarku   Bab 5

    “Ayo, Ra,” Rafi meraih tangan Ara, mencoba menariknya menjauh. “Nggak mau! Lepas! Rafi, lepasin aku!” Ara memberontak dengan keras, lalu menatap Aga memohon. “Aga, tolong!” Aga menatap Ara sebentar. Ia sebenarnya tak ingin ikut campur urusan pribadi, tapi rasa kasihan pada Ara membuatnya sulit berpaling. “Raf, nanti sore aja ke sini lagi. Jangan jadi bahan tontonan karyawanku. Ini masih pagi,” ucap Aga dengan nada tajam. “Tapi Ga, ini—” Rafi mencoba membela diri. “Ini kantorku. Jangan buat rusuh,” potong Aga cepat, matanya menyipit. “Tapi dia calon istriku, Ga!” Rafi bersikeras, genggamannya pada tangan Ara semakin erat. Aga menoleh pada Ara. “Kalau gitu, kamu tanya Ara. Dia mau bicara sama kamu, atau kerja?” “Aku mau kerja!” jawab Ara cepat, tanpa keraguan, matanya tak beranjak dari wajah Aga. ‘’Ra, kita harus bicara!’’ Rafi menatap Ara dengan penuh permohonan. Tapi Ara memilih membuang muka dan menatap lain arah. Aga lalu menatap Rafi lekat-lekat. Tatapan itu cukup untuk m

  • Sentuhan Panas Sahabat Pacarku   Bab 4

    Rafi menelan ludah, wajahnya memucat. “Ra, aku—” “Thanks, Raf,” Ara menyeringai pahit. “Kamu justru semakin meyakinkan untuk aku buat berhenti dari perjodohan ini.” Dengan sentakan tajam, Ara menepis tangan Rafi. Ia segera menaiki tangga, meninggalkan Rafi berdiri di anak tangga dengan tatapan kosong, seolah dunia di sekitarnya runtuh. Langkah kaki Ara terhenti di ambang pintu kamarnya. Ia membuka pintu dengan kasar dan masuk tanpa menyalakan lampu. Dengan gemetar, ia menyandarkan diri di balik pintu, membiarkan punggungnya bersandar di kayu dingin yang seolah menjadi satu-satunya benda yang bisa menopangnya saat ini. Tangannya menyentuh pipinya yang masih perih bekas tamparan ayahnya. Dan hatinya, entah bagaimana lebih sakit dari fisiknya. Namun sebelum ia sempat menghela napas panjang, terdengar ketukan pelan di pintu. Tok. Tok. "Sayang, kamu nggak apa-apa kan?" Suara Mama. Ara menghela napas keras. Tidak. Dia tidak baik-baik saja. Tapi rasanya tidak ada orang yang sungg

  • Sentuhan Panas Sahabat Pacarku   Bab 3

    Aga mengerutkan dahinya, lalu menghela napas berat, “Kamu lihat baju kamu dan bajuku!”Ara menunduk dan ternyata semua pakaiannya masih utuh. Begitupun dengan pakaian Aga yang juga masih lengkap, walau hanya celana pendek dan kaos saja. Tapi setidaknya masih lengkap.Lalu, ingatan Ara kembali pada semalam. Di mana dia yang menyerang Aga, bukan sebaliknya. Seketika itu Ara ingin merutuki dirinya sendiri.“Udah ingat?” sindir Aga, kemudian bangkit dari tempat tidur dan mengambil air minum.“Ma-maaf,” Ara mengekor di belakang Aga.“Lain kali nggak usah ke klub kalau nggak kuat minum,” kata Aga dengan nada tajam.“Gara-gara sahabat kamu!” ujar Ara berusaha membela diri, tapi kali ini Aga tidak menanggapi.Tak ingin berlama-lama di sana, Ara pun memilih untuk pamit dan pulang. Aga sudah menawarkan agar Ara mandi dan bersiap dari apartemen itu saja, tapi Ara menolak. Ia ingin pulang karena ponselnya sudah memiliki begitu banyak spam dari keluarganya yang mencarinya sejak semalam.Menempuh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status