Share

New Besrt Friends

Shelley sedikit kaget karena tawaran yang diberiakan oleh Alana dan Lizzie. Dia tidak menyangka mereka akan dengan mudah menerimanya sebagai teman. Dan yang membuatnya lebih kaget lagi adalah saat Lizzie dan Alana menawarkannya untuk menjadi sahabat mereka.

Shelley masih menimang-nimang ajakan kedua mahasiswi cantik yang ada di hadapan mereka. Tawaran yang mereka berikan sngatlah tulus. Dia bisa melihat ketulusan dari manik berwarna cokelat gelap milik Lizzie dan manik berwarna cokelat terang milik Alana.

“Astaga, aku tidak menyangka mereka akan menawarkan hal ini padaku. Apa sebaiknya aku terima saja tawaran mereka? Tapi, apakah mungkin mereka serius menawarkan hal ini padaku,” batin Shelley dengan sangat bimbang.

“Bagaimana Shelley?” tanya Lizzie dengan tatapan penuh harapan agar Shelley mau menerima ajakannya.

“Terima lah Shelley. Kami memang tulus ingin berteman denganmu ... atau lebih baik lagi, kita bersahabat,” timpal Alana dengan pancaran memohon dari kedua manik berwarna cokelat terang miliknya.

“Eum ... baiklah, kita sahabat sekarang?”

Dengan cepat, Alana dan Lizzie menganggukkan kepala mereka. Shelley membelalakan mata saat Lizzie dan Alana memeluknya dengan begitu erat. Tanpa disuruh, Shelley membalas pelukan kedua sahabatnya dengan begitu bahagia. Ketiga sahabat itu saling berpelukan bahagia dan tanpa sadar ada empat pasang mata yang menatap mereka dengan tatapan datar, tetapi mereka juga merasakan kebahagiaan karena ketiga sahabat yang berada di ruang makan kampus.

“Sepertinya aku mulai mencintai Alana,” ujar mahasiswa dengan manik berwarna abu-abu terang.

“Apa kau serius, Dude?” tanya mahasiswa disebelahnya dengan hanya melirik sahabatnya dari sorot matanya.

“Serius! Lagipula hubunganku dengan Sara sudah berakhir.”

Sahabatnya langsung membelalakkan matanya. “Tidak mungkin kau mengakhiri hubungan kalian,” ucapnya tidak percaya.

“Dengar Edbert, untuk apa aku memperjuangakan hubungan kalau aku tidak cinta dan tidak merasa nyaman saat berada di dekatnya,” balasnya dengan serius.

“Tapi kan, kau sudah mengambil kesucian Sara.”

Brandon menghembuskan napas lelah. “Kata siapa, hah?”

“Aku melihat dari W******p story milik Sara dua hari lalu.”

“Dua hari lalu? Aku bahkan tidak pernah tidur di rumahnya. Aku juga tidak pernah tidur dalam satu ranjang yang sama,” timpal Brandon untuk membela dirinya sendiri.

“Tapi, saat itu Sara tidak berfoto sendirian, ada pria lain di balik selimut dan dia menuliskan caption 'Now i’m a woman',” ucap Edbert memberitahu Brandon.

“Mungkin pria itu sedang nge-date dengan Sara. Tidak hanya sekali ini saja Sara dekat dengan pria lain. Aku sudah sering melihat dia dekat dengan pria lain. Seperti saat dia sedang dinner romantis di restoran kelas atas bersama Recce,” ujar Brandon, dan tentu saja hal itu membuat Edbert menatapnya tak percaya.

“Kau tidak percaya?” tanya Brandon dengan malas.

“Tentu saja aku percaya dengamu,” jawab Edbert supaya topik tentang keburukan Sara berakhir.

Manik berwarna cokelat terang milik Edbert kembali menatap Shelley yang sedang tersenyum pada kedua sahabatnya. Dia menajamkan pendengarannya agar bisa mendengar apa yang sedang dibahas oleh ketiga mahasiswi itu.

Edbert merasa getaran dari dalam saku celana jeans miliknya. Dia meantap Brandon dengan pelan. Ternyata sahabatnya itu menatapanya dan memberi kode padanya agar segera bersembunyi dan menerima panggilan suara dari orang yang sudah menghubunginya.

