Halwa tahu wanita yang Victor maksud adalah dirinya, tapi itu tidak menghentikan Halwa untuk menjodohkannya dengan sahabatnya itu,
"Bagaimana kalau bertemu dengannya dulu, satu kali saja ... " pinta Halwa dengan wajah memelas,"Lihat nanti saja ya." hanya itu tanggapan Victor.Halwa baru saja akan merespon ketika Paella yang Victor pesan tadi datang, yang disajikan langsung di atas wajan tradisional yang lebar dan dangkal."Gracias!" ucap Victor pada pelayan yang meletakkan makanan itu di atas meja mereka,"Nah, ini salah satu makanan khas Spanyol," ujarnya setelah pelayan itu pergi."Kalau ini sih aku sudah pernah lihat di Jakarta, Vic. Tapi aku tidak tahu namanya.""Memang sudah banyak dijumpai tapas bar Spanyol di berbagai sudut Jakarta dan juga kota besar lainnya di dunia yang menyajikan Paella ini sebagai salah satu menu andalan mereka, sama halnya dengan Churros. Tapi rasanya jauh lebih enak kalau kamu menikmatinyaSinar matahari sudah mulai memasuki kamar saat Edzhar bangun dan menepuk sisi kosong di sebelahnya tempat biasanya Halwa tidur. Sudah satu tahun lebih mereka berpisah, dan rasa rindunya pada mantan istrinya itu tidak sedikitpun memudar. bahkan semakin lama malah semakin merindukannya, dan hanya bisa mengobati kerinduannya itu dengan menatap putrinya, Vanessa. Dengan malas Edzhar turun dari tempat tidurnya, matanya langsung tertuju pada ukiran rumit di kaki sofa yang terdapat bercak darah. Ia jadi ragu kalau itu adalah darah Tita, mengingat tak terhitung banyaknya wanita itu berbohong. Tapi kalau itu bukan darah Tita, lalu darah siapa? Edzhar segera meraih ponselnya yang ia letakkan di atas nakas untuk menghubungi Yas, "Ke kamar saya sekarang juga!" perintahnya. Ia tahu sepagi ini Yas pasti sudah berada di dalam rumahnya. Dan benar saja, tidak lama kemudian terdengar password pintu ditekan, yang berarti Yas ak
"Benarkah hari ini kamu mau mempertemukanku dengan Victor? Aira?" tanya Lilian, sahabat baru Halwa yang akan ia jodohkan dengan Victor.Itu adalah pertanyaan Lilian yang kesekian kalinya, wanita cantik itu terlalu antusias karena akan segera dipertemukan dengan pujaan hatinya."Iya, Lilian ... " jawab Halwa untuk kesekian kalinya juga sambil menangkup pipi sahabatnya itu, "Sekali lagi pertanyaan itu keluar dari mulutmu, aku akan membatalkan pertemuan ini," lanjutnya sengaja menggoda Lilian."Eh, jangan ... Ya Tuhan aku semalaman sudah tidak bisa tidur, jadi jangan dibatalkan ya?" rengek Lilian."Kamu seperti seorang anak baru gede saja yang tidak bisa tidur karena akan segera bertemu dengan gebetannya," kekeh Halwa, lalu kembali fokus pada laptopnya."Memang seperti itu saat anak baru gede jatuh cinta?""Kenapa kamu menanyakan hal itu? Kamu ingat-ingat saja bagaimana rasanya dulu saat kamu pertama kali jatuh cinta."
