Home / Romansa / Shadow on me / bab 8. di balik nama Dante

Share

bab 8. di balik nama Dante

Author: Dwie_ina
last update Last Updated: 2025-05-28 09:02:23

Pintu tidak langsung dibuka.

Aira berdiri mematung di dalam kamar, tubuhnya hanya diselimuti oleh kain tipis dan napas yang memburu. Dante berdiri tak jauh darinya, punggungnya tegak namun dagunya menunduk. Seolah baru saja dijatuhkan dari ketinggian yang terlalu akrab.

Suara Camille kembali terdengar dari balik pintu, lebih tegas, lebih menusuk.

“Kalau kau tidak percaya padaku, bukalah laptopnya. Lihat folder yang bernama RAVEN. Kata sandinya: 0611Nox. Itu tanggal pertama kali dia membunuh seseorang.”

Darah Aira terasa surut dari wajahnya.

Dante menggeram pelan, hampir tidak terdengar. “Dia melampaui batas.”

“Benarkah?” bisik Aira. “Jadi... itu semua benar?”

Dante menatapnya lama, dan saat ia akhirnya bicara, suaranya seperti batu basah yang digores silet.

“Aku pernah jadi tentara. Itu bukan rahasia. Tapi setelah keluar, hidup tidak sesederhana berjualan senjata bekas atau buka gym pelatihan. Dunia gelap tidak pernah benar-benar melepaskan siapa pun, Aira.”

Ia melangkah mendekat, tangannya gemetar sedikit. “Aku tidak pernah memilih hidup itu. Tapi saat orang-orang seperti Camille menyelamatkanku, mereka juga memasukkanku ke dalam jaringan yang tidak bisa kutinggalkan begitu saja.”

Aira tidak mundur. Tidak juga menjauh. Tapi wajahnya datar. Terlalu datar untuk seorang gadis yang baru saja tahu pria yang ia inginkan mungkin seorang pembunuh.

“Apa maksudmu... jaringan?” gumamnya.

Dante menatap lurus ke matanya. “Aku pernah menjadi bagian dari organisasi non-resmi. Penugasan bayaran. Menangani target politik, pengedar, dan kadang... orang tak bersalah yang menjadi collateral damage.”

Aira menggigit bibir bawahnya. “Kau masih terlibat?”

“Tidak.”

“Tapi masih ada datanya di laptopmu?”

“Karena aku harus punya pegangan. Kalau mereka berbalik menyerang, aku tidak boleh buta. Camille tahu itu. Tapi dia bermain dengan informasi yang tidak utuh.”

Aira menghela napas panjang. Lalu berkata, “Aku ingin melihatnya.”

“Tidak.”

“Aku harus lihat, Dante. Kalau kau tidak sembunyikan apa-apa, biarkan aku tahu seberapa dalam lubang yang sedang kujatuh ini.”

Dante terdiam.

Lalu, dengan berat hati, ia berbalik, mengambil laptop dari lemari besi tersembunyi di belakang lukisan tua. Jari-jarinya bergerak pelan. Ia mengetikkan kata sandi: 0611Nox.

Folder itu terbuka.

Ratusan file terdaftar rapi. Setiap nama, setiap tempat, setiap tanggal. Beberapa disensor. Beberapa berisi foto yang tidak layak dilihat siapapun kecuali algojo dan penguasa bayangan.

Aira menelan ludah. Tangannya gemetar saat menggeser kursor. Beberapa nama terlalu familiar—nama-nama yang pernah jadi headline di berita internasional. Beberapa... hanya angka dan lokasi.

“Kau benar-benar pernah jadi pembunuh bayaran...” bisiknya.

“Ya.”

Ia menoleh, menatap pria itu. “Apa kau menyesal?”

Dante tidak menjawab segera. “Tidak. Karena saat itu, itu satu-satunya cara bertahan hidup. Tapi aku menyesal tidak berhenti lebih awal.”

Aira memejamkan mata.

Dan saat ia membukanya lagi, ia berkata pelan, “Camille tahu semua ini. Dan dia bisa membocorkannya.”

“Dia tidak akan. Dia tidak sebodoh itu.”

“Kenapa?”

“Karena kalau dia menyeretku jatuh, dia juga jatuh. Dia bagian dari sistem itu.”

**

Sementara itu, Camille menuruni tangga rumah dengan cepat. Langkahnya panjang dan tegas. Tapi wajahnya penuh konflik.

Ia tidak tahu kenapa ia mengucapkan kata-kata itu barusan. Tidak dengan nada setajam itu. Tidak dengan ancaman yang seolah mengundang badai.

Apakah itu karena Aira?

Atau karena dirinya sudah terlalu lama menahan luka dan berharap?

Seseorang menunggunya di luar rumah. Pria muda, berjas hitam, dengan wajah terlalu tenang untuk seorang sopir biasa.

Camille membuka pintu mobil dan masuk.

“Dia tidak membuka pintunya,” katanya pelan.

Pria itu menatap Camille lewat kaca spion dalam mobil. “Kau bilang akan memberinya waktu.”

