Share

Mangsa Baru

Setelah kira-kira lima hari tinggal bersamanya, lebih tepat disekap olehnya. Aku mulai tahu kalau Axel tidak sembarangan memilih mangsa.

Mangsa yang ia pilih adalah orang-orang yang mempunyai kecenderungan untuk berbuat jahat.

Seperti pria gemuk itu, yang ternyata sangat suka korupsi.

Axel bercerita tentang bagaimana cara menjerat mangsa, dengan pesona yang dimilikinya dan tutur kata halus, setiap mangsa menjadi lengah tanpa tahu bahwa yang sedang mereka hadapi adalah iblis berwajah malaikat.

Bisa kubayangkan bagaimana wajah sendu Lyra yang menatap Axel penuh harap, terjerat oleh daya pikatnya. Juga iming-iming uang pada pria gemuk mata duitan itu. Hawa nafsu menjadi racun yang membua tmereka menemui ajal.

Seperti laba-laba menjerat mangsanya, sekali terjerat tak akan bisa melepaskan diri. Mungkin ... mungkin saja, perlahan-lahan aku juga mulai terjerat pesonanya.

Kadang aku berharap ia berhenti untuk memuaskan keinginan membunuh. Karena aku tahu, suatu hari nanti ia akan melihat ke dalam mata ini, dan menemukan ketakutan yang mulai tumbuh. Lalu, ia tidak akan menginginkan diriku lagi, Axel akan menyingkirkanku, sama seperti ia menyingkirkan mangsa-mangsanya.

Hari itu Axel duduk dengan tenang di samping tempat tidurku, aku tidak tahu hari apa? Atau jam berapa? Pagi, ataupun malam.

Di sini, aku tidak bisa menghitung waktu dengan tepat, yang menjadi patokan bahwa satu hari telah terlewati adalah saat dia memberiku makan yang ketiga kalinya.

Axel berdiri, membuka ikatan pada tanganku dan membawaku ke kamar mandi. Sementara aku melepas pakaian, pria itu menatap langit-langit plafon. Tubuh tegapnya memblokir jalan keluar. Aku meraih shower dan mulai mengguyur tubuh. Tak seperti biasanya dia menyuruhku mandi sebelum memberi makan. Aneh, apa yang direncanakan pembunuh ini?

Aku melayangkan pandang mengeja setiap jengkal fitur Axel, kemeja putih menambah ketampanan pria itu. Rambut hitamnya tergerai hampir menyentuh alis, acak-acakan, tetapi terlihat cocok dengan bentuk wajah lonjong Axel.

Axel tampak melamun, kadang menggoyangkan kaki dengan perlahan, beralih menatap ke lantai dengan pandangan kosong. Lalu tiba-tiba ia menoleh ke arahku dan tersenyum memikat.

"Hei, Manis! Hari ini aku mengajak seorang teman datang, kita akan bermain-main dengannya."

OH! Kau tentu sudah tahu maksudnya. Dia akan beraksi lagi. Akan ada yang dibunuh hari ini.

Sanggupkah aku melihat pembunuhan dengan otakku yang sudah mulai sembuh? Bukan! Yang sudah benar-benar pulih karena penerimaan dan kebaikannya.

Axel melemparkan handuk dan kaus baru panjang yang menampilkan kakiku, tanpa celana.

"Hei, Manis! Kurasa tamu kita sudah datang," ucapnya. Menarik tubuhku ke ranjang, kembali mengikat kedua lenganku.

Benar saja, dentang bel di lantai atas terdengar sesaat kemudian.

Axel tak segera membuka pintu, ia malah mengambil beberapa perlengkapan. Tentu saja kalau kujabarkan akan membuat kalian semua bergidik ketakutan.

Ia meletakkan semua senjatanya di atas sebuah meja di seberang tempat tidurku, kemudian dengan santai menaiki anak tangga menuju lantai atas untuk menemui mangsanya.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara percakapan, karena Axel meninggalkan pintu ruang bawah tanah terbuka sedikit, dan jelas mangsanya adalah seorang wanita.

Suara wanita itu terdengar senang, tawa riangnya menggema hingga di tempatku berada, tanpa tahu bahwa ajal akan menjemputnya sebentar lagi.

Langkah-langkah kaki mulai terdengar menuruni tangga ke ruang bawah tanah, kemudian pintu ruang bawah tanah mulai terkuak.

Axel menarik wanita itu masuk, si wanita cekikikan genit. Mengalungkan lengan ke pinggang Axel. Ia berhenti tertawa saat melihatku terikat di ranjang, tampak erotis padahal sebenarnya ....