"Hai Vic, sudah lama nunggu? Maaf kami sedikit telat karena tadi ada pasien yang memburuk di IGD," sapa Halwa saat ia dan Lilian sampai di meja yanh sudah Victor pesan untuk mereka.Victor langsung berdiri untuk menarik kursi Halwa dan juga Lilia, sebelum kembali duduk di kursinya lagi, ia tersenyum miring sebelum menjawab,"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa kok ... " "Maksudmu terbiasa aku tidak on time?" sungut Halwa sambil memberengut."Ya, tapi itu wajar mengingat jam kerja kalian yang tidak bisa di prediksi. Jadi ... Wanita cantik ini yang mau kamu kenali padaku, Ay?" "Ah iya lupa, Vic kenalkan ini sahabatku Lilian, dan Lilian ini juga sahabatku, Victor,"Victor dan Lilian pun saling berjabat tangan dan saling melemparkan senyuman manis mereka."Kalian ngobrol saja ya, aku mau ke toilet sebentar!" seru Halwa sambil kembali berdiri lalu bergegas ke arah toilet."Ummm, Lilian ... Nama yang cantik" puji Vict
Kota Buñol, Valencia, Spanyol. Yang hanya berisi kurang lebih sembilan ribuan populasi di dalamnya, namun jumlah itu bisa membludak hingga menjadi puluhan ribu orang saat diselenggarakan La Tomatina, even yang diadakan hanya satu tahun sekali itu.Ya, setiap hari rabu di akhir bulan Agustus, baik warga maupun turis mancanegara akan berbondong-bondong mendatangi Plaza del Pueblo, tempat festifal La Tomatina itu diselenggarakan, termasuk juga Halwa, Victor dan Lilian.Victor bersikeras mengajak serta Lilian, meski Halwa menolaknya, dan sialnya Lilian bersedia ikut juga yang pada akhirnya mau tidak mau Halwa mengizinkan sahabatnya itu untuk turut serta."Ingat, jangan sakiti dirimu sendiri dengan mencintai pria itu lebih dalam lagi!" pesan Halwa pada lilian saat itu."Tenang saja, kami hanya sekedar berteman saja, Aira. Pria itu sudah dengan tegas menolakku, jadi aku bisa apa selain menerima tawarannya untuk hanya menjadi sekedar teman saja," ucap li
Kamu benar tidak apa-apa, Lilian?" tanya Halwa."Ya, aku hanya kaget saja tadi," jawab Lilian sambil memeluk dirinya sendiri,"Apa kita akan langsung ke penginapan saat masih basah kuyup seperti ini?" tanyanya.Lilian melihat secara bergantian ke arah Victor dan Halwa, mereka benar-benar terlihat seperti tikus got."Kalau kalian masih mau berdiri saja sambil menunggu festival itu selesai tidak apa-apa. Tapi aku mau kembali ke penginapan, sepertinya Edson nangis," jawab Halwa sambil menunjuk balkon tempat suster Mia menggendong Edson."Kalau begitu kita kembali ke penginapan saja," ujar Victor sambil jalan mendahului Halwa dan Lilian."Tingkahnya seperti dia daddynya Edson saja," kekeh Lilian."Victor memnag dekat dengan Edson sejak bayi, kamu jangan salah paham ya," jelas Halwa, mereka jalan beriringan ke arah penginapan."Apa yang membuatku salah paham? Kami cuma berteman saja, Aira. Tidak lebih."Halw
"Maaf aku terlambat!" seru Halwa sambil melepas jas panjangnya dan menggantungnya."Amma!" pekik girang Edson sambil menghambur ke arah Halwa, dan Halwa langsung menggendongnya,Hari ini adalah perayaan ulang tahun putranya itu yang ketiga tahun, hanya perayaan kecil-kecilan yang dihadiri keluarganya dan juga Victor."Euh, baru ditinggal beberapa jam saja, anak Amma sudah seberat ini yaa," godanya lalu menc1umi pipi Edson, "Poppa ajak aku makan banyak!" seru Edson sambil menunjuk ke arah Victor.Sambil tersenyum manis, pria itu menghampiri mereka, "IGD rame hari ini, Sayang?" tanyanya lembut sambil mencium pipi kiri dan kanan Halwa."Ya, seperti biasanya," jawab Halwa. Ia segera menurunkan Edson saat putranya itu memberontak minta turun untuk menghampiri Oma dan Opanya yang memanggilnya."Kamu terlalu memanjakannya, Vic," ujar Halwa sambil tersenyum melihat putranya itu yang sudah menjauh."Bukan memanjakannya
