Bismillahirrahmanirrahim.Sekitar dua jam perjalanan. Terlihat mobil Bang Jun memasuki rumah mewah berpagar tinggi berlantai tiga. Rumah yang sangat terawat dan pastinya sangat nyaman tinggal di sana. Siapa yang tidak tergiur tinggal di rumah bak istana itu. Makanya bang Jun betah lama-lama tinggal dan enggan pulang. Aku yakin, itu tempat kerja Bang Jun. Hampir setahun dia kerja di sana, se kali pun Bang Jun tidak pernah mengajakku ketempat itu.Tidak adakah keinginannya untuk memperkenalkan aku pada majikannya. Atau dia malu mengenalkan ku pada keluarga ini. Entahlah. Pertanyaan demi pertanyaan hanya bisa kutelan sendiri.Mita segera menghentikan mesin motor tak jauh dari rumah mewah itu. Rumah itu ada di seberang, kalau motor kami mengikuti sampai ke depan pagar nanti ketahuan. Terpaksa kami berhenti di sini. Lumayan jauh sih! Tidak apa, daripada ketahuan dan membuat orang curiga. Tidak ada salahnya, bila sedikit lebih jauh. Demi keamanan, tentunya.Rumah mewah berlantai tiga. Ber
Bismillahirrahmanirrahim.Sial, aku kehilangan jejak mereka. Mereka masuk kamar yang mana. Tidak mungkin aku mengecek satu persatu kamar itu. Pekerjaan yang melelahkan, iya kalau tidak ketahuan. Kalau ketahuan bagaimana? bisa dibawa ke kantor polisi. Habis sudah riwayatku, siapa yang akan menjaga Nisa dan Dio, bila aku dipenjara. Aku sangat menyesal tidak memastikan mereka masuk kamar yang mana dulu tadi sebelum mengecek wajah perempuan itu. Aku menepuk jidatku saking kesalnya. Bodoh! Benar-benar kelalaian yang merugikan.Bagaimana ini? Kini aku hanya bisa berdecak kesal. Terlanjur ke sini, sebaiknya aku pergoki saja perbuatan mereka. Meskipun harus memeriksa semua kamar. Hanya perlu hati-hati saja saat menggeledah, mudah-mudahan tidak ada yang memergoki aksiku. Semoga upaya terakhirku berhasil.Segera saja aku mencoba membuka pintu, siapa tahu tidak dikunci. Bang Jun barusan masuk, pasti belum sempat dikunci, hanya ditutup saja.Aku memutar gerendel pintu, dengan mudahnya tanganku
Bismillahirrahmanirrahim.Aku memelankan langkah, mau tahu apa yang diperbuat perempuan itu, setelah suaminya memergoki aksi rendahnya itu. Penasaran saja sih, sebenarnya. Apa dia mau memaafkan istrinya apa tidak. Jadi aku punya pertimbangan lain untuk menerima perbuatan Bang Jun. Aku rasa semua pasangan pasti kecewa dan sakit hati, bila pasangannya itu menduakannya. Lelaki itu juga pasti terluka hatinya, karena merasa dibodohi oleh istrinya sendiri. Saat dirinya sibuk bekerja untuk membiayai semua kebutuhan rumah tangga, istrinya sibuk dengan lelaki lain. Siapa yang sanggup memikul ujian yang begitu berat. “Pa, maafkan Mama, Mama khilaf. Mama janji ini tidak akan terjadi lagi.” Rintih perempuan itu menyayat hati.“Apa kamu bilang? Maaf, khilaf, kamu tidak salah bicara!” seru pria itu berjengit kaget. “Mana mungkin aku bisa memaafkan perbuatan rendahmu itu.” Tampik sang pria murka. Dadanya turun naik menelan pil kekecewaan yang begitu besar.Benarkan dugaanku, lelaki itu pasti mara
Bismillahirrahmanirrahim.Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Kini tiga bulan sudah terlampaui, semenjak aku memergoki perselingkuhan Bang Jun waktu itu. Saat itu juga, ia tidak pernah datang menampakkan diri dan pulang ke rumah. Aku memang tidak mengharapkan kehadirannya. Untuk apa, bila hanya menggoyak luka lama. Aku juga tidak berniat untuk membalas dendam padanya, biar saja Allah yang menghukum perbuatannya. Aku hanya kasihan dan harus mengarang cerita bohong pada Nisa dan Dio yang selalu menanyakan ayahnya. Aku juga tidak mungkin bilang dan terus terang, kalau ayahnya tidak akan pernah kembali. Itu bisa saja melukai hati mereka. Biarkan mereka tahu, ayahnya sedang sibuk bekerja mengumpulkan uang demi masa depan mereka. Apa aku salah membohongi mereka? Tidak! Tentu saja tidak salah. Mereka belum cukup umur untuk mengetahui kebenarannya. Aku selalu percaya dengan takdir Allah. Semua yang terjadi padaku, tentu tidak lepas dari takdirnya. Tidak perlu membalas dendam karena itu a