“Aku memberinya cukup waktu, Ellis. Sekarang waktuku.”

Ellis tidak menjawab. Mobil melaju perlahan ke arah pusat kota. Di tangan Camille, ponsel terbuka, menampilkan satu nama kontak: Black Cell. Tiga huruf putih yang dingin dan mengancam.

Camille menatap layar itu lama. Kemudian ia menghapus pesan yang belum dikirim.

Dan menutup ponselnya dengan hati berat.

**

Kembali di kamar, Aira duduk di atas ranjang. Tangannya menopang kepala. Napasnya pendek dan patah-patah.

“Kalau kau ingin pergi,” kata Dante pelan, “Aku tidak akan menghentikanmu.”

Aira menoleh, matanya merah.

“Kenapa? Karena kau pikir aku terlalu suci untukmu? Atau karena kau pikir aku tidak akan tahan?”

“Karena aku tahu hidup bersamaku bukan hal yang mudah. Ada luka yang tidak akan pernah bisa kututupi.”

Aira berdiri. Melangkah pelan ke arahnya. Ia menyentuh wajah Dante. Menariknya mendekat. Lalu berbisik, “Aku tidak peduli masa lalumu. Tapi aku butuh tahu masa depanmu tidak akan menelanku hidup-hidup.”

Dante memejamkan mata. “Aku akan melindungimu dari semua itu.”

“Kau janji?”

“Aku janji.”

Lalu, dengan desahan lelah dan rindu yang bersatu, Aira meraih leher Dante dan menciumnya.

Mereka berciuman seperti dua orang yang mencoba menyelamatkan satu sama lain dari tenggelam. Tidak ada romantisme. Hanya ketakutan dan keinginan yang saling melilit.

Kemeja Dante jatuh ke lantai.

Aira mendorongnya ke sofa, lalu ikut duduk di atasnya, kakinya mengapit tubuh pria itu.

Malam itu, untuk pertama kalinya, mereka menyentuh bukan untuk memuaskan, tapi untuk saling menguatkan. Tidak ada permainan. Tidak ada ego.

Hanya dua jiwa yang retak, mencoba menyatu di tengah dunia yang terlalu kejam.

**

Pagi menjelang dengan aroma hujan pertama. Udara mengandung ketenangan yang nyaris rapuh.

Tapi ketenangan itu tidak bertahan lama.

Saat Aira turun ke dapur, seorang pria berdiri di sana.

Ia tinggi, berambut abu-abu muda, dengan senyum terlalu tenang.

“Selamat pagi, nona Althea,” katanya sopan.

Aira mengerutkan dahi. “Anda siapa?”

Pria itu mengangkat tangan dengan santai. “Namaku Nox.”

“Maaf?”

“Nox. Nama samaran, tentu saja. Tapi saya yakin Dante akan mengenalnya.”

Aira melangkah mundur. “Apa keperluanmu?”

Nox menatapnya lama. “Aku datang bukan untukmu. Tapi kalau kau tidak memberitahunya aku di sini... yang akan kutemui bukan dia. Tapi keluargamu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Shadow on me   bab 14. dua orang yang terluka

    Langit sore itu tampak seperti luka lebam yang belum sembuh. Abu-abu kehijauan, murung dan menekan. Di bawahnya, gedung-gedung tinggi kota berdiri seperti penjaga bisu, menyaksikan dunia yang terus bergerak meski beberapa hati memilih berhenti. Aira berdiri di jendela apartemennya, membiarkan dingin menembus kulitnya. Pandangannya kosong menembus kaca, tapi pikirannya terlalu gaduh untuk disebut tenang. Setelah kunjungan pria bernama Nox, sesuatu di dalam dirinya runtuh. Bukan hanya ketakutan tentang siapa yang sedang mengintainya, tapi juga kesadaran bahwa masa lalu Dante bukan cerita yang sudah lewat, melainkan bom waktu yang sedang menghitung mundur. Ia tidak bilang pada Dante bahwa Nox datang pagi itu. Tidak juga soal ancaman samar yang disampaikan pria itu. Ada sesuatu dalam cara pria itu menyebut namanya—bukan Aira, bukan Althea, tapi "nona"—yang membuatnya merasa seperti pion, bukan manusia.

  • Shadow on me   bab 13. operasi umbra

    Langit kota menggantung berat malam itu. Tidak ada bintang. Tidak ada bulan. Seolah alam pun tahu bahwa sesuatu sedang bergerak di bawah permukaannya—senyap, tapi mematikan.Aira berdiri di depan cermin kamar mandi, menatap refleksi dirinya.Tatapan gadis itu kosong, namun matanya penuh ledakan rahasia yang belum sempat diledakkan. Ia memutar kepalanya perlahan ke samping, memperhatikan bekas luka samar di bawah telinganya—salah satu dari sekian banyak tanda yang tidak pernah ia pahami sebelumnya. Luka-luka itu kini bukan lagi luka. Mereka adalah bukti.Bahwa dirinya adalah kebenaran yang dimanipulasi.Bahwa darahnya mengandung jejak eksperimen yang dibenci sekaligus diburu.Bahwa mungkin... hidupnya tidak pernah benar-benar menjadi miliknya.Dante masuk pelan, membawa berkas yang baru saja dikirim Camille melalui sistem terenkripsi."Data awal dari Lyra Project," katanya sambil meletakkan folder itu di meja.

