Aku terpaku di tengah rasa sakitku sekaligus dengan degup jantung yang lebih cepat dari biasanya. Teringat kembali peristiwa yang terjadi di penjara bawah tanah, ketika seorang tahanan dikuliti hidup-hidup dengan kejam, dan—orang inilah yang melakukannya. Kali ini—mungkin aku takan bisa lolos darinya. Sial!“Yang mulia,” lirihku. “Apa—kali ini kau akan mengulitiku juga?”Tampak seringai dari sorot matanya. “Aku akan melakukan hal yang lebih dari itu,” sahutnya. “Kau berhasil menipuku.”Gawat! Aku tak bisa seperti ini. Velian akan dalam bahaya jika aku sampai mati di tangan putra mahkota. Sial! Apa yang harus kulakukan?Aku meraih salah satu pedang kecilku, berniat untuk menyerangnya, namun ia menyadari pergerakanku sambil tersenyum menang. Ia berhasil merebut pedang kecil milikku dan menyimpannya di balik jubahhnya.Tubuhku mengerjap ketika sebuah jarum menembus lenganku dan sesuatu masuk kedalam tubuhku. Rasa sakitku hilang perlahan disusul juga dengan hilangnya kesadaranku.“Kau tak
Aku melepas sepatu dengan kasar dan segera mengganti pakaianku dengan dress mini yang ada, kemudian membanting diri ke tempat tidur. Luka bekas tusukan dan cambukan masih terasa nyeri hingga aku harus mengernyitkan kening, tapi aku bersyukur istana memiliki obat yang mujarab untuk menyembuhkan luka. Meskipun masih terasa pedih tapi tidak seburuk kemarin.Kini pikiranku melayang seakan tak mau menghadapi hari esok. Rasa kalut mulai meronta dan berteriak semoga hari ini tidak cepat berlalu.“Adu pedang sampai mati,” gumamku.Aku tidak masalah dengan adu pedangnya, tapi pernikahannya! Aku tidak tahu apakah aku harus memenangkan pertandingan itu atau tidak. Jika saja tidak ada peraturan adu pedang sampai mati, mungkin aku akan memilih mengalah saja.“Sial! Kenapa aku harus terlibat dengan urusan mereka?” makiku dalam hati.Aku mengubah posisiku menjadi tengkurap sambil menyangga dagu dengan bantal. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan besok, pilihanku saat ini hanyalah mengalah atau d
Aku membuka mata dengan berat disertai rasa nyeri di dada kananku. Kulihat ramuan herbal dengan balutan perban yang melilit di sepanjang bahu kananku dan butuh waktu untuk menyadari bahwa tubuhku hanya berbalut selimut.Kuedarkan pandangan dan kudapati tempat tidur yang berbeda dari biasanya. Kali ini begitu mewah dari kamarku sebelumnya.“Tuan putri sudah sadar!”Kulihat wanita tua terlihat semringah dengan mata sedikit berkaca-kaca saat melihatku. Ia langsung beranjak keluar dengan sedikit keributan.“Yang mulia, tuan putri sudah sadar!” gaduhnya di luar sana.Tak lama seorang pria dengan penampilan khas pangeran masuk ke kamar dan menatap wajah pucatku.“Bibi Athea, siapkan makanan dan pakaian.”“Baik.”Tak lama bibi Athea pergi dan kini tinggal kami berdua. Pikiranku masih menolak kenyataan bahwa aku—telah menikah dengannya. Hari itu rasanya seperti mimpi buruk. Aku langsung merapatkan selimut untuk menutupi tubuhku ketika dia mendekat.“Aku sama sekali belum menyentuhmu. Jadi jan
“Valen?”“Velian?” gumam ku ternganga.Tanganku ditarik dengan cepat dan dalam sekejap tubuhku sudah berada dalam rengkuhannya. Aku bisa merasakan napasnya tak beraturan akibat cemas yang bercampur lega. Aku melingkarkan tangan untuk menerima tubuhnya.“Aku—merasakan sakit waktu kau terluka,” ujarnya. “Kupikir kau—.”“Aku baik-baik saja. Jika aku mati, mungkin kau tak akan membuka mata lagi.”“Aku—nyawaku benar-benar bergantung padamu.”“Aku sudah berjanji padamu untuk melindungimu bukan? Saat aku mengetahui bahwa kau adalah pangeran ke empat, aku sudah mengabdikan diriku padamu.”Velian melepas pelukannya dan menatapku terutama—pakaianku. “Penampilanmu yang selalu ala kadarnya dan suka memakai pakaian pria terkadang membuatku lupa bahwa kau adalah wanita.” Dia terlihat gugup dengan menelan ludah. “Kau—benar-benar seperti wanita sungguhan.”Aku tersenyum kaku mendengar penuturannya. “Hei, aku memang wanita sungguhan.”Ia sama tersenyum kaku, tapi tak lama senyumnya memudar ketika tata
