Share

Siapa yang Peduli?
Siapa yang Peduli?
Penulis: Irisha

Ini siapa?!

Penulis: Irisha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-22 15:43:33

"Kau tidak bisa seperti itu, Diana!"

kira-kira itu tujuh jam yang lalu ketika Diana masih di kantor dan seperti biasa berdebat dengan manajernya. Si lelaki tua itu tidak pernah berhenti untuk mencari-cari kesalahan Diana yang sebenarnya tidak ada.

Seperti kali ini. Diana dan klien sudah sepakat kalau mereka tidak akan mengganggu satu sama lain selama akhir pekan. Selain untuk menghargai satu sama lain, siapa juga yang mau bekerja pada hari libur?

Tapi sepertinya manajer tua merasa kalau itu bukan etika yang baik karena mereka seharusnya bisa melayani klien dua puluh empat jam per tujuh hari. Gila!

Diana menolak keras dan meminta satu timnya untuk mematikan ponsel selama akhir pekan dan tidak menjawab panggilan kerja apapun.

Karena hal itu sang manajer marah dan memberikan begitu banyak petuah kepada Diana sebelum dia pulang kerja tadi.

Pertengkaran kali ini lebih besar dari biasanya dan rekan Diana cukup khawatir dengan nasib Diana di kantor tapi yang jadi pusat kekhawatiran malah asik membaca novel yang dia beli secara impulsif untuk meredam amarahnya.

Buku fiksi adalah pelarian Diana agar tidak menjadi psikopat gila yang akan membunuh manajernya sendiri. Terkadang Diana sendiri takut dengan apa yang dia bayangkan untuk menghabisi manajernya yang kelewat menyebalkan.

"Kuharap dia dikerumuni oleh semut merah!" umpat Diana sambil menutup novelnya, karena itu halaman terakhir.

Padahal sudah lama berlalu dan Diana mencoba menghilangkan amarahnya dengan membaca novel teenlit yang membahas kisah manis saat masih SMA. Rasa kesal itu tetap bercokol di hati Diana.

"Mungkin aku perlu mengeluhkan hal ini kepada HRD." Demi kemyamanan hatinya dan juga tekanan darahnya. Diana masih muda, dia tidak ingin punya darah tinggi hanya karena kesal.

Novel yang ada di pangkuan itu Diana taruh ke atas meja kerja yang berada tepat di samping kasur.

Matanya mulai terasa kering yang berarti Diana mengantuk. Dia berjalan ke kamar mandi lalu menggosok gigi. Kontrakannya itu kecil tapi untungnya dia mendapat semua keperluannya disini. Diana masih mendapat dapur dengan harga yang sesuai dengan kantungnya.

Diana mengelap wajahnya dengan handuk yang tergantung di sebelah pintu kamar mandi. Dia mematikan lampu kamar mandi juga semua lampu di kontrakannya sebelum menyalakan lampu tidur.

Kamar yang tadinya terang itu berubah menjadi redup dengan cahaya kuning oranye hangat yang mengundang rasa kantuk. Diana menarik selimutnya dan memejamkan mata.

***

KRING. KRING.

Rasanya baru saja Diana jatuh ke alam tidur tapi bunyi alarm dari ponselnya sudah berdering kencang memekakan telinga.

Diana menarik selimut semakin tinggi untuk menutupi telinga agar suara nyaring itu teredam walau sedikit. Tapi ada kejanggalan yang Diana rasakan.

Selimut ini terasa beribu kali lebih halus dibandingkan miliknya yang tipis juga terasa menempel pada kulit ketika berkeringat.

Yang ini, terasa hangat dan membuat nyaman berlamaan di bawahnya. Hangat yang terasa juga tidak semakin naik yang membuat kegerahan. Diana serasa bisa bernapas di bawah selimut ini.

Mata yang enggan dibuka itu akhirnya menampakan diri demi melihat selimut yang Diana gunakan hanya untuk terkejut akan hal lain.

Karena begitu selimut disingkap yang Diana lihat adalah langit-langit kamar berwarna putih dengan hiasan pada pinggirnya berwarna emas. Belum lagi lampu yang menerangi tengah ruangan merupakan lampu gantung mewah yang biasa Diana lihat di hotel.

Kebingungan dengan apa yang Diana lihat, dia segera bangun dari kasur. Yang pertama menyapanya adalah sebuah tembok berwarna putih kotor dengan aksen emas pada bagian atas dan bawahnya.

