Share

Bab 10

Author: Valencia
Rayendra membentak, "Nayara, jangan tidak tahu diri!"

Itu salep yang dia dapatkan dengan susah payah.

Meski sempat diberikan pada Kirana, bukankah sekarang sudah dikembalikan pada Nayara?

Kirana begitu pengertian, kenapa Nayara tidak bisa mencontohnya?

Sebenarnya dia sedang bersikap keras kepala karena apa?

"Itu pemberian dari Tuan Muda Rayendra untuk tunangannya. Kalau memang itu untuk Kirana, sebagai kakaknya, mana mungkin aku merebut milik orang lain."

Sudut bibir Nayara tersungging senyum dingin.

Penolakannya sangat tegas.

Wajah Rayendra menggelap. Harga diri dan ketulusannya seolah diinjak-injak oleh Nayara.

Kirana melirik Rayendra dengan ragu, suaranya pelan dan lembut. "Tapi... itu tanda ketulusan hati Kak Rayendra. Kakak tidak seharusnya menolaknya begitu saja."

"Dia sekarang tunanganmu. Urusan pertukaran pengantin itu kalian yang rencanakan, bukan? Sekarang berpura-pura menyedihkan seperti ini untuk siapa?"

Wajah Kirana menegang, senyumnya yang manis hampir tak bisa dipertahankan.

Rayendra refleks menatap Kirana.

Namun, Kirana justru seperti tertimpa kesedihan besar, buru-buru menggeleng. "Kak Rayendra bukan seperti itu. Aku sama sekali tidak tahu soal pertukaran pengantin itu."

"Kalau Kak Rayendra tidak percaya, aku bisa segera memohon pada Ayah dan Ibu untuk menjelaskan semuanya. Kalau masih tidak percaya, aku bisa pergi dari Kediaman Adipati Agung…"

Sikapnya yang tergesa-gesa ingin membuktikan diri justru tampak sangat menggelikan di mata Nayara.

Tatapan merendahkan dan dingin dari Nayara menusuk dada Rayendra dengan perasaan tercekik.

Apakah dia begitu membencinya, sampai berharap tidak ada lagi kaitan di antara mereka?

Bahkan ikatan pernikahan pun dengan enteng dia lepaskan.

Di mata Nayara, dia seperti seseorang yang bisa dipanggil datang dan disuruh pergi sesuka hati?

"Ini rumahmu, kenapa harus pergi? Masalah pertukaran pengantin itu bukan salahmu, kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri…"

Dalam hati Kirana merasa senang bukan main.

Bukankah itu artinya Rayendra mengakui hubungan mereka?

Dia menatap Rayendra dengan tatapan penuh harap, tetapi mendapati pria itu hanya menatap Nayara lekat-lekat, seolah sedang menunggu jawabannya.

Nayara tentu saja menyadari tatapan itu.

Kalau ini terjadi tiga tahun lalu, mungkin dia akan merasa senang.

Sekarang, yang dia rasakan hanya jijik.

"Tuan Muda Rayendra, sebaiknya jangan menatapku seperti itu. Nanti orang lain bisa salah paham."

Di luar, suara petir menggema, angin mulai berembus.

Rayendra tetap tak menunjukkan niat untuk pergi, membuat Nayara terpaksa mengusirnya secara halus. "Malam sudah larut, Tuan Muda Rayendra tinggal di sini rasanya kurang pantas, bukan?"

Akhirnya, Rayendra menatap Nayara dengan pandangan dalam.

Pandangan itu mengandung peringatan.

Tanpa sepatah kata pun, dia bangkit, membuka pintu, dan melangkah ke tengah hujan.

Di luar, petir terus menyambar.

Hujan turun deras.

Kirana cemas menatap keluar jendela. "Kak, kalau Kak Rayendra kehujanan bisa jatuh sakit. Cepat kejar dia."

"Itu tunanganmu," sahut Nayara mengingatkan. "Kalau mau mengejar, seharusnya kamu yang melakukannya."

Kirana dalam hati bersorak senang, tetapi wajahnya tetap terlihat manis dan sopan. "Apakah Kakak marah padaku? Tapi aku datang bukan untuk merebut, hanya ingin bergabung."

"Kalau Kakak masih menginginkan pernikahan itu, aku bisa membujuk Ayah dan Ibu agar kita menikah bersama. Tapi kalau dua wanita melayani satu suami, dua keluarga bakal malu..."

Nayara mendongak tajam. Tatapan dinginnya membuat tubuh Kirana bergetar, air mata mengalir deras tanpa henti.

"A-apa... aku bilang sesuatu yang salah?"

Wajah memelas itu membuat perut Nayara terasa mual.

Bagaimana Kirana bisa mengatakan hal seperti dua wanita melayani satu suami dengan wajah tanpa dosa?

