Gayatri dan Rachel tengah mendengarkan penjelasan Diretur dalam agensi tempat mereka bekerja. Sudah melakukan penyelidikan sampai pemutaran cctv dari dapur restoran hingga diambil kurir. Tidak ada kejanggalan, masalahnya sekarang ada di kurir tersebut yang ternyata tidak terdeteksi oleh naungan ojek online. Menjadikan buntu, agensi memutuskan melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. “Kamu jangan cemas, kita akan usut sampai tuntas ya. Itu sudah termasuk rencana pembunuhan, kamu cukup istirahat sampai benar-benar pulih. Untuk pekerjaan kamu yang sekarang, kalau kamu cuti dulu maka akan saya ajukan penggantian model. Saya rasa bapak Eliot mengerti dengan keadaan ini,” papar atasan Gayatri dan Rachel. “Ada kemungkinan orang agensi enggak sih, Pak?” tanya Rachel menyeletuk setelah dari tadi hanya mendengarkan. “Maksud kamu, kamu mencurigai ada orang agensi yang berniat meracuni Gayatri?” tanya sang atasan.
“Mama,” panggil Pilar begitu memasuki kamar rawat Gayatri. Di belakang Pilar ada Eliot yang mengenakan kemeja dengan lengan digulung dan celana khaki. Terlihat jauh lebih santai dengan rambut tanpa gel seperti hari biasa kerja. “Kenapa ke sini?” tanya Gayatri. “Mau jemput pulang tentu saja, hai Tante Rachel.” Pilar memeluk Gayatri yang sedang merapikan sisa barangnya ke dalam tas dan tangannya melambai pada Gayatri yang sedang melipat selimut. “Hai Sayang, bagaimana rasanya berjabat tangan dengan bapak Presiden kita? kamu sungguh hebat, Tante iri.” Rachel mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Pilar yang langsung menggenggam tangannya. Perseteruan antara Rachel dan putri Gayatri sudah berakhir kala Pilar mendatangi Rachel dan meminta maaf karena pernah berkata kasar dan tidak sopan dengan berteriak-teriak. Rachel sebagai orang dewasa yang tahu pasti alasan si gadis remaja dengan senyuman
“Makan dulu ya, aku sudah buatkan makanan,” pinta Gayatri pada Pilar yang sudah bangun dan mencuci mukanya. “Mama memasak?” Pilar melongo kaget mendengarnya.Gayatri mengangguk dengan tersenyum. “Aku bisa memasak, tapi hampir sepuluh tahun terakhir enggak dipakai. Ajak papa kamu makan juga sebelum kalian pulang.” Pilar mengangguk keluar beriringan dengan Gayatri yang mengenakan terusan semata kaki pakaian santainya ketika di rumah ditambah kakinya yang menyentuh langsung lantai pualam. Gayatri terbiasa tidak memakai alas kaki selama di rumah. Eliot sendiri menyetujui karena Pilar yang meminta ditemani makan di rumah yang baru pertama kali mereka masuki. Terlihat di meja makan terhidang makanan sederhana, Gayatri belum sanggup memasak lebih banyak karena kakinya entah mengapa cepat lelah berdiri selama memasak. “Hanya ini yang aku bisa buatkan, doyan?” tanya Gayatri pada Pilar. “Aku doyan apa
“Minum dulu.” Gayatri memberikan segelas air minum pada Pilar setelah menariknya masuk ke dalam rumah. Pilar menuruti, minum dengan wajah memerah meskipun air matanya sudah kering. Rachel sendiri masih berada si sana syok bukan karena mendengar aduan Pilar tentang papanya. Tapi syok bagaimana seorang remaja bisa menangis tersedu-sedu mengadu pada mamanya bahwa ia tidak ingin papanya menikah namun ia takut mengutarakan pada papanya sendiri. “Tarik nafas dulu pelan-pelan ... kalau sudah lega bar cerita lagi.” Gayatri membelai paras pucat Pilar. Gayatri menerima pesan singkat dari Eliot saat mengambil air minum, Eliot menitipkan Pilar sebentar padanya karena ia harus mengantar Risa ke bandara dan Pilar enggan ikut dengan mengatakan ia cepek seharian di luar bersama mereka. “Yang bilang papa kamu?” tanya Gayatri setelah melihat Pilar jauh lebih tenang. “Enggak ... tapi tante Risa,” jawab Pilar.
