Sudah lebih dari lima hari mereka berada di Istanbul, dan Halwa masih saja bersikap dingin padanya, sejak bertemu dengan orang tua Tita itu.
Halwa tidak bicara kalau bukan Edzhar yang memulainya, tidak ada senyum lagi yang terukir di wajah cantiknya. Secara keseluruhan, Halwa seperti kembali ke saat pertama kali Edzhar membawanya ke rumah Anne. Ia sangat menyesali pertemuan mereka dengan orang tua Tita, yang menyebabkan istrinya kembali lagi seperti ini, padahal sebelumnya hubungan mereka sudah baik-baik saja. Halwa sudah banyak tersenyum, serta lebih banyak lagi tawa serta canda mereka, dan semuanya menghilang dalam satu malam. Saat ini, entah apa yang tengah berada di dalam pikiran Halwa, wanita itu tengah berbaring miring memunggunginya. Edzhar tahu Halwa belum tidur, karena sesekali terdengar helaan nafas panjang istrinya itu. "Wa ... " "Hmmm." "Sebelum kita kembali ke Jakarta, aku ingin meDua bulan kemudian.Dengan pelan Halwa membangunkan Edzhar, pria itu terlambat bangun karena hampir semalaman berkutat dengan pekerjaannya, karena terdapat sedikit masalah pada perusahaannya itu."Ed, Bangun Ed. Bukannya kamu harus ke kantor hari ini?" seru Halwa."Aku masih ngantuk sekali, Aşkım.""Lawan kantuknya, Ed. Sekarang kamu mandi dan bersiap-siap saja ya, biar aku bawakan sarapan pagimu ke kamar," ujar Halwa, baru saja ia berdiri tapi Edzhar sudah menarik lengannya hingga Halwa jatuh di atas tu6uhnya."Ed!" pekik Halwa."Pagi-pagi sekali kamu sudah serepot ini, Aşkım. Lebih baik kita kembali tidur lagi," gumamnya dengan kedua mata yang masih terpejam."Ed! Kamu yang memintaku untuk membangunkanmu sepagi ini! Sekarang ayo cepat bangun,"Edzhar membuka sebelah matanya hanya untuk melirik jam di dinding, "Masih tersisa satu jam lagi, cukup untuk aku memakanmu terlebih dahulu," ujarnya sebelum menarik kep
Setelah satu minggu mereka berada di Turki, Anne datang mengunjungi mereka, dan sekarang adalah hari ketiga Anne berada di rumah Edzhar, untuk menghadiri arisan sosialita yang akan dihadiri istri dari para pengusaha sukses nanti malam. "Kamu ikut saja ya, Wa!" seru Anne di sela sarapan pagi mereka. Halwa mengunyah dengan cepat makanan di dalam mulutnya dan menelannya sebelum menjawab, "Sebaiknya aku tidak ikut, Anne. Perutku sudah terlihat membesar dan aku tidak percaya diri." "Justru itu, Anne mau mengenalkanmu pada teman-teman Anne, dan memamerkan kepada mereka semua kalau sebentar lagi Anne akan memiliki cucu, kembar pula," jelas Anne dengan kedua mata yang terlihat berbinar-binar. Jelas sekali memang itulah tujuan Anne mengajaknya ke acara arisan itu, selain ingin mengenalkan Halwa, ia juga ingin memproklamirkan cucu kembarnya yang dalam tiga bulan ke depan akan segera hadir ke muka bumi ini. Halwa menata
"Bagiku Lea tetap menantuku! Dan kenapa kamu tidak mengundangku sewaktu Edzhar dan Halwa menikah?" rutuknya. "Jangankan mengundangmu, aku pun tahunya mereka sudah menikah secara diam-diam, Edzhar takut Halwanya direbut orang mungkin," jelas Anne. Halwa menjadi lebih salah tingkah lagi. Bagaimana kalau mereka terus mencecar kenapa pernikahannya dengan Edzhar begitu mendadak? Bagaimana kalau mereka mengetahui alasan sebenarnya Edzhar menikahinya dulu? "Apa kamu sedang tidak enak badan, Wa? Wajahmu tiba-tiba memucat seperti itu," tanya tante Rycca. Di antara ketiga wanita paruh baya itu, mommynya Victor lah yang terus saja menatapnya dengan tatapan penuh selidik itu. 'Apa Tante Rycca tahu kalau aku dan Victor sempat dekat?' Halwa bertanya-tanya di dalam hatinya. "Aku hanya sedikit merasa mual, Tan." "Wa, bagaimana kabar Lea? Apa kamu sering bertemu dengannya?" tanya tante Lucy. "Ter
