Beranda / Romansa / Serenade Cinta Dibawah Bintang / Bab 93 Suara Yang Mengigatkan

Share

Bab 93 Suara Yang Mengigatkan

Penulis: San_prano
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-09 23:42:35

Pagi itu, udara di kampung masih dibalut aroma laut yang segar. Luna duduk di teras rumah ibunya, menyeruput teh hangat sambil menatap jalanan kecil yang perlahan ramai. Di tangannya, ia menggenggam buku sketsa yang semalam tidak sempat ia sentuh.

Beasiswa itu masih berputar di kepalanya. Tawaran itu bagaikan pintu besar yang terbuka lebar, tapi di belakang pintu itu ada jalan panjang yang mungkin akan memisahkannya dari Adrian lebih lama.

Saat ia larut dalam pikirannya, suara riang menyapanya. “Luuunaaa! Astaga, beneran kamu di sini?”

Luna menoleh. Maya berdiri di depan pagar, mengenakan kaos putih longgar dan celana jeans robek, wajahnya cerah seperti biasa. “Maya? Kok lo bisa di sini?” tanya Luna sambil berdiri.

Maya masuk tanpa menunggu undangan, duduk di kursi rotan, dan meraih segelas air yang disodorkan ibu Luna. “Gue kan libur kerja tiga hari. Terus lihat story lo kemarin, gue mikir, kenapa nggak sekalian gue jemput muka lo yang pasti lagi berantakan?”

Lu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 93 Suara Yang Mengigatkan

    Pagi itu, udara di kampung masih dibalut aroma laut yang segar. Luna duduk di teras rumah ibunya, menyeruput teh hangat sambil menatap jalanan kecil yang perlahan ramai. Di tangannya, ia menggenggam buku sketsa yang semalam tidak sempat ia sentuh.Beasiswa itu masih berputar di kepalanya. Tawaran itu bagaikan pintu besar yang terbuka lebar, tapi di belakang pintu itu ada jalan panjang yang mungkin akan memisahkannya dari Adrian lebih lama.Saat ia larut dalam pikirannya, suara riang menyapanya. “Luuunaaa! Astaga, beneran kamu di sini?”Luna menoleh. Maya berdiri di depan pagar, mengenakan kaos putih longgar dan celana jeans robek, wajahnya cerah seperti biasa. “Maya? Kok lo bisa di sini?” tanya Luna sambil berdiri.Maya masuk tanpa menunggu undangan, duduk di kursi rotan, dan meraih segelas air yang disodorkan ibu Luna. “Gue kan libur kerja tiga hari. Terus lihat story lo kemarin, gue mikir, kenapa nggak sekalian gue jemput muka lo yang pasti lagi berantakan?”Lu

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 92 Menyusuri Kata Ibu

    Suara ombak memecah karang terdengar jelas dari tepi pantai kecil di kampung halaman Luna. Angin laut membawa aroma asin yang menempel di kulit, membuat setiap tarikan napas seperti membawa kembali potongan masa lalu. Luna berjalan pelan melewati jalan setapak yang mengarah ke rumah ibunya, langkahnya berat tapi hatinya lebih berat lagi.Rumah itu masih sama—cat dinding biru pudar, kursi rotan di teras, dan pot-pot bunga yang dulu ia rawat saat SMA. Pintu terbuka, dan dari dalam muncul sosok perempuan berkerudung sederhana, dengan senyum yang sudah lama tak ia lihat sedekat ini."Luna..." suara ibunya bergetar, tapi hangat.Luna memeluk ibunya erat, membiarkan air mata jatuh tanpa penjelasan. "Bu... aku pulang."Mereka duduk di ruang tamu. Ibunya menuangkan teh hangat seperti dulu—aroma melati yang menenangkan, tapi kali ini tak cukup untuk meredakan badai di kepala Luna."Bu, aku... aku bertengkar sama Adrian," Luna memulai, suaranya lirih.Ibunya menatap, tidak buru-buru memberi nas

