"Apa yang akan aku katakan kepada mereka? Aku tidak bisa menjaga ibu mereka. Setelah ini, mereka pasti akan membenciku." Joe yakin, jika yang dimaksud Ari adalah Si Kembar.
Waktu terasa berhenti saat kita merasa tak berarti.
Bagian 48Kemarahan adalah sebuah bentuk apresiasi jiwa yang menentang akan adanya kejadian yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam harapan. Amarah bagaikan sebuah api yang siap membakar apa saja dijumpainya. Terkadang manusia mengapresiasikan kemarahan dalam sikap yang berlebihan, sehingga melupakan norma kemanusiaan yang menjadi pedoman hidupnya.Dalam beberapa menit saja Ari telah berhasil melumpuhkan anak buah Marlina. Mereka yang berjumlah sepuluh orang, kalah telak oleh dua orang saja. Meski bukanlah pertarungan yang seimbang, tapi sang pemenang akan tetap mendapatkan takdirnya. Dan Ari adalah penyumbang nominal angka terbanyak dalam menumbangkan lawan."Berani sekali kau bermain-main denganku. Sama saja mengundang kematian." Ari menjambak rambut Dro hingga sang pemiliknya mendongak. Darah segar mengalir dari sudut bibir yang robek, wajah Dro bahkan penuh dengan lebam dan memar di sana-sini, tubuhnya pun terasa remuk dan ngilu. "Sampah!" Ari mend
Bagian 49"Hai, kau terlihat sangat buruk! Apa yang terjadi?" Wajah Ari penuh dengan lebam dan darah di sudut bibirnya mulai mengering."Semua yang terjadi padaku adalah karena sifat burukmu." Tangan Arya hampir saja terulur berhenti di udara. Awalnya dia penasaran dan khawatir saat melihat saudaranya berada di depan ruang UGD. Tapi melihat cara Ari memandang dirinya, Arya akhirnya menarik tangan lagi dan membawanya masuk ke dalam saku celana."Sejak kapan kau jadi pecundang Ari? Bahkan saat ini kau marah padaku tanpa alasan yang jelas." bantah Arya."Shinta!" Arya mengerutkan keningnya. Dari belakang Arya, datanglah Joe."Tuan, saya sudah mengurus segalanya. Apakah masih ada yang diperlukan lagi?" Joe membawa baskom berisi es dan handuk kecil."Tidak! Terima kasih Joe!" ucap Ari cepat, tangan Joe terulur untuk mengompres muka Ari."Biar aku sendiri Joe!" Mengambil alih handuk."Siapa yang sakit?" Arya merasa
Bagian 50Pagi yang cukup temaram karena mendung membentuk gumpalan pekat dilangit. Untuk sebagian orang, mendung adalah bentuk dari perumpamaan rasa yang buruk. Tapi tidak bagi Ari, justru dia begitu bersemangat menikmati momen ini. Sungguh, dia sangat bersyukur sebab bisa mengobati kerinduannya kepada sang kekasih.Shinta sudah siuman sejak dua jam yang lalu. Ari berusaha sebisa mungkin agar bisa membujuk Shinta. Dia rela melakukan apa saja supaya Shinta mau menerima dirinya kembali.Ari memulai usahanya dengan membawakan sebuket bunga mawar dan kue kesukaan Shinta. Ari juga rela kehilangan uang milyaran rupiah hanya agar tetap bisa menjaga memberikan kasih sayang juga perhatian penuh, khusus untuk Shinta. Seperti sekarang ini, Ari dengan telatennya menyuapi Shinta. Bahkan tanpa jijik dia juga mengelap sisa makanan di bibir Shinta dengan bibirnya."Ar, Kau!""Aku merindukanmu Shinta!" Sapuan lembut itu berakhir dengan
Bagian 51Aku lelah akan rasa iniTerlalu lama aku menahan beban derita berbalut kerinduan, mencoba bertahan dan mengikhlaskan. Berusaha bangkit meski hati masih terpuruk. Bukannya tidak mau untuk memulai, hanya saja aku terlalu takut untuk terluka kembali.Mungkin kau masih perlu ruang untuk sekedar melepas lelah, tapi ketahuilah tempat ternyaman untuk melakukannya adalah bersandar pada bahuku. Aku peluk, agar lelahmu terobati."Ar, aku ingin pulang!" Pria yang semula memangku laptopnya kini terdiam beberapa saat. Dia meletakkan benda pipih di meja, mendekati Shinta yang masih terbaring."Baru bangun tapi meminta pulang. Kau baik-baik saja?" Ari tidak menyadari kapan mata lentik nan indah itu terbuka sempurna. Dia cukup sibuk dengan pekerjaannya."Aku tidak bisa tidur." Astaga, jadi dari tadi dia hanya pura-pura."Tapi kamu harus istirahat cukup, agar tubuhmu lekas kembali pulih." Bujuk Ari membelai lembut pucuk kepal