“Lebih baik kita segera pergi ke belakang ruang makan. Lihatlah, mereka sepertinya akan segera keluar dari ruang makan,” saran Brandon.

Sebelum menyetujui saran dari Brandon, Edbert menyempatkan diri untuk mengambil ponselnya dan melihat siapa yang sudah menghubunginya.

“Shit,” umpat Edbert setelah melihat nama yang tertera pada layarnya.

Brandon memberikan tatapan bertanya pada Edbert setelah Edbert mengumpat.

“Ayahku,” ujar Edbert dengan kesal.

“Sepertinya ayahmu meminta kau untuk menemani Michalina ke pusat perbelanjaan,” tebak Brandon dengan sangat tepat.

Edbert hanya mengangguk dengan lesu.

Brandon tersenyum dan menepuk pundak Edbert dengan gentle. “Lebih baik kau turuti saja permintaan ayahmu daripada seluruh fasilitas ditarik olehnya,” saran bijak dari Brandon.

Tangan brandon berubah menjadi merangkul bahu lebar milik Edbert. Keduanya melangkahkan kaki bersamaan menuju parkiran. Jalan yang mereka pilih yaitu melewati lorong yang ada di belakang ruang makan. Karena itulah lorong terdekat menuju parkiran para mahasiswa.

“Iya Dad, ini aku mau kesana bersama Brandon. Tadi aku ada keperluan sebentar di kelas,” ucap Edbert setelah menerima panggilan suara dari sang ayah.

“...”

“Iya, Dad. Lain kali aku akan selalu ada di samping Michalina. Tapi aku juga tidak bisa janji untuk selalu ada untuknya.”

“...”

“Kami berbeda Dad. Aku harus berjuang lebih untuk mendapat nilai yang baik dalam projek kali ini. Sedangkan Michalina hanya tinggal bicara dengan ayahnya, maka nilai projeknya akan tinggi.”

“...”

“Bukan aku membandingkan Michalina dengan diriku sendiri, Dad. Tapi itulah faktanya.”

“...”

“Oke, aku akan berusaha untuk selalu ada didekat Michalina.”

***

“Baik Dad, aku akan berusaha untuk selalu ada didekat Michalina.”

Shelley menoleh kearah lorong yang ada di sebelahnya.

“Sepertinya masih ada orang lain di kampus ini,” ujar Alana sambil menoleh kearah lorong yang dilihat oleh Shelley dan Lizzie.

“Aku pikir semuanya pergi dengan Michalina,” ucap Shelley sambil terus mengamati lorong itu.

“Suara itu mirip dengan suara Edbert,” timpal Lizzie.

“Edbert?” tanya balik Shelley sambil menatap Lizzie.

“Iya Edbert, anak dari mr. Bravey,” jawab Alana dengan cepat.

“Sepertinya kau tidak tahu siapa mr. Brayev,” tebak Alana setelah melihat Shelley yang sedang berpikir.

Shelley menggeleng dengan cepat. “Tidak! Tentu saja aku kenal dengan mr. Bravey. Dia sa-”

Astaga Shelley, kenapa kau hampir keceplosan,” maki Shelley di dalam hatinya.

“Dia?” tanya Lizzie dengan penasaran karena Shelley tidak melanjutkan ucapannya.

God, apa yang harus aku katakan,” panik Shelley di dalam hatinya.

“Dia ... dia merupakan orang terkaya keempat di benua Amerika, right?”

“Ya, dia memang sangat kaya,” timpal Alana.

“Edbert adalah pria yang tadi menatapmu saat yang lainnya sudah pergi. Atau jangan-jangan dia menyukaimu, Shelley,” celetuk Lizzie.

 Shelley tersenyum kikuk. “Tidak mungkin dia yang sangat tampan itu menyukai aku yang cupu ini.” Shelley merendahkan dirinya.

“Aku tahu kau sangat cantik Shelley. Hanya saja, kau harus mengikuti trend fashion saat ini. Mungkin dengan cara ini, Edbert dan pria lainnya akan terpikat dengan kecantikan yang kau miliki,” elak Lizzie saat Shelley merendahkan dirinya sendiri.

“Dan aku memiliki feeling kalau kau lebih cantik daripada kami. Iya kan Zie?” lanjut Alana memuji kecantikan yang tersembunyi dari Shelley.