Halwa tergelak saat Edzhar mengejarnya dan memekik pelan saat pria itu berhasil menangkapnya, "Mau lari ke mana, Aşkım?" tanya Edzhar dengan senyum penuh kemenangan, lalu menciumi pipi hingga turun ke leher Halwa."Ed! Jangan di sini!" protes Halwa dengan nafas terrngah.Edzhar langsung membopong Halwa, "Di kamar kalau begitu!" serunya sambil melangkah mantap ke dalam rumah, tanpa menyadari ada seseorang yang tengah duduk di ruang tamu mereka."Ed ... " sapa orang itu, membuat punggung Edzhar menjadi kaku seketika.Perlahan Edzhar balik badan ke arah suara itu, kini bukan hanya Edzhar yang matanya membesar saat melihat orang itu Halwa juga, ia langsung menangkup mulutnya dengan kedua tangannya."Tita!" pekik Edzhar dan Halwa secara bersamaan.Wanita itu terlihat kacau, dengan perutnya yang membuncit, serta air matanya yang mengalir keluar dari kedua matanya itu."Ed ... " isaknya sambil sesengukan karena tangisannya, j
"Bahkan mereka telah membuatmu hamil seperti ini!" geramnya."Milikmu ... " desah Tita lirih."Apa maksudmu?""Yang tengah aku kandung ini adalah anakmu, Ed," ungkap Tita.Edzhar mundur beberapa langkah ke belakang, matanya menatap Tita dengan tatapan tidak percaya. Pun demikian dengan Halwa, ia menangkup mulutnya untuk menahan pekikannya. Pengakuan Tita itu seperti menaburkan garam di atas luka hatinya."Ba ... Bagaimana bisa?" tanya Edzhar tergagap, ia melirik Halwa yang tengah menatap mereka dengan sorot mata terluka, lalu segera menghampirinya, dan meremas kedua tangan Halwa yang ia satukan di atas pangkuannya,"Aşkım, aku ... ""Apa kamu lupa kita melakukan itu satu hari sebelum kamu kembali ke Turki? Tiga minggu sebelum hari ulang tahunmu!" potong Tita tajam, perhatian Edzhar kini kembali lagi padanya."Sebenarnya kedatanganku ke Turki selain ingin merayakan ulang tahunmu, juga untuk memberitahumu mengenai
"Di mana istri saya?" tanya Edzhar saat melihat asisten rumah tangganya yang membawakan minuman alih-alih Halwa."Nyonya tadi mengeluh pusing, dan mau istirahat di kamar dulu katanya, Tuan."'Halwa sakit?'Merasa khawatir, Edzhar berdiri dari pinggir tempat tidur yang tengah ia duduki tadi, baru saja kakinya melangkah ketika Tita kembali berkata,"Mama dan Papa mengusirku!" lirihnya, seketika Edzhar menghentikan langkahnya, ia kemmbali balik badan menghadap Tita,"Apa maksudmu?""Tidak lama setelah aku terbebas aku menghubungi mereka, aku menceritakan semua kesialan yang menimpaku, alih-alih bersimpati padaku mereka malah mengusirku."Tangis Tita kembali pecah, ia menangis tersedu-sedu hinga air matanya kembali membasahi bantalnya."Tidak mungkin! Aku tahu betapa khawatirnya mereka padamu, mereka yang hingga kini tidak pernah putus asa mencarimu. Dan setelah mereka mengetahui kamu masih hidup, rasanya mustahil m