Halwa menatap nanar Edson yang tengah jongkok di depan makam saudari kembarnya, Vanessa. Jemari mungil anak itu menyentuh batu nisan bertuliskan nama saudarinya itu.Ia sengaja mengajak Edson ke makam Vanessa hari ini, karena besok mereka akan berangkat ke Paris, acara lamaran akan dilangsungkan di sana, karena kedua orang tua Victor sedang berada di sana."Kenapa dedek meninggal?" tanya Edson.Sebenarnya itu pertanyaan yang selalu diulang Edson tiap kali Halwa mengajaknya ke makam Vanessa. Meski begitu Halwa tetap menjawabnya.Halwa ikut jongkok di samping Edson, lengannya merangkul bahu kecil putranya itu,"Amma melahirkan kalian secara prematur, dan dedek Vanes tidak bisa bertahan lama," jawabnya dengan suara parau.Halwa seolah-olah kembali ke saat paling menyakitkan di dalam hidupnya itu, saat melihat tubuh mung1l putrinya yang sudah tidak bernyawa, belum lagi suara tangisannya yang hingga kini masih terus hadir di dalam mim
Hari kedua mereka di Paris, Victor mengajak Halwa dan juga Edson ke Penthouse orang tuanya, yang terletak di kawasan The Champs-Elysees, yang juga dikenal sebagai The Most Beautiful Avenue of the World, jalan paling indah sedunia. Kawasan tempat kalangan jetset juga selebrity ternama dan kaum sosialita menghamburkan uang mereka di sana, dengan berbagai macam barang dari brand ternama yang berada di sepanjang jalan itu. Edson nampak tertidur di pundak Victor saat mereka memasuki Apartment dan menuju lift pribadi yang akan membawa mereka ke lantai teratas Apartment ini, dimana Penthouse orang tua Victor berada. "Aku gugup, Vic!" aku Halwa, tangannya yang sudah mulai keluar keringat dingin, saling bertautan dengan telapak tangan Victor. "Sstt, santai saja. Seperti yang sudah pernah aku bilang padamu, mereka tidak akan mencampuri urusan pribadiku. Lagipula siapa yang akan menolak mendapatkan wanita secantik dan secerdas dirimu
Pagi itu seperti biasa, selesai sarapan pagi Edzhar mengajak Vanessa main di halaman belakang. Membiarkan putrinya itu berlarian kesana-kemari mengejar kupu-kupu, sambil terus mengawasinya. Tidak lama kemudia terdengar notif pesan singkat di ponselnya, kedua matanya membulat saat membaca pesan singkat itu. 'Besok pagi Halwa dan Victor akan bertunangan di Paris. Tepatnya di X Villa!' Edzhar segera menghubungi nomor asing itu, tapi tidak tersambung, sepertinya siapapun yang memberi informasi ini menggunakan nomor sekali pakai untuk menghubunginya. "Yas!" teriak Edzhar, lalu menatap suster Mia, "Kamu, jaga Vanessa sebentar!" serunya dan suster Mia mengangguk. "Ya, Tuan?" "Majukan jadwal ke Parisnya hari ini! Halwa dan Victor akan bertunangan besok!" perintahnya. "Bertunangan? Anda kata siapa, Tuan?" tanya Yas. Alih-alih menjawab, Yas malah menyerahkan p
Hari kedua mereka di Paris, Victor mengajak Halwa dan juga Edson ke Penthouse orang tuanya, yang terletak di kawasan The Champs-Elysees, yang juga dikenal sebagai The Most Beautiful Avenue of the World, jalan paling indah sedunia. Kawasan tempat kalangan jetset juga selebrity ternama dan kaum sosialita menghamburkan uang mereka di sana, dengan berbagai macam barang dari brand ternama yang berada di sepanjang jalan itu. Edson nampak tertidur di pundak Victor saat mereka memasuki Apartment dan menuju lift pribadi yang akan membawa mereka ke lantai teratas Apartment ini, dimana Penthouse orang tua Victor berada. "Aku gugup, Vic!" aku Halwa, tangannya yang sudah mulai keluar keringat dingin, saling bertautan dengan telapak tangan Victor. "Sstt, santai saja. Seperti yang sudah pernah aku bilang padamu, mereka tidak akan mencampuri urusan pribadiku. Lagipula siapa yang akan menolak mendapatkan wanita secantik dan secerdas dirimu