Nayara menarik napas dalam-dalam, menahan gejolak emosi dalam dada, lalu berkata dengan nada lelah, "Pernikahanmu dengan Tuan Muda Rayendra sudah diputuskan dan tidak akan berubah lagi. Tapi kalau kamu terus-menerus datang padaku hanya untuk membuatku muak, percaya atau tidak, aku bisa rebut kembali pernikahan itu saat ini juga."

Mendengar itu, mata Kirana membelalak lebar.

Mungkin dia benar-benar tak menyangka Nayara akan bicara sekeras itu, tubuhnya membeku di tempat.

Ekspresi Kirana membuat Nayara cukup puas. Dengan suara datar, dia berkata lagi, "Sekarang dia belum pergi terlalu jauh. Kamu mau kejar atau tidak?"

Ratri datang membawa payung dan menyerahkannya pada Kirana. Wajahnya tampak tak nyaman.

Ragu sejenak, Kirana akhirnya menerimanya dengan mata merah.

Tepat sebelum pergi, dengan suara tersendat, dia berkata pada Nayara, "Tak peduli Kakak salah paham padaku seperti apa, aku takkan menyimpan dendam, karena Kakak tetap saudaraku..."

Setelah itu, Ratri menaunginya dengan payung dan membantunya mengejar Rayendra.

Wulan melirik ke luar, lalu sedikit menunduk pada Nayara. "Hamba akan membawakan jubah untuk Nona Kirana."

Tanpa menunggu jawaban Nayara, dia sudah berlari pergi.

Melihat ruangan yang kini kosong, Nayara merasa geli sendiri.

Entah apa yang dimiliki Kirana, sampai-sampai seluruh penghuni rumah ini bisa terus mengelilinginya.

Malam makin larut. Nayara kembali dihantui mimpi buruk.

"Asal kamu mau memohon padaku, aku akan memberimu semangkuk nasi hangat. Setelah itu kamu tak perlu dipukul atau kelaparan lagi."

"Putri bangsawan? Terkenal di Jayagiri? Tetap saja bisa kami permalukan sesuka hati."

"Kamu suka berlutut? Maka berlututlah sampai kami puas..."

"Aaah…"

Sebuah jeritan mengagetkan. Nayara terbangun dari tidurnya.

Mata yang awalnya penuh ketakutan perlahan kembali tenang saat melihat sekeliling kamar.

Mimpi?

Itu hanya mimpi!

Dia sudah berhasil kabur dari kamp militer.

Tepat saat itu, suara panik Ratri terdengar dari luar. "Celaka! Nona Kirana kabur dari rumah…"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 100

    Dia sama sekali tidak memberi muka pada Arsaka, membuat pria itu merasa sangat dipermalukan.Dulu, Nayara selalu menuruti semua ucapannya.Namun kini, di depan orang lain, dia berani membalas dengan kata-kata tajam. Wajah Arsaka pun menggelap beberapa derajat.Karena ada Sagara, dia enggan membuat keributan dengan Nayara.Akhirnya, dengan gaya sok berwibawa sebagai kakak, dia berkata pada Nayara, "Nayara, Kakak hanya bertanya biasa saja, kenapa kamu harus menjawab dengan nada seperti itu? Makin dewasa justru makin tidak tahu sopan santun."Dia sedang menyalahkan Nayara karena tidak menghargainya.Nayara mendengus pelan dan sinis. "Tuan Muda Arsaka begitu lapang dada rupanya. Tapi apakah Tuan Muda Rayendra tahu bahwa Anda memperalat dia?"Yang dimaksud Nayara adalah soal Arsaka yang diam-diam membunuh para prajurit itu. Insiden yang membuat dia dan Rayendra harus berlutut di depan istana dan menerima teguran keras dari Kaisar.Wajah Arsaka berubah. Sorot matanya dipenuhi amarah. "Nayara

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 99

    Yang diteriakkan Sagara bukan Tuan Muda Rayendra, melainkan langsung nama Rayendra. Jelas bahwa dia benar-benar marah.Para pengawal tadi tidak bisa mendekat karena kerumunan, tetapi setelah Sagara turun dari jembatan, mereka segera menyusul ke sana.Mendengar nada marah dalam suara Sagara, para pengawal pun langsung mengepung Rayendra.Rayendra menyapu mereka dengan pandangan datar, lalu mengejek dengan tawa dingin, "Cuma beberapa anak buah rendahan, tak sepadan untuk kupedulikan."Sikap merendahkannya yang terang-terangan itu membuat wajah Sagara berubah. "Hebat atau tidak, kita buktikan saja."Siapa pun yang bisa menjadi pengawal pribadi Sagara tentu bukan orang sembarangan.Meski Rayendra dikenal tangguh, melawan lima orang sekaligus pun dia tetap akan kerepotan.Hari ini, Sagara ingin menunjukkan apa akibatnya bila berani mencari gara-gara dengannya.Melihat bara di antara keduanya hampir meledak, Nayara jadi panik dan bingung harus berbuat apa.Bukan Rayendra yang dia khawatirkan