Sesuai dengan dugaannya, keesokan paginya Halwa terbangun dengan lengan Edzhar yang tengah memeluknya. Entah jam berapa suaminya itu kembali ke kamar ini, Halwa tidur terlalu lelap hingga tidak menyadarinya.Leher belakang Halwa terasa hangat karena napas lembut Edzhar, yang berarti suaminya itu masih tertidur. Untuk sesaat Halwa membiarkan posisi forward bear ini lebih lama lagi, ia selalu menikmati saat-saat seperti ini. karena dengan posisi seperti itu ia merasa istimewa, ia merasa terlindungi dan dicintai. Rutinitas harian mereka ini sudah berlangsung selama tiga bulan sekarang, meski posisi forward bear ini sebenarnya adalah posisi tidur yang paling disukai Edzhar, karena pria itu dapat dengan bebas menyentuh seluruh tubuh Halwa.Dan saat mengingat kembali kehadiran sahabatnya itu di rumah ini, membuat Halwa menghela napas panjang. Berapa lama mereka berduaan saja di dalam kamar itu? Apa mereka melepas kerinduan? Apa Edzhar masih mencintai wanita itu
"Kamu tidak perlu menamparku, Wa. Cukup bicarakan baik-baik saja padaku," lanjutnya membuat kerutan di kening Halwa semakin dalam,"Aku ti ... ""Ed!" jerit Tita sambil berlari melewati Halwa, membuat Halwa langsung balik badan dan melihat Tita yang tengah memeluk Edzhar.Kini ia mengerti, kenapa Tita tiba-tiba berubah menjadi lembut seperti itu, ternyata wanita itu telah menyadari kehadiran Edzhar."Halwa menamparku, Ed! Padahal aku cuma ingin menyiapkan sarapan pagi kesukaanmu itu," isak Tita sambil terus memeluk Edzhar, Halwa benar-benar muak melihat aktingnya itu."Benarkah itu, Wa?" tanya Edzhar.Alih-alih menjawab Halwa malah melipat kedua lengannya di depan dadanya,"Aku tidak mau menjawabnya, kamu bisa melihatnya sendiri ada tidaknya memar pada permukaan kulitnya, serta bengkak pada jaringan dibawah kulitnya, atau dislokasi pada sendi rahangnya akibat dari tamparanku!" seru Halwa sebelum melangkah meninggalkan me
"Jadi insiden kapal pesiar itu sengaja direncanakan Tita untuk menjebak Aira?" tanya Victor setelah Edzhar selesai menceritakan semuanya.Tragedi itulah awal dari penderitaan Halwa. Ia lolos dari perangkap jahat Tita, tapi malah jatuh ke dalam jerat Edzhar. Victor yakin betul, saat mengetahui semua kebenaran itu, pasti Edzhar tersiksa oleh rasa bersalahnya.Bagaimana tidak? pria itu dengan kejam telah melakukan hal buruk pada Halwa, membuat Halwa tersiksa lahir dan batin, menjadikan dua bulan hidup wanita itu laksana berada di dalam neraka."Ya ... Kalian pasti menertawakan kebodohanku, ya kan? Tertawa dan hina saja aku, kalian tidak salah, aku memang terlalu mudah dibodohi wanita itu," desah Edzhar sambil menatap sendu satu-persatu sahabatnya itu."Tidak ada satupun dari kami yang akan menertawakanmu, Ed. Di banding orang lain, kami yang paling tahu betapa pandai dan cakapnya kau dalam hal apapun, ya kecuali dalam hal asmara. Kau pintar dengan se
"Halwa ... " panggil seseorang dari arah belakangnya, membuat langkah Halwa terhenti.Aroma yang pernah sangat Halwa kenali dulu menyeruak masuk memenuhi indra penciumannya, membuat Halwa seolah-olah Tersihir hingga punggungnya seketika itu juga membeku."Aku sangat merindukanmu," ujar Edzhar setelah sampai di samping Halwa."Edzhar ... " desah Halwa. Ia menatap penuh wajah yang tidak pernah ia lihat lagi selama tiga tahun ini, lalu hatinya kembali merasa sakit, hingga Halwa bergegas meninggalkannya.Halwa berpikir setelah bertahun-tahun terlewati, ia akan bisa menatap Edzhar tanpa merasakan kesakitannya yang dulu, dan menganggap pria itu layaknya sahabat Victor yang lainnya.Tapi ternyata ia salah ... Cukup melihat wajah itu satu kali, dan luka di hatinya langsung kembali terbuka lebar. Pria itu adalah sumber dari segala kesakitannya."Halwa tunggu!" cegah Edzhar sambil menahan lengannya."Lepas, Ed!" teriak Halwa samb