“Ya, aku juga merasakan hal yang sama,” balas Lizzie dengan yakin.

Apakah mereka akan tetap bersamaku saat aku memperlihatkan siapa sebenarnya diriku?” batin Shelley dengan cemas.

 “Tidak-tidak, aku tak ingin kehilangan kedua sahabatku ini. Aku tidak akan memperlihatkan siapa sebenarnya aku. Dan aku tidak ingin mereka menjauh dariku karena merasa dibohongi olehku,” batin Shelley menolak untuk memperlihatkan siapa sebenarnya dirinya.

“Shelley, lebih baik kita segera pergi ke lokerku dan mengambil pakaian untukmu. Aku tahu, kau pasti tidak nyaman dengan kuah kari yang sudah menembus pakaianmu,” ajak Lizzie.

“Sepertinya kau sangat ahli dengan kondisi orang di sekitarmu, Lizzie,” celetuk Shelley.

“Hah, bukan hanya ahli. Tetapi dia sudah biasa membaca pikiran orang lain.” tambah Alana diiringi kekehan.

“Apa dia seorang cenayang?” tanya Shelley dengan sanagt penasaran.

“Bukan, aku hanya orang biasa. Tetapi aku bisa mendeteksi kondisi dan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain yang ada di dekatku.” Shelley mengangguk paham.

“Syukurlah dia bukan seorang cenayang. Kalau dia seorang cenayang, bisa-bisa aku akan gagal mewujudkan dua impianku itu,” batin Shelley dengan lega.

“Ayo kita pergi sekarang,” ajak Lizzie sambil menarik tangan Shelley dan Alana dengan pelan.

“Astaga Lizzie, aku bisa berjalan sendiri,” ujar Alana tidak terima.

“Cepatlah, apa kau tidak kasihan melihat pakaian Shelley yang sudah berubah warna dan bau itu?” balas Lizzie.

***

“Tadaaa,” ujar Lizzie setelah meminjamkan pakaiannya beserta rok di atas lutut miliknya.

“Bagaimana Na, sudah cocok?”

“Ini lebih baik daripada tadi,” jawab Alana sambil menilai penampilan Shelley.

“Apa ini lebih baik?” tanya Shelley dengan tidak percaya diri.

“Ya, ini lebih baik karena tidak bau kuah kari,” celetuk Alana sambil tertawa.

***

Saat ini, Alana, Lizzie, dan Shelley sedang mengelilingi kampus bisnis termahal di benua Amerika. Sambil berjalan, Lizzie dan Alana tidak henti-hentinya menjelaskan ruangan apa saja yang mereka lewati. Shelley pun mengingat-ingat apa yang sudah dijelaskan oleh kedua sahabat barunya tentang belasan ruangan yang sudah mereka lewati.

“Apa kau tahu, si tampan Aleix pindah dari kampus ini,” ucap mahasiwi lain yang berpapasan dengan ketiganya dengan heboh.

“Oh ya?” kaget mahasiswi yang ada di sebelahnya.

“Iya, dia pindah ke kampus terbaik yang ada di Paris,” balasnya.

“Itu lebih baik. Karena saingan aku untuk merebut hatimu kembali sudah berkurang,” ujar mahasiswa yang ada dibelakang kedua mahasiswi itu.

“Tidak semudah itu, Miguel,” elak mahasiswi yang ternyata masih dicintai oleh mantan kekasihnya.

“Masih ada Edbert, Brandon, Adward, dan Noah di hatiku.” lanjut mahasiswi itu dan mendapat helaan napas dari mahasiwa yang tak lain mantan kekasihnya.

Alana terdiam. “Apa kau menyukai kembaranku?” tanyanya pada mahasiswi itu.

“Astaga, ternyata ada adik kembaran dari pria yang aku sukai,” ucapnya dengan kaget.

“Tidak apa, itu lebih baik. Aku akan mengatakan hal ini pada kembaranku yang jelek itu.”

Setelah mengucapkan hal itu, Alana pergi meninggalkan dua orang mahasiswi dan seorang mahasiswa yang masih terdiam kaget karena keberadaan kembaran Adward ada di dekat mereka.

“Darimana saja kau Alana?” tanya Lizzie dengan kesal saat Alana kembali disebelah Shelley.