Halwa menatap nanar Edson yang tengah jongkok di depan makam saudari kembarnya, Vanessa. Jemari mungil anak itu menyentuh batu nisan bertuliskan nama saudarinya itu.Ia sengaja mengajak Edson ke makam Vanessa hari ini, karena besok mereka akan berangkat ke Paris, acara lamaran akan dilangsungkan di sana, karena kedua orang tua Victor sedang berada di sana."Kenapa dedek meninggal?" tanya Edson.Sebenarnya itu pertanyaan yang selalu diulang Edson tiap kali Halwa mengajaknya ke makam Vanessa. Meski begitu Halwa tetap menjawabnya.Halwa ikut jongkok di samping Edson, lengannya merangkul bahu kecil putranya itu,"Amma melahirkan kalian secara prematur, dan dedek Vanes tidak bisa bertahan lama," jawabnya dengan suara parau.Halwa seolah-olah kembali ke saat paling menyakitkan di dalam hidupnya itu, saat melihat tubuh mung1l putrinya yang sudah tidak bernyawa, belum lagi suara tangisannya yang hingga kini masih terus hadir di dalam mim
"Maaf aku terlambat!" seru Halwa sambil melepas jas panjangnya dan menggantungnya."Amma!" pekik girang Edson sambil menghambur ke arah Halwa, dan Halwa langsung menggendongnya,Hari ini adalah perayaan ulang tahun putranya itu yang ketiga tahun, hanya perayaan kecil-kecilan yang dihadiri keluarganya dan juga Victor."Euh, baru ditinggal beberapa jam saja, anak Amma sudah seberat ini yaa," godanya lalu menc1umi pipi Edson, "Poppa ajak aku makan banyak!" seru Edson sambil menunjuk ke arah Victor.Sambil tersenyum manis, pria itu menghampiri mereka, "IGD rame hari ini, Sayang?" tanyanya lembut sambil mencium pipi kiri dan kanan Halwa."Ya, seperti biasanya," jawab Halwa. Ia segera menurunkan Edson saat putranya itu memberontak minta turun untuk menghampiri Oma dan Opanya yang memanggilnya."Kamu terlalu memanjakannya, Vic," ujar Halwa sambil tersenyum melihat putranya itu yang sudah menjauh."Bukan memanjakannya
Kamu benar tidak apa-apa, Lilian?" tanya Halwa."Ya, aku hanya kaget saja tadi," jawab Lilian sambil memeluk dirinya sendiri,"Apa kita akan langsung ke penginapan saat masih basah kuyup seperti ini?" tanyanya.Lilian melihat secara bergantian ke arah Victor dan Halwa, mereka benar-benar terlihat seperti tikus got."Kalau kalian masih mau berdiri saja sambil menunggu festival itu selesai tidak apa-apa. Tapi aku mau kembali ke penginapan, sepertinya Edson nangis," jawab Halwa sambil menunjuk balkon tempat suster Mia menggendong Edson."Kalau begitu kita kembali ke penginapan saja," ujar Victor sambil jalan mendahului Halwa dan Lilian."Tingkahnya seperti dia daddynya Edson saja," kekeh Lilian."Victor memnag dekat dengan Edson sejak bayi, kamu jangan salah paham ya," jelas Halwa, mereka jalan beriringan ke arah penginapan."Apa yang membuatku salah paham? Kami cuma berteman saja, Aira. Tidak lebih."Halw