Bagian 52"Ar, kenapa kau tidak mengatakannya?""Maaf!" Udin dan Azam menatap tak percaya kepada Ari. Bukankah info yang beredar adalah pria ini angkuh dan sombong, tapi dengan mudahnya meminta maaf kepada Shinta."Tata, ini kami lakukan sebab kau belum sadar sejak kemarin. Ari ingin agar kau fokus pada kesehatanmu terlebih dahulu." Udin merasa perlu menjelaskan, Azam jadi kesal dibuatnya. Untuk apa membela laki-laki yang kurang bertanggung jawab.Kasihan juga melihat kondisi Shinta yang nampak pucat tak berdaya."Iya kak, lagian Anin juga hanya demam biasa." Mata ketiga pria saling bersitatap. Azam juga ikutan bicara? Benarkah, meski ragu Shinta mencoba percaya. Pantas saja naluri keibuannya merasa gelisah."Bisakah aku bertemu anakku?" Shinta seolah meminta persetujuan Ari."Bo-boleh!" Aku akan mengantarmu. "Kapan kita menemuinya?""Bisakah nanti saja? Aku baru sampai, dan kau mengacuhkan aku
Bagian 53Berbincang-bincang dengan Azam, membuat mood booster Shinta kembali membaik. Kini dia duduk pada kursi roda di dorong pelan oleh Azam, menuju ruang rawat inap Anin. Tentunya setelah melalui perdebatan panjang dengan perawat agar mau melepas infus yang terpasang sempurna di tangan Shinta."Nanti Ari bisa marah kak." Ucap Azam enggan menuruti kemauan Shinta. Dasar keras kepala, bukannya menyerah Shinta malah menyakinkan Azam dengan berbagai alasan."Aku sudah sembuh, Ari juga tidak akan berani marah kepadaku, dia sangat mencintaiku." ucap Shinta penuh percaya diri. Dalam hati masih gamang, demi bisa segera melihat Anin, dia harus terlihat menyakinkan."Baiklah, akan aku hadapi si pria bernama Ari, demi dirimu kakakku tersayang.""Panggil dia dengan sebutan yang benar Azam, dia lebih tua darimu." Wajah Azam berubah kecut.Bisakah dia melihatku sekali saja. Selalu saja pria sialan itu yang ada di otaknya.
Bagian 54Setengah berlari, Ari menyusuri lorong rumah sakit. Entah apa yang sebenarnya dia khawatirkan. Anaknya, ataukah wanita yang sampai sekarang masih memenuhi segala ruang dalam hatinya.Tersengal-sengal, peluh memenuhi setiap bagian dari tubuhnya, Ari tetap melangkah menuju tempat dimana anak dan pujaan hatinya berada."Semoga kau tidak marah dengan keputusanku Ros, aku lakukan semua itu hanya untuk anak kita."Ruang rawat inap khusus itu nampak sepi, Ari masih berdebar-debar saat masuk ke dalamnya."Tidurlah, Nak! Semua baik-baik saja. Jangan menangis lagi ya!" Suara menenangkan jiwa itu membuat langkah Ari terhenti.Rossi dengan penuh kasih sayang, mengelus pelan punggung Anin yang tengah terlelap berada dalam pelukannya."Cepatlah sehat anak Mama, kau harus tertawa ceria lagi seperti biasanya."Sungguh pemandangan yang mempesona. Andai setiap hari dia melihat kenyataan i
Bagian 55Setelah beberapa menit kemudian, Joe datang dengan sebuah map di tangan. Joe membuka isinya dan menunjukkan kepada semua orang."Apa yang kau lakukan? Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi?" Shinta bahkan sampai tidak mengerti akan kehidupannya ini. Ayahnya sampai tega menikahkan dia dengan seseorang tanpa sepengetahuannya. Apakah ini bisa dipercaya?Malam itu, ayahnya sangat marah, sampai-sampai Shinta harus menahan rasa perih dan sakit akibat cambukan. Bukan itu saja, Shinta harus keluar dari rumah. Menjauh dari orang-orang yang menyanyangi dirinya. Hidup terlunta-lunta, menahan setiap duka dan lara sendiri."Tuan Ari, Anda jangan coba-coba memalsukan data. Bagaimana bisa menikahi seorang gadis tanpa sepengetahuan dirinya?" Azam juga heran. Buku berwarna merah dan hijau kini menjadi bahan kecurigaan semua orang. Bahkan Shinta tidak mengerti kapan dia menandatangani buku kecil itu."Mengapa saya harus memalsuka