Alana mengatur napasnya dan mulai membuka suaranya. “Aku hanya berbicara pada mahasiswi tadi yang ternyata menyukai kakak kembaranku,” ujarnya setelah mengatur tempo pernapasannya yang tidak teratur.

“Kau ini seperti tidak tahu seberapa mempesonanya kakak kembaranmu,” timpal Lizzie sambil menjitak kepala Alana dengan pelan.

“Apa kau kata?!” pekik Alana.

“Kau barusan memuji kakak kembaranku? Oh God, sepertinya kau sudah mulai kehilangan akal.”

“Ya, itu memang faktanya. Dia memang mempesona untukku,” ucap Lizzie dengan jujur.

“Kakak kembaranku yang jelek dan menyebalkan itu kau bilang mempesona?” tanya balik Alana karena dia masih tidak percaya pada kejujuran Lizzie.

Lizzie hanya mengangguk.

Jangan-jangan, Lizzie menyukai kakak kembaranku. Atau mungkin dia mencintai Adward?” batin Alana dengan penuh curiga.

Shelley hanya terdiam karena dia tidak tahu seperti apa wajah dari kakak kembaran Alana.

Apakah Adward sangat tampan, sehingga para mahasiswi terpesona dengannya?” batin Shelley bertanya-tanya.

Lizzie mengajak kedua sahaabtnya untuk duduk di taman yang ada di sisi kiri mereka. Sepatu mahal milik Lizzie dan Alana menginjak rerumputan berwarna hijau yang sangat terawat. Begitupula dengan sepatu lusuh milik Shelley. Namun, Shelley tidak merasa minder ataupun malu karena sepatunya yang sangat berbeda jauh dengan milik kedua sahabat barunya. Dia malah sangat bersyukur karena masih memiliki sepatu yang layak untuk dipakai. Karena dia tahu, banyak orang diluaran sana yang tidak memiliki alas kaki dan sangat ingin untuk memilikinya.

“Aku akan mengambil minuman dulu,” pamit Alana setelah Lizzie dan Shelley mendudukkan tubuh mereka di atas rerumputan.

“Hari yang sangat indah,” puji Lizzie setelah melihat ke langit yang berwarna biru.

“Semoga saja cuaca tidak berubah dengan cepat,” harap Lizzie sambil menatap Shelley yang sedang terdiam.

Shelley yang ditatap seperti itu pun mengangguk kikuk dan tersenyum tipis.

“Oh ya Shelley, kau harus mengetahui para pria tampan yang menjadi idaman para mahasiswi di kampus ini,” ujar Lizzie sambil menegakkan tubuhnya dan mengeluarkan ponsel mahalnya dari dalam saku celananya.

“Sebentar, aku mencari foto para pria itu.” Tambahnya.

Shelley hanya terdiam dan mengamati Lizzie yang sedang sibuk mencari foto-foto para pria yang katanya idaman para mahasiswi di kampus ini. Sudut mata milik Shelley tertuju pada Alana yang kembali dengan membawa tiga kaleng soda.

“Nah, ini dia. Akhirnya aku mendapatkan foto mereka,” pekik Lizzie dengan gembira saat menemukan foto-foto pria idaman kampus ini.

Lizzie mendekatkan ponsel mahalnya pada Shelley. Dia mulai menunjukkan sebuah foto pada Shelley. Di dalam foto itu, ada seorang pria yang sangat tampan. Pria itu mengenakan jas berwarna hitam dan kemeja berwarna putih. Pria itu memiliki rambut rapi berwarna hitam kecokelatan. Alis pria itu sangat tegas, begitupula rahang yang dimiliki pria itu. Tatapan mata pria itu sangat tajam, dan itu berhasil membuatnya meleleh seketika. Bibir tipis berwarna merah alami, kedua mata berwarna abu-abu terang kehijauan, dan hidung mancung membingkai indah di wajah pria itu. 

“Dia adalah pria pertama yang selalu diidam-idamkan oleh para mahasiswi kampus ini. Namanya sangat indah, seperti wajah pria ini. Dia bernama Aleix Sevran. Tapi sayangnya, dia pindah ke kampus terbaik yang ada di Paris beberapa menit yang lalu,” terang Lizzie panjang lebar.

“Pria ini sangat tampan. Mungkin kalau aku menjadi model internasional seperti Casaandra Vallerry Maxllan akan dengan mudah menjadi kekasihnya,” batin Shelley berandai-andai.

