Share

Bagian 5 Bekerja sama

Tujuan Ronald berkunjung ke kantor Pak Bambang adalah untuk mereview bahan produk yang ia gunakan, sebelumnya Pak Bambang memasukkan surel kerja sama ke perusahaan Ronald, melihat alamat yang tertera di surel yang ia kirim, Ronald tertarik untuk datang, karena alamat itu dekat dengan lokasi dimana Tari kecelakaan, beruntungnya secara kebetulan ia menemukan tujuan utamanya.

Beberapa hari kemudian Ronald mengirim kembali surel dari perusahaan Pak Bambang yang sudah ia tanda tangani. Ronald sengaja menyetujui kerja sama dengannya walaupun produk dari brandnya masih di bawah standar alias belum layak untuk masuk ke daftar produk perusahaannya, ia mau menerima lamaran kerja sama dengan Pak Bambang tapi dengan syarat salah satu karyawan dari bagian pemasarannya pindah ke perusahaannya, dan yang ia menunjuk Nadin sebagai perwakilan, untungnya Pak Bambang antusias menyambut itu dan menyetujui apapun syaratnya.

Hari itu Nadin, merasa seperti mendapatkan rejeki nomplok, karena salah satu perusahaan besar di pusat kota menerima lamaran kerja sama dari perusahaan tempatnya bekerja, lebih dari itu, yang paling mengejutkannya adalah ia dipindah tugaskan juga ke perusahaan besar itu, semua orang selalu kagum saat mendengar nama perusahaan itu, nama perusahaannya adalah Bramasta. Salah satu perusahaan besar yang sangat terkenal, ia menaungi banyak bisnis, namanya bertebaran dimana-mana, ada hotel, pusat perbelanjaan, sekolah, cluster, apartemen, dan banyak lagi, semua bisnis yang ia naungi selalu menggandeng nama Bramasta, sementara itu brand dari perusahaan Nadin sendiri akan di pasarkan di salah satu pusat perbelanjaan milik Bramasta.

"Oh tuhan, mimpi apa aku semalam?" Ucap Nadin setelah keluar dari ruang Dirut. Ia buru-buru kembali ke meja kerjanya, ia ingin memamerkannya pada Ferdi.

"Kenapa sih, Nad? Datang- datang langsung heboh sendir" ucap Ferdi mengawasi Nadin sejenak, lalu ia kembali menatap monitor di depannya.

"Fer, tau gak? aku akan dipindah tugaskan ke perusahaan besar Fer" ucap Nadin semangat.

"Oh ya? perusahaan besar yang mana Nad?" Tanya Ferdi tanpa menoleh ke arah Nadin, matanya sibuk menekuri layar komputer di depannya.

"Perusahaan Bramasta, Fer. Kamu tau sendiri kan, semua orang memimpikan untuk bekerja di perusahaan itu, aku yang merasa tidak akan punya kesempatan di tempat itu malah dipilih Tuhan, oh my good! Aku sungguh beruntung." ucap Nadin berapi-api tapi Ferdi tampak tidak senang, apakah dia iri? Atau mungkin ia tidak mau jauh dari Nadin? mengingat mereka sudah cukup lama bersama, mereka sudah saling mengenal sejak di bangku kuliah, dia juga yang membantu Nadin mendapat pekerjaan di tempat ini.

"Ya sudah, kalau begitu selamat ya!" Ucap Ferdi datar, Nadin jadi merasa sia-sia memberitahunya dengan semangat. Tapi Nadin tidak peduli, ia tetap senang.

Setelah jam kerja berakhir, Nadin buru-buru pulang, Ia tidak sabar ingin segera bertemu ibunya dan memberitahunya kabar gembira ini.

Ia membawa mobil sedannya melesat pergi dari parkiran sambil menyetel lagu Impossible yang dipopulerkan oleh James Arthur dari speaker mobilnya dan ia ikut berdendang menyanyikan lagu itu.

Begitu ia sampai di rumahnya, ia langsung mencari keberadaan ibunya, kali ini ia menemukan ibunya di dapur,sedang bergelut dengan pisau dapur dan bahan makanan yang tampak segar. Walaupun ibunya juga seorang pekerja seperti dirinya, ibunya selalu di rumah sebelum Nadin datang.

"Ibu...!" Nadin berseru seraya menghampiri ibunya yang sedang memotong wortel dengan lihai, ia lalu memeluk punggung ibunya.