Kota Buñol, Valencia, Spanyol. Yang hanya berisi kurang lebih sembilan ribuan populasi di dalamnya, namun jumlah itu bisa membludak hingga menjadi puluhan ribu orang saat diselenggarakan La Tomatina, even yang diadakan hanya satu tahun sekali itu.Ya, setiap hari rabu di akhir bulan Agustus, baik warga maupun turis mancanegara akan berbondong-bondong mendatangi Plaza del Pueblo, tempat festifal La Tomatina itu diselenggarakan, termasuk juga Halwa, Victor dan Lilian.Victor bersikeras mengajak serta Lilian, meski Halwa menolaknya, dan sialnya Lilian bersedia ikut juga yang pada akhirnya mau tidak mau Halwa mengizinkan sahabatnya itu untuk turut serta."Ingat, jangan sakiti dirimu sendiri dengan mencintai pria itu lebih dalam lagi!" pesan Halwa pada lilian saat itu."Tenang saja, kami hanya sekedar berteman saja, Aira. Pria itu sudah dengan tegas menolakku, jadi aku bisa apa selain menerima tawarannya untuk hanya menjadi sekedar teman saja," ucap li
"Hai Vic, sudah lama nunggu? Maaf kami sedikit telat karena tadi ada pasien yang memburuk di IGD," sapa Halwa saat ia dan Lilian sampai di meja yanh sudah Victor pesan untuk mereka.Victor langsung berdiri untuk menarik kursi Halwa dan juga Lilia, sebelum kembali duduk di kursinya lagi, ia tersenyum miring sebelum menjawab,"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa kok ... " "Maksudmu terbiasa aku tidak on time?" sungut Halwa sambil memberengut."Ya, tapi itu wajar mengingat jam kerja kalian yang tidak bisa di prediksi. Jadi ... Wanita cantik ini yang mau kamu kenali padaku, Ay?" "Ah iya lupa, Vic kenalkan ini sahabatku Lilian, dan Lilian ini juga sahabatku, Victor,"Victor dan Lilian pun saling berjabat tangan dan saling melemparkan senyuman manis mereka."Kalian ngobrol saja ya, aku mau ke toilet sebentar!" seru Halwa sambil kembali berdiri lalu bergegas ke arah toilet."Ummm, Lilian ... Nama yang cantik" puji Vict
"Benarkah hari ini kamu mau mempertemukanku dengan Victor? Aira?" tanya Lilian, sahabat baru Halwa yang akan ia jodohkan dengan Victor.Itu adalah pertanyaan Lilian yang kesekian kalinya, wanita cantik itu terlalu antusias karena akan segera dipertemukan dengan pujaan hatinya."Iya, Lilian ... " jawab Halwa untuk kesekian kalinya juga sambil menangkup pipi sahabatnya itu, "Sekali lagi pertanyaan itu keluar dari mulutmu, aku akan membatalkan pertemuan ini," lanjutnya sengaja menggoda Lilian."Eh, jangan ... Ya Tuhan aku semalaman sudah tidak bisa tidur, jadi jangan dibatalkan ya?" rengek Lilian."Kamu seperti seorang anak baru gede saja yang tidak bisa tidur karena akan segera bertemu dengan gebetannya," kekeh Halwa, lalu kembali fokus pada laptopnya."Memang seperti itu saat anak baru gede jatuh cinta?""Kenapa kamu menanyakan hal itu? Kamu ingat-ingat saja bagaimana rasanya dulu saat kamu pertama kali jatuh cinta."
Sinar matahari sudah mulai memasuki kamar saat Edzhar bangun dan menepuk sisi kosong di sebelahnya tempat biasanya Halwa tidur. Sudah satu tahun lebih mereka berpisah, dan rasa rindunya pada mantan istrinya itu tidak sedikitpun memudar. bahkan semakin lama malah semakin merindukannya, dan hanya bisa mengobati kerinduannya itu dengan menatap putrinya, Vanessa. Dengan malas Edzhar turun dari tempat tidurnya, matanya langsung tertuju pada ukiran rumit di kaki sofa yang terdapat bercak darah. Ia jadi ragu kalau itu adalah darah Tita, mengingat tak terhitung banyaknya wanita itu berbohong. Tapi kalau itu bukan darah Tita, lalu darah siapa? Edzhar segera meraih ponselnya yang ia letakkan di atas nakas untuk menghubungi Yas, "Ke kamar saya sekarang juga!" perintahnya. Ia tahu sepagi ini Yas pasti sudah berada di dalam rumahnya. Dan benar saja, tidak lama kemudian terdengar password pintu ditekan, yang berarti Yas ak