Pagi itu seperti biasa, selesai sarapan pagi Edzhar mengajak Vanessa main di halaman belakang. Membiarkan putrinya itu berlarian kesana-kemari mengejar kupu-kupu, sambil terus mengawasinya. Tidak lama kemudia terdengar notif pesan singkat di ponselnya, kedua matanya membulat saat membaca pesan singkat itu. 'Besok pagi Halwa dan Victor akan bertunangan di Paris. Tepatnya di X Villa!' Edzhar segera menghubungi nomor asing itu, tapi tidak tersambung, sepertinya siapapun yang memberi informasi ini menggunakan nomor sekali pakai untuk menghubunginya. "Yas!" teriak Edzhar, lalu menatap suster Mia, "Kamu, jaga Vanessa sebentar!" serunya dan suster Mia mengangguk. "Ya, Tuan?" "Majukan jadwal ke Parisnya hari ini! Halwa dan Victor akan bertunangan besok!" perintahnya. "Bertunangan? Anda kata siapa, Tuan?" tanya Yas. Alih-alih menjawab, Yas malah menyerahkan p
Hari kedua mereka di Paris, Victor mengajak Halwa dan juga Edson ke Penthouse orang tuanya, yang terletak di kawasan The Champs-Elysees, yang juga dikenal sebagai The Most Beautiful Avenue of the World, jalan paling indah sedunia. Kawasan tempat kalangan jetset juga selebrity ternama dan kaum sosialita menghamburkan uang mereka di sana, dengan berbagai macam barang dari brand ternama yang berada di sepanjang jalan itu. Edson nampak tertidur di pundak Victor saat mereka memasuki Apartment dan menuju lift pribadi yang akan membawa mereka ke lantai teratas Apartment ini, dimana Penthouse orang tua Victor berada. "Aku gugup, Vic!" aku Halwa, tangannya yang sudah mulai keluar keringat dingin, saling bertautan dengan telapak tangan Victor. "Sstt, santai saja. Seperti yang sudah pernah aku bilang padamu, mereka tidak akan mencampuri urusan pribadiku. Lagipula siapa yang akan menolak mendapatkan wanita secantik dan secerdas dirimu
Halwa menatap nanar Edson yang tengah jongkok di depan makam saudari kembarnya, Vanessa. Jemari mungil anak itu menyentuh batu nisan bertuliskan nama saudarinya itu.Ia sengaja mengajak Edson ke makam Vanessa hari ini, karena besok mereka akan berangkat ke Paris, acara lamaran akan dilangsungkan di sana, karena kedua orang tua Victor sedang berada di sana."Kenapa dedek meninggal?" tanya Edson.Sebenarnya itu pertanyaan yang selalu diulang Edson tiap kali Halwa mengajaknya ke makam Vanessa. Meski begitu Halwa tetap menjawabnya.Halwa ikut jongkok di samping Edson, lengannya merangkul bahu kecil putranya itu,"Amma melahirkan kalian secara prematur, dan dedek Vanes tidak bisa bertahan lama," jawabnya dengan suara parau.Halwa seolah-olah kembali ke saat paling menyakitkan di dalam hidupnya itu, saat melihat tubuh mung1l putrinya yang sudah tidak bernyawa, belum lagi suara tangisannya yang hingga kini masih terus hadir di dalam mim