Aku memacu kuda dengan berat hati setelah berpisah dengan Velian. Perasaanku menjadi carut marut seketika dengan debaran aneh yang sebelumnya pernah kurasakan meskipun tidak separah ini. Udara dingin menyapu wajahku hingga rasanya terasa beku. Uap putih berhembus seiring napasku yang teratur.Tak lama, aku sampai di sebuah tempat di mana aku berpisah dengan Erick. Berdasarkan prosedur, aku harus menunggunya di sini, tapi tempat ini begitu sepi dan juga lembab. Aku segera mencari tempat yang sedikit kering tak jauh dari tempatku agar bisa menyalakan api sambil menunggu. Seharusnya Erick akan segera kembali.Aku duduk termenung sambil menggosok kedua tanganku untuk memberikan rasa hangat yang tak seberapa lalu merapatkan jubah hangatku. Pikiranku kembali melayang pada Velian dan kejadian sebelum ini. Aku tidak mangharapkan waktu terulang, tapi aku juga tidak ingin melupakannya. Wajahku terasa memanas ketika memikirkannya.Lamunanku buyar ketika mendengar ringkikkan kuda yang semakin men
Pikiranku begitu jernih, tapi tubuhku masih enggan untuk bergerak. Telingaku mendengar, tapi mataku enggan terbuka. Suara bising, rayuan para selir, kekhawatiran, rasa cemas terdengar silih berganti. Aroma herbal, makanan, dan salju juga kucium silih berganti. Sesekali aku merasakan sentuhan lembut membelai rambutku."Seperti yang ayah lihat bukan? Dia sama sekali belum diberi penawar racun, tapi dia masih hidup hingga saat ini. Apa kau masih berpikir bahwa dia seorang Shirea?" Itu suara Erick."Seharusnya kau tidak menikahinya. Dia akan membawa kehancuran bagi kita dan yang pasti posisimu akan terancam.""Posisiku atau posisi ayah?""Erick!""Ayah sudah memberiku kekuasaan dan aku memiliki hak yang berdaulat atas Valen. Jika dengan ini ayah ingin mencabut kembali kekuasaanku, silahkan! Aku akan pergi dari sini bersama Valen dan ayah akan menjadi raja seumur hidup tanpa adanya pewaris.""Erick! Kau bahkan sekarang berani mengancamku?""Itu adalah fakta yang akan datang.""Baiklah. Jik
Aku segera melepas kain yang melilit di tubuhku setelah melempar jubah milik Erick di kursi. Siraman air mengguyurku ketika aku menuangkannya ke seluruh tubuh. Meskipun pedih, tapi rasa lengketnya mulai memudar dan tubuhku terasa ringan ketika merasa sudah bersih.Bibi Athea langsung membantuku untuk mengolesi obat luka sambil menyuarakan serapah terhadap para selir ketika melihat luka-lukaku. Aku turut mengolesi luka-lukaku sendiri untuk bagian lengan dan beberapa bagian yang masih terjangkau oleh pandanganku, sementara bibi Athea sudah mengolesi obat di punggungku."Semoga saja mereka mendapat hukuman yang layak." Setidaknya itu adalah serapah terakhir yang kudengar."Sudah lah, biarkan saja.""Tidak bisa begitu!" tukasnya. "Harusnya mereka sadar bahwa status mereka hanya selir, nona. Meskipun mereka lebih dulu tinggal di wilayah kediaman Putra Mahkota, mereka tidak boleh melakukan hal-hal seperti ini apa lagi padamu!"Aku tersenyum miring mendengar kalimatnya yang tak terlalu forma
Seminggu telah berlalu dan aku masih menjalani hukumanku. Baru satu buku tebal yang berhasil kusalin dan itu pun jemariku sudah harus diperban dan diterapi untuk memulihkan otot-otot pergelangan tanganku yang kaku dan kram. Berkali-kali Lavina harus memijat tanganku dan sesekali meniupkan sedikit sihir agar cepat sembuh meskipun itu tak bertahan lama."Yang mulia, saya membawakan teh untuk anda." Velian datang sambil membawakan secangkir teh hangat.Selama aku di kamar, semuanya harus terlihat normal termasuk bagaimana Velian harus menjaga sikap agar tidak ketahuan."Terima kasih, tuan Ricky."Aku meraih secangkir teh yang ia sodorkan kemudian meneguknya. Rasanya sangat lucu mengingat seharusnya aku lah yang melayaninya. Velian adalah pangeran yang sesungguhnya dan aku hanya sebagai ksatrianya, tapi justru dia yang melayaniku? Dunia terbalik macam apa yang kujalani saat ini?"Sebentar lagi makan malam, saya akan memanggil anda jika sudah siap."Aku tersenyum formal padahal hatiku tert