"Ada apa nih, Kok tiba-tiba manja begini? pasti ada sesuatu yang menyenangkan" Tebak Bu Sinta, ia menoleh dan tersenyum lembut pada putrinya.

"Iya dong Bu, Nadin ada kejutan" kata Nadin masih bermanja di punggung ibunya yang terasa hangat.

"Kejutannya apa?" Ucap Bu Sinta lanjut melakukan kembali aktifitsnya.

"Nadin akan bekerja di sebuah perusahaan besar dan terkenal, Bu. Nadin dipindah tugaskan oleh perusahaan tempatku bekerja saat ini." Ucap Nadin bangga, Nadin bergeser ke samping ibunya, ia ingin melihat ekspresi ibunya.

"Oh ya? Dimana, Nad? Perusahaan apa namanya?" tanya Bu Sinta, ia terlihat kaget dan penasaran, seperti mengkhawatirkan sesuatu, tapi sejurus kemudian ia kembali tenang, demi mendengarkan cerita anaknya. Dari dulu apapun eksperesi Bu Sinta, ia selalu tenang, lembut dan hangat, saat marah pun ia masih bisa mengomel dengan tenang.

"Di ibu kota, Bu. Namanya perusahaan Bramasta, keren kan?" Ucap Nadin bersemangat, tapi ibunya malah diam bahkan ia berhenti dari aktifitasnya.

"Itu di ibu kota, Nad. Apa kamu sudah lupa pesan ibu? Ibu tidak setuju" Perkataan ibunya meruntuhkan rasa bahagia Nadin.

"Kenapa Bu? Ibu takut, Nadin bertemu keluarga ayah? Nadin bisa mangatasi itu, Bu. Ibu tidak perlu khawatir, bukankah ini kesempatan bagus? Kita tidak bisa terus bergantung dan mengharapkan ayah di sepanjang hidup kita, Bu. Ibu tau sendiri ayah punya keluarga lain, kita harus bisa mandiri" Nadin sedikit menantang.

"Bukan hanya itu Nadin, ayah bekerja sama dengan perusahaan Bramasta." ucap Bu Sinta, berharap Nadin mundur saja.

"Terus kenapa Bu? aku bisa mengatasinya Bu, percaya pada Nadin, lagi pula ayah hanya bekerja sama kan? Ayah tidak bekerja di perusahaan itu" Nadin meyakinkan ibunya, ia tidak mau mengalah. Ia tidak mau melepaskan kesempatan emas itu.

"Nad, ibu khawatir terjadi apa- apa padamu." ucap Bu Sinta melemah, ia masih melihat putrinya sebagai anak kecil yang selalu ia jaga selama ini.

"Ibu tenang saja, Nadin sudah dewasa, ibu sudah cukup mengkhawatirkan Nadin, sekarang saatnya Nadin yang akan membantu ibu. Ibu harus tau, apa yang kita dapatkan dari ayah hanya sebagian kecil dari yang ia berikan kepada kelurganya, kita harus bangkit, Bu." Ucap Nadin, memahamkan ibunya.

Bu Sinta hanya bisa diam, ia tau apapun yang ia katakan saat ini, tidak akan bisa mengganggu gugat keputusan anaknya. Ia menyerah.

"Baiklah" ucap Bu Sinta sedikit kecewa, tapi ia bisa apa? Sekarang putrinya bukan anak kecil lagi, Nadin juga sudah bisa menilai apa yang baik untuk dirinya.

"Besok Nadin sudah mulai bekerja, Bu. Nadin akan pergi ke ibu kota, dan hanya kembali ke rumah ini saat libur" jelas Nadin. Matanya menyisir setiap sudut dapur yang selalu menjadi tempat favoritnya.

"Karena itu, kamu tidak usah kerja di sana" sergah Bu Sinta, ia mencoba berusaha mencegah, karena merasa ada cela.

"Ibu, kita harus bangkit, kalau ibu tidak bisa, biar Nadin yang membantu ibu. Nadin tau ibu punya kesalahan yang sangat fatal, tapi itu masa lalu, Nadin tidak mau terus bersembunyi seperti ini dari dunia, orang yang salah tetap saja manusia, tidak ada bedanya dengan yang lain, kita hanya perlu berbenah." Ucap Nadin, ia ingin ibunya paham.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status