Bismillahirrahmanirrahiim.“Jangan khawatir, aku paham kok. Aku juga punya teman persis kayak kamu, tidak mau bersalaman dan bersentuhan dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Bahkan ada yang bilang, perempuan yang seperti itu adalah perempuan sok suci. Meskipun banyak di luar sana gadis yang tanpa tahu malu bergelayut manja pada lelaki yang jelas bukan suaminya. Aku salut, kamu tidak terpengaruh."“Terima kasih.”“Sama-sama. Maaf aku harus pergi sekarang.” Aku mengangguk melepas kepergian lelaki itu. Pandanganku terus mengarah ke punggung lelaki berdasi itu, sampai ia hilang dari pandangan.“Cie, cie yang sedang kesemsem.” Goda Mita cekikikan.“Lagi kasmaran ya Bu, dipandangi terus, sampai berharap, bayangannya jangan ikut hilang,” goda Mita terkekeh ringan.“Eh ah, enggak kok, apaan sih! Kamu ngawur aja,” tangkisku dengan muka bersemu merah. Aku kayak anak ABG saja yang sedang dimabuk asmara.“Udah ngaku saja, kentara gitu kok mukanya, mana bersemu merah lagi, bak kepiting rebus!” kem
Bismillahirrahmanirrahim.“Ayah!” teriak Nisa dari ruang tamu.Aku yang sedang berada di dapur terkejut mendengar teriakan Nisa. Benarkah Bang Jun pulang, setelah sekian lama. Berani juga dia datang menampakkan batang hidungnya di sini.Tidak ada keinginanku untuk menemui pria itu, mending mengintip saja dari sini, bisikku dalam hati. Hatiku terlanjur sakit, perselingkuhannya, meninggalkan luka mendalam dalam hati. Tidak bisa secepat ini untuk move on. Melihat wajahnya saja membuat sakit hatiku makin terasa. Sebaiknya aku tidak bertemu dengannya. Dengan langkah pelan, aku berusaha lebih dekat dengan Nisa, supaya bisa mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan.“Akhirnya ayah pulang juga, ayah kemana aja sih! Kok baru pulang sekarang?” rengek Nisa manja seraya memeluk lelaki itu dengan perasaan teramat bahagia. Ya Tuhan, betapa Nisa sangat merindukan ayahnya. Betapa pelitnya bang Juna, aku tidak pernah menampakkan di depan anak-anaknya. “Maafkan ayah Nisa, ayah banyak pekerjaan. Mak
Bismillahirrahmanirrahim.Astagfirullah, apa benar yang dikatakan Pak Andra, kalau suamiku kena pelet. Ya Tuhan rasanya tidak percaya semua itu.“Apa? Maksud bapak suamiku kena ilmu pelet.”“Nah itu yang mau saya katakan. Berarti itu bukan murni kesalahan suamimu. Tapi ada andil dan campur tangan istriku, jadi kesalahan itu ada di pihak mantan istriku.”“Terima kasih informasinya Pak Andra, tapi tetap saja Bang Juna telah mematahkan hatiku. Aku tidak bisa memaafkannya. “Apa Pak Andra bisa memaafkan istri bapak sendiri.” Tanyaku balik.“Itu beda kasus Arini. Istri saya terbukti telah berbuat jahat. Karena perbuatannya, membuat Juna orang kepercayaanku jadi menaruh hati padanya. Karenanya juga membuat kalian jadi ribut dan berantem. Karenanya juga membuat Juna jauh dari anak-anaknya. Itu karena pengaruh obat pelet tadi.Aku spontan kaget dan terkejut. Pantas saja Bang Jun banyak berubah. Tidak sama lagi kayak dulu. Suami yang mencintai istri dan ayah yang menyayangi anak-anaknya.“Ok,
Bismillahirrahmanirrahim.Sekian bulan terpisah dengan Bang Juna, membuatku kembali belajar, bagaimana melayani semua keperluannya dengan baik. Aku harus mengulang lagi dari awal. Semenjak dirinya tak ada, aku terbiasa santai mengurus keperluanku, Nisa dan Dio. Tapi kini, setelah ia kembali, aku mulai lagi seperti dulu. Sibuk melayani dan mengurusnya. Tapi entah kenapa? Aku merasakan hal yang beda. Kadang timbul rasa penyesalan mendera. Apa aku salah memberinya kesempatan kedua? Aku rasa tidak, semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Begitu juga dengan bang Juna, semoga kesempatan kedua yang aku berikan tidak lagi disia-siakannya. Semoga saja.Terlebih awalnya hatiku sempat terluka. Tentu tidak akan sama lagi seperti sebelumnya. Ibarat gelas yang retak, tentu tidak akan sama lagi bentuknya. Begitu juga dengan hatiku yang terlanjur tersakiti. Tidak mudah memang menyatukan hati yang mulai retak dan hampir saja berserakan. Untung saja, pak Andra mengungkap kebenaran di waktu yan