Di sepanjang tembok ada lukisan-lukisan yang Diana yakini mahal harganya. Tepat di tengah-tengah tembok ada bagain yang terbuka, jadi seperti lorong sebelum di ujungnya ada sebuah pintu berwarna putih dengan gagang lagi-lagi berwarna emas.

Apa orang yang punya rumah ini sangat menyukai emas?

Menyadari kalau apa yang dia pikirkan tidak penting dan ponselnya masih saja berdering melantunkan alarm yang menyebalkan, Diana segera menyambar ponsel yang ada di atas nakas di samping kasur.

Tapi yang ada Diana malah panik karena ternyata ponsel itu keluaran merk A yang sama sekali belum pernah Diana pakai.

Butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya Diana bisa mematikan alarm dan mengunci layar ponsel.

Kembali, Diana terkejut dengan pantulan wajahnya dari layar ponsel. Seorang wanita yang Diana duga pasti masih di awal umur dua puluh atau pertengahan dua puluh.

Wajahnya kecil yang jika Diana raup dengan tangannya semua wajah itu akan masuk. Matanya berwarna coklat jernih seperti madu dengan rambut hitam tergerai panjang agak bergelombang.

Bibirnya merah muda yang sedikit basah. Pipi tirus itu juga merona merah alami yang terlihat sangat samar tapi membuat wajahnya terlihat segar.

Bingung kenapa pantulannya adalah wajah seperti aktris yang sering bermunculan di layar tv, Diana menampar wajahnya dan.....sakit! Dia meringis dan merutuki kegilaannta untuk menampar wajah yang sepertinya milik Diana sendiri.

Tapi sungguh.....INI SIAPA DAN DIMANA DIA?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Siapa yang Peduli?   Kartu kredit tanpa limit

    Kedua saudara itu panik melihat nenek mereka menangis. “Nenek hanya terharu. Sudah lama sekali sejak melihat kalian seperti itu. Kalian sudah tumbuh besar.” Diana dan Reza tentu saja mengerti maksud nenek. Sejak Kakek meninggal, Diana dan Mama tidak pernah datang lagi ke sini. Bahkan saat pernikahan Diana, mereka hanya bertemu sebentar. Keluarga mereka sudah terpecah begitu lama jadi Nenek terharu bisa melihat kedua cucunya bergurai lagi. “Aku akan sering-sering ke sini.” ujar Diana sambil merengkuh pundak Nenek. Pelukannya itu dibalas usapan pada pundak Diana. “Datanglah kapan saja. Nenek senang kalau kau datang.” “Dan aku yang bosan melihatnya, Nek.” Suasana haru itu dihancurkan oleh ucapan mengolok penuh canada dari Reza. Diana yang mendengar itu langsung mengadu kepada Neneknya. Dia memandang Nenek dengan tatapan terluka yang membuat Nenek memukul Reza. “Jangan menggoda adikmu!” Reza hanya terkekeh mendengar ucapan Nenek. “Jadi, kau sudah mengundurkan diri?” Melihat suas

  • Siapa yang Peduli?   Ruumah Nenek

    “Diana, maaf nenek ganggu saat kamu lagi kerja tapi apa siang ini bisa makan bareng nenek?”“Nggak ganggu sama sekali kok, Nek. Aku malah seneng nenek ajak makan. Kita makan dimana nek?”“Di rumah aja. Tante kamu mengundang teman-temannya, jadi nenek bikin soto kudus terus inget kamu suka banget sama soto kudus.”Diana tersenyum mendengar ucapan neneknya itu. Dia tidak mengerti kenapa ‘Diana’ bisa menyianyiakan nenek sebaik ini.“Kalau gitu aku kesana sekarang ya. Kebetulan aku lagi diluar kantor.”Setelah bertukar beberapa kalimat lagi, telepon ditutup dan Diana seger

  • Siapa yang Peduli?   Perjanjian Kecil

    Selama ini Dirga tahu betul kalau kakaknya itu waspada terhadapnya. Dirga sendiri tidak tahu kenapa tetapi hubungan mereka memang agak rumit. Tidak seperti anak bungsu lainnya, Dirga tidak pernah dimanja. Perlakuan ayah dan ibunya juga biasa saja. Seolah dia ada atau tidak bukan sesuatu hal yang penting. Terkadang dia sendiri merasa dirinya seperti orang asing dalam keluarga sendiri. Itu sebabnya Dirga jarang dirumah dan setelah menginjak bangku SMA dia semakin jauh dengan keluarganya. Satu-satunya orang di keluarga ini yang masih memperhatikannya hanya kakek. Kepala keluarga itu sering memperhatikan Dirga dalam diam. “Tenang saja. Aku belum punya kekasih.” jawab Dirga dengan pasti dan Angga mengangguk percaya dengan ucapan adiknya. Dirga akhirnya pamit. Ketika sudah di mobil Dirga menghela nafas lega. Dia tahu betul kalau kakaknya tadi itu sedang mengujinya. Jika Angga merasa ada yang aneh dari dirinya, Dirga yakin kalau Angga akan menyuruh orang untuk mengawasinya. Dirg