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 98

    Mungkin karena keraguan di mata Nayara terlalu jelas, tatapan Sagara padanya menjadi makin dingin.Namun, kali ini, dia tidak melontarkan sindiran seperti biasanya. Dia hanya memalingkan wajah dengan raut yang sedikit muram, tak lagi menatapnya.Namun, kedua tangannya mengepal erat.Sagara benar-benar marah, matanya menatap tajam ke satu titik tanpa berkata sepatah kata pun.Nayara justru bertanya mengapa dia menyelamatkannya?Apakah dia benar-benar lupa, atau hanya pura-pura tidak ingat?Saat usia sepuluh tahun, Sagara jatuh ke sungai karena kelalaiannya sendiri, dan Nayara yang menariknya keluar.Mata gadis kecil itu bersinar cerah, tatapannya penuh tawa saat memandangnya.Dia berkata, "Bagaimana bisa kamu berjalan lalu jatuh ke air? Kalau bukan aku yang menarikmu, kamu pasti sudah tenggelam."Waktu itu, wajah Nayara selalu dihiasi senyum lembut, matanya memantulkan cahaya seperti langit malam penuh bintang.Dia menatap Sagara yang terlihat masih terpaku ketakutan. Lalu menyelipkan s

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 97

    Nayara sama sekali tidak menyangka, hanya karena ingin melihat lampion, dia bisa terdorong jatuh ke sungai.Meski namanya sudah tercemar, dia tidak ingin menambah noda lagi dalam reputasinya yang sudah buruk.Terlebih, di hadapan begitu banyak orang, di tengah sorotan semua mata.Kalau dia sampai jatuh ke sungai, sudah pasti dia akan kembali jadi bahan omongan orang-orang.Dalam kepanikan, dia mengulurkan tangan, berusaha meraih apa pun untuk menghentikan tubuhnya agar tidak terjatuh.Tiba-tiba, tubuhnya yang sedang melayang ke bawah, berhenti.Pergelangan tangannya dicekal erat oleh seseorang. Saat menoleh ke atas, dia melihat Sagara sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Pegang tanganku."Nayara tak menyangka, Sagara muncul di saat paling genting dan menyelamatkan nyawanya.Wajahnya pucat pasi, dan mata yang menatap Nayara tampak tegang.Karena terlalu keras mencengkeram, urat di keningnya menonjol dan matanya memerah.Dia berusaha menarik Nayara naik, tapi sudah bebe

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 96

    Kirana ketakutan hingga meneteskan air mata, sementara Nyonya Nadindra memeluknya erat, menenangkan dengan suara lembut, memanggilnya anak manis berulang kali.Melihat Nayara masih bersikeras, Nyonya Nadindra pun memasang wajah dingin dan menegurnya, "Itu hanya sebuah lampion, kenapa harus membuat adikmu menangis?"Ketiga kakak laki-laki mereka pun berpihak pada Kirana, dan mencela Nayara karena dianggap tidak tahu sopan santun.Akhirnya, Nayara dihukum menghadap tembok untuk merenung, sementara Kirana yang sedang sakit malah dikelilingi dan dimanja oleh semua orang.Semua perhatian tertuju pada Kirana, tak seorang pun peduli pada Nayara kecil yang hanya bisa memeluk lampion kelinci rusaknya dan menangis semalaman.Peristiwa itu mungkin hanyalah kisah lucu di mata Arsaka, tetapi bagi Nayara, itu adalah kenangan yang menyakitkan.Butuh waktu sangat lama baginya untuk benar-benar melupakan kejadian itu.Tak disangka, luka lama yang telah sembuh itu kini kembali dikoyak oleh Arsaka tanpa

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 95

    Andai Nayara tahu kalau sekadar jalan-jalan bisa membawa begitu banyak masalah, dia pasti tidak akan datang.Karena satu kalimat dari Rayendra, dia kembali merasa seperti dibakar di atas api.Tiga pasang mata tertuju padanya.Terutama tatapan Kirana yang penuh kesal dan keluhan, membuat Nayara merasa sangat tidak nyaman.Alih-alih menyalahkan biang keladinya, Kirana malah datang menemuinya.Bahkan sorot mata Arsaka pun menjadi dingin. Padahal sejak tadi dia berusaha keras menenangkan suasana di antara mereka.Namun, hanya dengan satu kalimat Rayendra, hubungan yang sempat mencair itu kembali membeku.Arsaka menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Rayendra, kamu salah ingat. Bukan Nayara yang suka lampion kelinci, tapi Kirana."Kirana mengangguk pelan, seolah memberi dukungan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kak Rayendra, aku yang suka lampion kelinci… Jangan buat Kak Nayara malu, ya."Namun, Rayendra seolah tidak mendengar. Tatapannya tetap keras mengarah pada Nayara. "Nayara, kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status