“Di peringkat kedua, ada si tampan Edbert Bravey yang tadi menatapmu saat di ruang makan.” lanjut Lizzie sambil menunjukkan foto Edbert.

Di foto itu, Edbert sedang bersantai di sebuah pantai dan pandangannya tertuju pada kamera. Memang benar wajah dia tidak berekspresi saat difoto, tetapi hal itu sudah lebih dari cukup untuk membuat para wanita meleleh.

Kemeja berwarna soft blue bergambar pohon kelapa yang hanya memiliki panjang lengan setengah dari lengan atasnya, memperlihatkan sedikit tatto yang berada di lengan atasnya. Shelley berasumsi kalau tatto itu menjalar sampai ke bahu lebar seorang Edbert. Manik cokelat terang, hidung mancung, alis tebal, bibir tipis, dan rahang yang tidak terlalu tegas, membuat para wanita langsung memuji ciptaan Tuhan satu ini. Pandangan Shelley tertuju pada lengan atas Edbert yang kekar. Dia yakin kalau Edbert rutin gym dan menjaga bentuk tubuhnya.

“Di peringkat ketiga yaitu Adward, kakak kembaran Alana,” sambung Lizzie sambil menunjukkan wajah tampan milik Adward.

“P-pantas saja kau menyukai Adward. Ternyata dia setampan ini,” puji Shelley sekaligus membuka topik agar Lizzie bercerita lebih tentangnya.

“Ya, dia sangat tampan. Bahkan setiap malam, aku selalu berkhayal kalau dialah yang akan menjadi kekasih sekaligus suamiku,” harap Lizzie tanpa sadar kalau dia keceplosan.

“Akhirnya kau mengaku juga kalau mencintai kakak kembaranku,” celetuk Alana sambil tertawa.

Lizzie membelalakan mata saat suara Alana menyapa indra pendengarannya.

“Poor you Zie. Kau sudah keceplosan. Aduh, bagaimana ini?!” panik Lizzie di dalam batinnya.

“Aku akan memberitahu kabar bahagia ini pada kakak kembaranku,” ujar Alana memanas-manasi Lizzie.

“Please Alana, jangan beritahu kakakmu,” mohon Lizzie pada Alana.

Alana terus tertawa karena baginya ini adalah hal lucu. Dia tidak menyangka ternyata kakaknya yang jelek itu dicintai oleh sahabat adik kembarannya sendiri.

“Jujur saja, aku tidak menyangka kau mencintai kakakku yang jelek dan menyebalkan itu,” ucap Alana disela-sela tawanya.

***

“Zie, maafkan aku. Aku hanya bercanda saja tadi. Tidak mungkin kalau kakakku menganggap hal ini serius,” mohon Alana pada Lizzie.

Sekarang adalah keterbalikan dari yang tadi. Jika yang tadi Lizzie yang memohon pada Alana, maka sekarang Alana lah yang memohon pada Lizzie. Andai saja Alana tidak menelpon Adward dan mengatakan hal ini pada kakaknya, maka Lizzie tidak akan marah dalam diam seperti ini. 

“Hai Lizzie, bisakah kau ikut denganku ke restoran? Aku ingin kau menemaniku makan siang,” ujar seorang pria setelah dia membungkukkan tubuhnya disebelah Lizzie yang sedang berdesekap dada dan memayunkan bibir tipisnya.

Lizzie terdiam membeku. Dengan spontan, dia menolehkan pandangannya kearah kiri dan tanpa disengaja dahi miliknya bertabrakan dengan dahi milik pria yang sudah mengajaknya makan siang.

Tangan sebelah kiri Lizzie menyentuh dahinya yang berdenyut karena bertabrakan dengan dahi keras milik pria didepannya.

“Apakah sakit?” tanya pria itu dengan cemas.

Tangan besar pria itu menyentuh dahi Lizzie dan mengusapnya dengan pelan.

“Apakah sudah lebih baik?” tanyanya setelah mengusap berulang kali dahi Lizzie dengan perlahan.

Lizzie hanya bisa mengangguk pelan dan menutup mulutnya rapat-rapat.

“Ayo ikut denganku,” ajak pria berambut blonde sambil menarik pergelangan kedua pergelangan tangan Lizzie dengan sangat lembut dan perlahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status