“Aku mau menginap tempat mama,” papar Pilar. “Boleh, setelah kita bicara.” Eliot menjawab tegas. Gayatri mengangguk memandang Pilar yang duduk di jok belakang mobil Eliot. Gayatri diantar kembali pulang ke rumah sementara Eliot membawa pulang Pilar dan siap memberikan interogasi pada anaknya. Gayatri di kamarnya menghela nafas panjang, untuk pertama kalinya sang putri menunjukkan pemberontakan di usia remaja dan masalahnya tidak mudah. Gayatri tidak dapat tidur selama menunggu kabar dari Pilar, apakah akan menginap atau tidak jadi dan bagaimana hasil pembicaraan dengan papanya. Pukul sebelas malam baru ponselnya berdering, panggilan video call dari Pilar. Begitu diangkat ternyata Pilar sedang berbaring miring memeluk bantal guling di depan layar ponselnya dengan rambut tergerai di bantal. “Yah enggak jadi tidur sama-sama kita?” Gayatri mengatakannya dengan senyuman lebar, membaringkan badan juga di atas ra
Gayatri tidak membalas ciuman kasar Eliot melainkan mendiamkannya, membiarkan Eliot menginvasi bibirnya. Saat merasa Eliot melepaskannya, barulah ia dorong pelan dada bergemuruh tersebut. “Jangan lakukan itu lagi ... kamu bisa memukulku kalau mau, tapi jangan seperti ini,” lirih Gayatri dengan kedua telapak tangan masih di dada Eliot. Eliot memejamkan mata dengan deru nafas belum sepenuhnya kembali. Gayatri tidak menamparnya maupun memukulnya, ia hanya memberikan peringatan dengan suara pelan padahal harusnya Gayatri berteriak kencang agar ia berhenti di detik pertama bibir mereka bersentuhan. Eliot menjauhkan tubuh mereka yang berhimpitan dan menyentuh kepala Gayati pelan sebelum menghela nafas mengontrol apa yang terbakar dibalik dadanya saat ia menggila dengan mencium mantan istrinya. “Maafkan aku, kamulah yang harusnya memukul aku sekarang.” Eliot menyugar rambutnya menjadi berantakan.Gayatri merapatka
“Ok thank you guys,” seru fotografer mengakhiri sesi pemotretan mereka. Gayatri menghampiri Rachel yang sedang terpekur dengan ponsel di kursi miliknya, mengambil kipas elektrik guna menghilangkan gerahnya. Mengintip layar ponsel Rachel sebelum menepuk bahunya kuat. “Ketemu astaga masih jaman LDR?” ledek Gayatri. “Kampret,” kekeh Rachel. “Nikah gih sudah berapa lama sih? aku sampai lupa.” Gayatri mengambil tas pakaiannya untuk segera berganti kostum. “Berisik.” Rachel mengambil tas di tangan Gayatri dan mendorong punggung sang model untuk ia temani berganti pakaian. Pemotretan kali ini mengenakan gaun panjang menjuntai hingga lantai, maka dari itu Rachel harus membantu melepasnya agar tidak terjadi insiden rusak. “Aku ada bertemu Manuel siang ini,” tutur Gayatri. “Manuel? Any wrong?” tanya Rachel. “Enggak, hanya makan siang biasa. Lagi di sini k
“Di ... Satrio. Tadi sedang sama teman, makan juga.” Gayatri membelai pipi penuh makanan Pilar dengan punggung tangannya.Pilar meringis. “Maaf.” “It’s ok ... habiskan makannya,” tukas Gayatri. Pada akhirnya mereka bertiga menghabiskan siang dengan makan bersama, Gayatri paham mengapa Pilar melakukan hal demikian. Sudah beberapa kali ia mendapatkan cerita memergoki papanya tengah bertelepon dengan Risa. Entah apa hasil pertemuan mereka berdua di Bali, Pilar tidak diberitahukan. Yang Gayatri tangkap adalah Pilar berusaha mendekatkan ia dan Eliot kembali namun tidak tahu bagaimana caranya. “Pilar pulang sama aku, sorry sudah mengganggu acara kamu dengan teman kamu itu.” Eliot berkata begitu Pilar memeluk Gayatri dan masuk ke mobil papanya. “No problem, aku enggak kebaratan datang. Bukan acara yang penting juga, jangan dimarahi lagi. Dia sudah sangat menyesal aku lihat,” pinta Gayatri.