"Maaf aku terlambat!" seru Halwa sambil melepas jas panjangnya dan menggantungnya."Amma!" pekik girang Edson sambil menghambur ke arah Halwa, dan Halwa langsung menggendongnya,Hari ini adalah perayaan ulang tahun putranya itu yang ketiga tahun, hanya perayaan kecil-kecilan yang dihadiri keluarganya dan juga Victor."Euh, baru ditinggal beberapa jam saja, anak Amma sudah seberat ini yaa," godanya lalu menc1umi pipi Edson, "Poppa ajak aku makan banyak!" seru Edson sambil menunjuk ke arah Victor.Sambil tersenyum manis, pria itu menghampiri mereka, "IGD rame hari ini, Sayang?" tanyanya lembut sambil mencium pipi kiri dan kanan Halwa."Ya, seperti biasanya," jawab Halwa. Ia segera menurunkan Edson saat putranya itu memberontak minta turun untuk menghampiri Oma dan Opanya yang memanggilnya."Kamu terlalu memanjakannya, Vic," ujar Halwa sambil tersenyum melihat putranya itu yang sudah menjauh."Bukan memanjakannya
Kamu benar tidak apa-apa, Lilian?" tanya Halwa."Ya, aku hanya kaget saja tadi," jawab Lilian sambil memeluk dirinya sendiri,"Apa kita akan langsung ke penginapan saat masih basah kuyup seperti ini?" tanyanya.Lilian melihat secara bergantian ke arah Victor dan Halwa, mereka benar-benar terlihat seperti tikus got."Kalau kalian masih mau berdiri saja sambil menunggu festival itu selesai tidak apa-apa. Tapi aku mau kembali ke penginapan, sepertinya Edson nangis," jawab Halwa sambil menunjuk balkon tempat suster Mia menggendong Edson."Kalau begitu kita kembali ke penginapan saja," ujar Victor sambil jalan mendahului Halwa dan Lilian."Tingkahnya seperti dia daddynya Edson saja," kekeh Lilian."Victor memnag dekat dengan Edson sejak bayi, kamu jangan salah paham ya," jelas Halwa, mereka jalan beriringan ke arah penginapan."Apa yang membuatku salah paham? Kami cuma berteman saja, Aira. Tidak lebih."Halw
Kota Buñol, Valencia, Spanyol. Yang hanya berisi kurang lebih sembilan ribuan populasi di dalamnya, namun jumlah itu bisa membludak hingga menjadi puluhan ribu orang saat diselenggarakan La Tomatina, even yang diadakan hanya satu tahun sekali itu.Ya, setiap hari rabu di akhir bulan Agustus, baik warga maupun turis mancanegara akan berbondong-bondong mendatangi Plaza del Pueblo, tempat festifal La Tomatina itu diselenggarakan, termasuk juga Halwa, Victor dan Lilian.Victor bersikeras mengajak serta Lilian, meski Halwa menolaknya, dan sialnya Lilian bersedia ikut juga yang pada akhirnya mau tidak mau Halwa mengizinkan sahabatnya itu untuk turut serta."Ingat, jangan sakiti dirimu sendiri dengan mencintai pria itu lebih dalam lagi!" pesan Halwa pada lilian saat itu."Tenang saja, kami hanya sekedar berteman saja, Aira. Pria itu sudah dengan tegas menolakku, jadi aku bisa apa selain menerima tawarannya untuk hanya menjadi sekedar teman saja," ucap li
"Hai Vic, sudah lama nunggu? Maaf kami sedikit telat karena tadi ada pasien yang memburuk di IGD," sapa Halwa saat ia dan Lilian sampai di meja yanh sudah Victor pesan untuk mereka.Victor langsung berdiri untuk menarik kursi Halwa dan juga Lilia, sebelum kembali duduk di kursinya lagi, ia tersenyum miring sebelum menjawab,"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa kok ... " "Maksudmu terbiasa aku tidak on time?" sungut Halwa sambil memberengut."Ya, tapi itu wajar mengingat jam kerja kalian yang tidak bisa di prediksi. Jadi ... Wanita cantik ini yang mau kamu kenali padaku, Ay?" "Ah iya lupa, Vic kenalkan ini sahabatku Lilian, dan Lilian ini juga sahabatku, Victor,"Victor dan Lilian pun saling berjabat tangan dan saling melemparkan senyuman manis mereka."Kalian ngobrol saja ya, aku mau ke toilet sebentar!" seru Halwa sambil kembali berdiri lalu bergegas ke arah toilet."Ummm, Lilian ... Nama yang cantik" puji Vict