  • Shadow on me   bab 12. titik lemah

    Pagi itu sunyi. Tapi bukan karena damai.Aira berdiri di balkon kamar apartemen penthouse milik Dante, mengenakan jubah tipis satin warna kelabu. Secangkir kopi dingin tak tersentuh di tangannya, dan matanya menatap jauh ke arah cakrawala kota yang sedang perlahan terbangun. Tapi pikirannya jauh dari tempat itu.Ia masih memikirkan nama itu.Nox.Seseorang yang datang diam-diam, menyebut nama samaran Dante, dan mengancam menyentuh keluarga Aira—sesuatu yang tidak pernah masuk dalam perhitungan Aira sebelumnya. Ia selalu berpikir bahwa masa lalunya tidak terhubung dengan dunia Dante.Ternyata, ia salah.Pintu balkon bergeser perlahan.Dante keluar, rambutnya masih sedikit basah setelah mandi, dengan kaus hitam polos dan celana training. Sekilas, ia tampak seperti pria biasa. Tapi sorot matanya… tidak pernah biasa."Dia sudah pergi?" tanya Aira pelan, tanpa menoleh.Dante menatap punggung Aira, lalu menja

  • Shadow on me   bab 11. sang penghapus

    Pagi itu terlalu sunyi. Terlalu bersih. Seperti malam yang baru saja menyembunyikan sesuatu berdarah dan dunia pura-pura tidak tahu.Aira berdiri mematung di balik jendela kamar, menatap ke luar pagar beton yang membentengi tempat persembunyian mereka. Di balik rimbun pohon pinus dan kabut tipis, ia melihat sosok itu lagi—berdiri diam, tak bergerak, seolah memang ingin dilihat.Cincin perak berkilat di jari tengah. Luka panjang di leher seperti torehan gelap yang belum sembuh.Ia menghilang dalam satu kedipan.Aira mundur perlahan. Nafasnya sesak. Tulisan di buku catatan Dante kembali terngiang di kepalanya."Jangan percaya siapa pun kecuali pria dengan luka di leher dan cincin perak di jari tengah."Namun apa artinya kalau pria itu tidak pernah diperkenalkan? Dan kenapa harus sembunyi-sembunyi? Sesuatu dalam dirinya menolak untuk percaya begitu saja.Ia menarik napas, mencoba meredam kecemasan yang mulai menyesakkan dad

  • Shadow on me   bab 10. luka yang dibungkam

    Hujan kembali turun, lebih deras dari semalam. Seakan langit ingin mencuci bersih sesuatu yang busuk di dunia ini—meski tahu itu sia-sia.Aira duduk di dalam mobil hitam yang dipinjamkan Dante untuknya, jemarinya mencengkeram tas kecil yang sejak pagi tadi tak pernah dilepas. Sudah dua jam sejak pertemuan itu. Sejak pria bernama Nox muncul dan merobek realita tenangnya yang semu."Aku datang bukan untukmu..."Kata-kata itu masih menggema. Seperti bayangan, mengendap di balik tengkuk. Membuat kulitnya dingin meski AC mobil sudah mati sejak tadi.Ponselnya berdering. Ia menoleh pelan. Nama di layar: Dante.Tangan Aira gemetar saat menyentuh layar.“Halo,” suaranya pelan.“Kau di mana?” suara Dante terdengar datar. Tapi bukan datar karena tenang—melainkan terlalu banyak emosi yang dikunci rapat.“Aku keluar sebentar,” jawab Aira hati-hati. “Aku… butuh udara.”Keheningan.Kemudian Dante berkata, “D

  • Shadow on me   bab 9. janji yang tertinggal di luka

    Dante merasakan ada yang tidak seimbang saat ia membuka mata.Udara pagi seharusnya membawa ketenangan, tapi ini seperti jebakan yang terlalu rapi. Hening yang disulam terlalu sempurna. Sunyi yang menunggu untuk memekik.Ia meraih celana panjangnya, mengenakannya sambil berjalan keluar kamar. Langkahnya cepat, naluri lamanya seperti sedang digelitik dari tidur panjang. Belum sampai ke tangga, ia mendengar suara rendah yang tidak asing di telinganya.“Nox,” gumamnya, nyaris tanpa suara.Ia mempercepat langkah, menuruni anak tangga dan menemukan Aira berdiri di ambang dapur, tubuhnya kaku seperti patung, sedang seorang pria asing duduk santai di kursi makan sambil memutar cangkir kopi yang belum disentuh.Pria itu menoleh, dan bibirnya membentuk senyum yang tidak sampai ke mata.“Dante,” ucapnya, seolah menyapa sahabat lama.“Keluar,” kata Dante, dingin.“Tentu. Tapi bukan sebelum kau mendengarkanku.”“Ti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status