Aku menatapnya dengan iba. Wanita itu berambut ikal panjang berwarna cokelat gelap dengan pakaian sangat minim, yakni rok mini dan blouse crop yang menampilkan perut rampingnya.

"Siapa itu, Sayang?" tanyanya. Wanita itu menatapku tidak senang, api cemburu membakar di bola mata besar ber-eyeliner tebal. Dandanannya sangat menor. Maskara biru mewarnai kelopak matanya bersama alis melengkung tajam.

Axel hanya tersenyum, kemudian mengedipkan mata. Pria itu menutup pintu ruang bawah tanah dan menguncinya.

"Kau keberatan kalau ada yang lain? Jangan khawatir, dia hanya pelengkap saja, Kaulah yang paling utama." Senyum Axel melunakkan tatapannya padaku.

"Well ... biarkan saja dia, aku tidak keberatan," ucapnya. Si wanita menilik seisi ruangan, mengernyit sejenak saat melihat noda kehitaman pada lantai. Ia melepas sepasang heels berwarna hitam mengkilap dengan pantulan kerlipan berlian di depan pintu. Sejenak, si wanita mengendus udara, tetapi saat melihat Axel mendekatinya, wanita itu mengabaikan bau ruangan ini.

Axel membelai wajah si wanita, menatap intens penuh cinta, sungguh! Aktingnya bahkan membuat mulutku menganga lebar. Jemari Axel menyelipkan untaian rambut ikal ke belakang telinga wanita itu.

“Kau sangat cantik,” puji Axel, membuatwanita itu tersipu malu-malu.

Telunjuk wanita itu menyentuh wajah Axel, bergerak dari tulang hidung mancung dan berhenti di bibir merah Axel. Pandangannya tak bisa beralih. Jemari si wanita mengelus bibir Axel berulang kali. Betapa ia ingin segera menanamkan ciuman di sana.

“Sudah makan?” Suara berat Axel terdengarmerdu, senyum si wanita tak bisa meninggalkan bibirnya.

“Belum, aku ingin menikmatimu terlebih dahulu.”

Ia mendorong Axel perlahan ke dinding. Mengimpit tubuh pemuda itu dengan tubuh sintalnya. Lalu bibir merah ranum si wanita mulai menciumi wajah Axel.

Mula-mula di pipi dan leher, kemudian naik ke bibir Axel. Menanamkan kecupan birahi ke bilah merona Axel.

Kulihat Axel mengernyit jijik, tetapi membiarkan wanita itu terus melakukan aksinya.

“Sabar.” Axel menghindar main-main. Memeluk pinggang si wanita sambil sebelah tangan membelai punggungnya mesra.

“Kau sangat tampan, bagaimana aku bisa sabar, waktuku tak banyak, Sayang.”

Jemari wanita itu mulai menelusuri tubuh tegap Axel dan mencoba untuk membuka kancing baju pria itu, barulah Axel menghentikan tangan si wanita.

Wanita itu menatapnya bingung. Penolakan Axel melukai harga dirinya.

“Kenapa?” tanyanya heran.

"Pejamkan matamu," pinta Axel, "aku punya kejutan." Axel berbisik ke telinga wanita itu, sengaja menghela napas perlahan seolah menahan nafsu, sangat erotis, sampai aku merinding mendengarnya.

"Oh, ya?" Wanita itu tertawa nakal.

"Tapi jangan mengintip ya." Axel mencolek hidungnya main-main.

"OK!" Wanita itu terkekeh, kemudian menuruti perintah Axel, memejamkan kedua matanya.

"Sudah belum?" tanyanya sambil memasang gaya seksi. Tangannya bergerak untuk melepas kancing blouse-nya sendiri.

Dia pasti sangat berharap Axel akan tergoda dan menerkam tubuhnya.

Ingin sekali aku menyuruhnya untuk membuka mata dan melihat Axel yang sedang meraih sebuah pemecah es.

Wanita bodoh! Buka matamu, Lihat! Malaikat maut sedang melangkah ke arahmu.

Wanita itu sama sekali tidak menyadarinya, sekarang ia malah sudah melepaskan baju atasannya dan membuangnya ke lantai. Ia menyilangkan kedua kaki, sementara tangannya mengelus tubuh sendiri.

"Datanglah sayang," desahnya, menggigit bibir bawah bersama erangan menggoda.

"Seperti harapanmu!" Axel tertawa sinis sambil menghunjamkan pemecah es itu ke ulu hati si wanita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status