  • Siapa yang Peduli?   Keluarga Cemara

    Angga melihat istrinya yang baru saja masuk memandangnya tidak suka. Dia menaikan satu alisnya. “Apa yang salah dengan aku disini? Ini kamarku.” Jawaban itu membuat Diana mendelik. Memang benar ini kamarnya yang menjadi kamar mereka berdua. Semenjak Diana pindah ke rumah ini Angga tidak pernah menginjakan kaki di kamar ini. Angga lebih memilih untuk tidur di kamar tidur tamu dibandingkan satu kamar dengan Diana. Jadi wajar saja bagi Diana untuk terkejut melihat Angga berada di kamar ini. Yang tadi pun, ketika Angga mandi di sini juga sebuah kejanggalan. TIdak mau pusing dan melakukan interaksi lebih banyak dengan tukang selingkuh ini, Diana berjalan masuk tanpa menjawab pertanyaan Angga. Dia mengambil ponsel yang berada di atas nakas lalu berjalan keluar dari kamar. Angga yang tadinya diam melihat itu semua pun terheran. “Kau mau kemana?” Diana berbalik, “Tidur. Apa lagi?” “Lalu kenapa keluar?”“Aku tidur di kamar tamu.”Mendengar itu, Angga mengerutkan dahi. Dia yang biasanya

  • Siapa yang Peduli?   Tidur bersama?!

    Ketika selesai mandi Diana tidak merasakan ada orang lain di dalam kamar. Melihat bagaimana kasur tetap rapi dan tidak ada barang yang berantakan selain bagian lemari Angga, Diana rasa lelaki itu tidak lama di sini. Baguslah. Diana kira rencananya untuk berbicara dengan Kakek Tanuraja harus ditunda karena kehadiran Angga dan Anggun tapi sepertinya itu tidak perlu. Selesai dengan kegiatan sehabis mandinya, Diana segera keluar dari kamar. Ruang kerja Kakek Tanuraja berada di lantai satu. Dulu kamar dan ruang kerjanya berada di lantai dua. Tapi karena lutut Kakek semakin memburuk, semuanya dipindahkan ke lantai satu agar memudahkan Kakek untuk beraktifitas. Diana berjalan menuruni tangga dan berhenti saat menyadari dia harus melewati ruang tempat Ibu mertua, suami dan adik Diana sedang bercanda ria. Dia harus melewati ruangan itu untuk berjalan ke lorong yang akan membawanya ke ruang kerja Kakek Tanuraja. Ugh, mau bagaimana lagi. Diana berjalan melewati ruangan itu tanpa menoleh yang

  • Siapa yang Peduli?   Anggun dan Angga

    Hari keduanya menjadi Diana si istri lelaki konglomerat tidak seheboh hari pertama. Tidak ada teriakan dan ujaran angkuh dari adik iparnya tapi ada tambahan mata yang menatapnya tajam selain ibu mertuanya. Diana tidak ambil pusing dengan itu. Di kantor Tika juga tidak banyak bertingkah. Walau masih dengan wajah masam setiap kali harus melakukan sesuatu atas perintah Diana tapi Tika melakukannya. Proyek yang sedang dilakukan oleh divisinya juga berjalan lancar. Diana sudah mulai bisa mengikuti alur kerjanya juga aturan-aturan yang perlu diperhatikan. Pekerjaan memang bukan hal yang Diana khawatirkan. Soal Mama, masih belum ada kabar. Biar sajalah. Diana juga tidak terburu-buru untuk hal itu. Selagi ada kesempatan, Diana ingin menikmati rasanya menjadi anak keluarga kaya yang hidupnya santai tanpa perlu khawatir soal uang. Siapa sih yang tidak mau hidup sebagai anak sultan? Diana sih mau sekali. Apalagi setelah bertahun-tahun menjadi budak korporat yang hanya tahu berangkat kerja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status