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 91 Jejak Yang Tertinggal

    Sore itu, Jakarta seperti menahan napas. Hujan baru saja reda, menyisakan aroma aspal basah yang berpadu dengan wangi tanah. Adrian memarkir mobilnya di pinggir jalan kecil di kawasan Menteng, menatap bangunan tua bercat krem di depannya—sebuah kafe kecil yang dulu menjadi awal segalanya.Kafe itu tidak banyak berubah. Kursi rotan masih setia di dekat jendela besar, lampu gantung temaram masih memantulkan cahaya hangat di permukaan meja kayu. Dan di sudut kanan dekat rak buku, ada kursi yang pernah ia duduki saat pertama kali bertemu Luna.Langkahnya terasa berat saat memasuki ruangan. Aroma kopi dan kayu manis menyambut, seolah mencoba meredakan rasa sesak di dadanya. Ia memesan kopi hitam, lalu berjalan ke meja yang dulu jadi saksi awal perbincangan mereka. Jemarinya menyusuri permukaan meja itu—bekas goresan kecil masih ada, sama seperti dulu.Ingatannya melayang. Waktu itu, ia datang hanya untuk menunggu teman band-nya. Luna masuk tergesa, membawa sketsa yang hampir

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 90 Pilihan Yang Menguji

    Pagi itu, sinar matahari menembus tirai tipis di apartemen Adrian, tapi suasana di dalam masih berat. Ia duduk di meja kerjanya, menatap secangkir kopi yang sudah dingin. Semalam ia dan Luna sudah bicara panjang. Rasanya lega, tapi juga muncul kesadaran baru: janji yang ia buat bukan hal ringan. Janji itu menuntut konsistensi, kesabaran, dan mungkin pengorbanan.Notifikasi email masuk. Dari Edward. Judulnya singkat: “Final Approval”. Adrian membuka file terlampir—draft kontrak kerjasama internasional yang ternyata sudah diberi cap resmi yayasan. Tapi ada perubahan besar: nama Adrian tidak lagi berdiri sendiri sebagai pemilik label, melainkan “di bawah supervisi penuh yayasan keluarga”.Adrian menutup laptop dengan cepat, seolah takut layar itu akan menghisap seluruh harga dirinya. Ia tahu, kalau ia menandatangani ini, label yang ia bangun dari nol akan kehilangan kedaulatan. Tapi menolak berarti memutus akses modal dan jaringan yang selama ini menopangnya.Ia bersandar di kursi, lalu

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 89 Bayang-Bayang Yang Belum Padam

    Malam itu, Jakarta tampak redup oleh cahaya lampu jalan yang menyebar seperti cahaya bintang di antara kabut. Adrian duduk di dalam mobilnya, terparkir di depan kafe tempat ia biasa bertemu dengan beberapa musisi dan produser. Hari itu, ia baru saja menyelesaikan sesi mixing lagu terbarunya—lagu yang semestinya terasa lega setelah diselesaikan. Tapi tidak malam ini.Di genggamannya, ada pesan suara yang baru saja dikirimkan oleh salah satu staf dari label.“Mas, tadi mbak Reina mampir ke studio. Dia katanya mau ngobrol langsung soal proyek duet itu. Saya udah bilang Mas Adrian lagi sibuk, tapi dia bilang nggak apa-apa nunggu. Btw, kelihatannya dia tahu banyak soal struktur internal label…”Adrian mematikan suara pesan itu sebelum selesai. Nama Reina, produser wanita yang dulu sempat dekat dengannya saat proyek musik beberapa tahun lalu, kini kembali muncul di hidupnya. Dulu, hubungan profesional mereka sempat menimbulkan gosip. Tak ada yang terjadi, memang. Tapi Luna… Lu

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 88 Rasa Curiga Yang Tumbuh

    Jakarta kembali diguyur hujan. Rintiknya menari di kaca studio, menciptakan irama alami yang mengiringi suara minor dari dentingan tuts piano yang dimainkan Adrian. Tapi pikirannya tidak berada di dalam ruangan itu. Ia melayang entah ke mana—ke kota lain, ke orang yang kini rasanya makin jauh, bahkan dalam diam.Sudah dua hari sejak Luna mengabarkan tentang beasiswa ke Bali. Adrian tentu senang. Seharusnya. Tapi entah mengapa, ada ruang kosong yang tidak bisa diisi dengan kata-kata. Seolah jarak yang akan mereka tempuh tak sekadar kilometer, tapi juga perasaan yang makin renggang.Ia menatap ponsel yang diletakkan di samping keyboard. Ada beberapa pesan belum dibaca, semuanya dari Luna. Adrian belum membalas. Bukan karena tak peduli, tapi karena tidak tahu harus berkata apa. Ia tahu ini bukan salah Luna. Tapi tetap saja, ada suara kecil dalam hatinya yang bertanya: kenapa tidak didiskusikan dulu?Ketika seseorang memilih jalan besarnya tanpa melibatkanmu, apakah itu artinya... mereka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status