Share

Mendatangi Kepsek

Siapa yang Menghamili Muridku?

 

Bab 4 : Mendatangi Kepsek

 

Sebelum menuju sekolah, kubelokan sepeda motor ke arah rumah Sandiyya. Tak mengapa datang agak siang, lagipula jam mengajarku hari ini cuma ada di jam terakhir saja. Aku harus bisa memberikan pengertian pada wanita khalaf itu, jiwanya tidak beres. Seenaknya saja mau membunuh darah daging sendiri. Dikira binatang apa, masih banyak wanita lain yang tak dikaruniai anak.

 

Kuparkirkan sepeda motor di depan rumah sederhana itu, lalu mengucap salam. Tak ada sahutan dari dalam, pintu rumah juga tertutup rapat.

 

"Cari siapa, Mbak?" Dua orang wanita paruh baya menghampiriku.

 

"Yang punya rumah ada gak ya, Bu?" tanyaku sedikit bingung menjawab pertanyaannya sebab aku tak tahu nama dari Ibuk Sandiyya.

 

"Oh, Suryati jam segini masih kerja, Mbak. Sore atau malam baru ada di rumah," jawab wanita yang berjilbab panjang tapi berdaster cuma di bawah lutut.

 

"Iya, dia buruh cuci keliling dari rumah ke rumah gitu," timpal wanita yang tidak berjilbab, dengan rambut berwarna pirang.

 

Aku manggut-manggut saja mendengar jawaban dua wanita berdaster itu.

 

"Kalau boleh tahu, Mbak ini siapa, ya? Ada perlu apa sama Suryati?"

 

"Ah, ya sudah, saya permisi. Terima kasih." Aku berjalan mendekati sepeda motor, serem juga dikerubuti ibu-ibu tukang gosip ini.

 

Si Ibu-ibu berdaster itu malah mengejarku dan berkata, "Mbak pasti gurunya Diyya, ya?" tebaknya.

 

Aku hanya tersenyum miring sambil memakai helm.

 

"Sandiyya itu anak gak tahu diri, Mbak. Gak kasihan sama orangtua. Dia dikeluarin dari sekolah karena hamil, kan?" selidiknya dengan antusias.

 

Ya tuhan, ternyata kasus Sandiyya sudah menyebar ke para tetangga, kasihan anak itu.

 

"Kami sudah curiga sama tampilan body anak itu yang kian hari makin berisi, nah ... ternyata benar," ocehnya ibu-ibu yang satunya lagi.

 

"Heran, jadi anak kok bisanya cuma buat susah orangtua saja," sambung yang satunya lagi.

 

"Ya sudah, Bu. Saya permisi, assalamualaikum." Aku segera menyalakan sepeda motor dan tancap gas. Tak kuasa telinga ini mendengar dua wanita itu terus menghakimi Sandiyya.

 

***

 

Setelah menyimpan tas di ruang guru, aku bergegas menuju ruang kepala sekolah. Rasanya tidak puas dengan keputusannya yang langsung mengeluarkan Sandiyya dari sekolah. Kuketuk pintu perlahan, terlihat Pak Yoga sedang duduk di kursinya.

 

"Assalamualaikum, Pak, boleh saya masuk?"

 

"Silakan, Bu Endang," jawabnya ramah.

 

Aku langsung duduk di hadapan pria berkaca mata tebal dengan rambut jarang itu.

 

"Ada apa, Bu Endang?"

 

"Masalah Sandiyya, Pak."

 

"Oh, kenapa?"

 

"Kenapa Pak Yoga langsung mengeluarkan dia?"

 

"Oh, masalah itu. Sandiyya sudah melanggar aturan sekolah, yaitu hamil."

 

"Tapi, Pak ... Sandiyya siswa berprestasi. Dia pernah membuat harum nama sekolah dengan mendapatkan juara satu lomba olimpiade matematika. Apa tidak ada keringanan baginya untuk tetap mendapatkan pendidikan."

 

"Bu Endang, saya paham maksud Ibu. Ini sudah menjadi aturan di semua sekolah, setiap siswa yang ketahuan hamil pasti langsung dikeluarkan."

 

"Tapi, Diyya masih ingin sekolah, Pak."

 

"Ini sudah menjadi resiko atas perbuatan yang telah dia lakukan."

 

"Apa tidak ada pengecualian untuk siswa berprestasi, Pak? Tolong pertimbangkan lagi keputusan, Pak Yoga!"

 

"Maaf, Bu, tetap tidak bisa."

 

"Kasian Sandiyya, Pak. Dia masih ingin tetap sekolah .... "

 

Pak Yoga terdiam, semoga saja ia bisa mengubah keputusannya.

 

"Pak, saya mohon, nama Sandiyya jangan dikeluarkan dari sekolah walaupun ia tidak datang ke sekolah lagi. Ia bisa tetap belajar di rumah. Nanti kalau pas ulangan, ia juga bisa ikutan ulangan dari rumah. Saya yang akan jadi pengawasnya."

 

"Bu Endang, saya mohon maaf, tetap tidak bisa seperti itu. Begini saja, Bu, setelah Sandiyya melahirkan nanti, daftarkan di Sekolah Paket B. Setelah lulus, baru lanjut ke Paket C. Lulusan Sekolah Paket juga bisa kuliah kok."

 

Bersambung ....

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status