"Rumah ini sudah di gadaikan oleh Burhan pada juragan Kasman senilai 100 juta rupiah dengan bunga 50 juta, Sertifikasi rumah pun saat ini juga sudah di tangan juragan Kasman, tenggang waktu pembayaran tiga minggu lagi, jika kalian tidak bisa membayar senilai 150 juta hingga batas tenggang waktu kalian semua pergi dari rumah ini" suara kang Dirman membahana di rumah sederhana dengan tiga kamar tersebut.
Siapa yang tidak kenal Kang Dirman, tangan kanan Kesayangan juragan Kasman, rentenir terkaya di kampung Tanah Wangi. Dan bapak berhutang pada juragan Kasman sebesar 100 juta. Kapan bapak mengambil utang tersebut? Karena bapak sudah minggat dua bulan yang lalu bersama gundik nya dan anak laki laki nya yang begitu dia agung agung kan. "Kapan bapak berhutang kang? Bapak udah pergi dua bulan yang lalu" ucap Namiya lirih. Gadis yang akan segera naik kelas tiga SMA tersebut menciut ketakutan melihat tubuh kang Dirman yang seperti raksasa dengan suara membahana. "Sebelum bapak kau kabur, tenggang waktu pinjaman nya tiga bulan dengan bunga lima puluh juta, tapi selesai berhutang bapak kau malah minggat dari kampung ini, terpaksa saya nagih nya sama kalian" ucap kang Dirman. Tubuh mungil Namiya bergetar, ketiga adik perempuan nya sudah menangis di balik tubuh nya. "Baiklah kang, saya akan kasih tau ibu tentang ini, saat ini ibu sedang bekerja di pasar" ucap Namiya "Jangan lupa ya,kasih tau ibu kalian, kalau tenggang waktu nya hanya tiga minggu lagi" ucap kang Dirman. "Baik kang" jawab Namiya *** "Astagfirullah... astagfirullah hal'adzim" berkali kali ibu mengucap kan istikfar. Tubuh kurus nya luruh ke lantai saat Namiya menceritakan kedatangan kang Dirman yang di utus oleh juragan Kasman. "Apa salah kita sama bapak bu, sampai bapak tega melakukan ini pada kita" lirih isakan Nalisa yang saat ini akan segera naik kelas dua SMA. "Bapak jahat, bagaimana cara kita membayar utang sebesar itu, bahkan untuk makan sehari sehari saja ibi sudah banting tulang jadi kuli panggul di pasar," ucap Namira dengan mata menyala penuh kemarahan. Namira adalah gadis pemarah dan yang paling berani, walaupun baru kelas dua SMP tapi pikiran nya sudah sangat dewasa karena di paksa oleh keadaan. Sedangkan si bungsu Nafisa hanya bisa menangis di pelukan sang ibu. "Kalian tidak usah khawatir, ibu akan memikirkan jalan keluar nya," ucap sang ibu. "Tapi bagaimana cara nya bu?" tanya Namiya. "Ya udah kalian tunggu di sini, ibu harus pergi ke suatu tempat, ibu segera kembali" ucap Nia pada ke empat putri nya. "Ibu mau kemana?" tanya si bungsu Nafisa. "Ibu mau menemui seseorang, siapa tau mereka bersedia meminjamkannya uang pada kita agar rumah kita tidak di sita juragan Kasman." ucap sang Ibu. "Malam malam begini bu?" tanya Namiya "Iya, malam Ini, lebih cepat lebih baik, rumah yang ibu tuju ada di kota, kalau untuk ongkos Pulang pergi kebetulan ibu punya sedikit uang simpanan" ucap ibu sembari berdiri dan masuk ke kamar nya. Tak lama ibu sudah keluar dengan gamis sederhana berwarna hijau botol dan hijab panjang warna milo yang menutupi dada nya. "Ibu berangkat ya, kalian hati hati di rumah, ibu segera kembali, Miya kamu yang tertua jaga adik adik kamu ya, ibu percaya sama kamu" ucap sang ibu. "Baik buk" ucap Namiya. "Ibu pakai apa ke terminal?" tanya Namira "Ojek, biasa nya jam segini masih ada ojek di pengkolan" ucap ibu. "Ibu pamit" ucap Nia sekali lagi. "Ibu hati hati di jalan,segera pulang ya buk..." ucap Nalisa. Satu persatu anak gadis nya menyalami tangan kurus dingin Nia dengan khidmad sebelum tubuh berlalu di kegelapan malam. "Ayo tidur, besok kita sekolah kan, jangan sampai kalian ketiduran" ucap Namiya pada ketiga gadis tersebut. "Iya mbak" jawab mereka bertiga, Namiya mengunci pintu dan mematikan lampu sebelum mengikuti ketiga adik nya masuk ke dalam kamar untuk tidur. *** Namiya membuka mata nya dan menatap sekeliling, masih sangat gelap,tapi karena tubuh ya sudah sangat terbiasa bangun sepagi ini mata nya otomatis terbuka sendiri tanpa bantuan alarm. Namiya segera bangun dan menatap ke arah kiri nya di mana si bungsu Nafisa masih nyaman dalam tidur nya. Mata Namiya menatap jam di dinding yang masih menunjukkan pukul setengah lima pagi. "Fisa bangun yuk, shalat" ucap Namiya sambil mengguncang tubuh mungil sang adik "Hmmm" ucap Nafisa sembari membuka mata nya. Namiya segera duduk dan berjalan keluar dari kamar, di saat yang sama, Nalisa dan Namira yang tidur satu kamar juga keluar dari kamar mereka bersamaan. Keempat gadis itu bergantian mengambil air wudhu dan shalat bersama. Setelah selasai shalat satu persatu mereka beraktivitas tanpa di perintah, Namiya memasak makanan untuk sarapan dan makan siang lalu membersihkan dapur serta mencuci piring, Nalisa mencuci pakaian lalu Namira dan Nafisa membersihkan rumah hingga halaman. Itu sudah menjadi pekerjaan mereka di pagi hari sebelum berangkat sekolah, karena ibu akan berangkat ke pasar subuh subuh sehabis shalat untuk mengais rezeki atau ikut warga menjadi buruh tani. "Tok... Tok... Tok..." Pintu depan di ketuk oleh seseorang, keempat gadis saling pandang, "Itu ibuk ya mbak? Kok cepat pulang nya, bukan nya ke kota butuh waktu empat jam ya? Seharus nya belum balik secepat apapun ibu bolak balik" Ucap Nalisa "Apa bapak kali" ucap Namira dengan nada kasar dalam suara nya. Padahal dulu dia yang paling dekat dengan bapak, tapi karena bapak memilih meninggalkan mereka dan hadiah perpisahan berupa tamparan dari bapak pada nya karena kemarahan nya yang meledak tak terkendali membuat cinta nya yang besar berubah mendadak menjadi benci yang jauh lebih besar lagi. "Kalian tunggu di sini, biar mbak yang lihat siapa yang datang," ucap Namiya "Nggak mbak, kita pergi sama sama, jika memang bapak yang datang kita bersama bisa menghadapi nya" ucap Namira yang di angguki oleh Nalisa. "Tok... Tok... Tok..." Pintu kembali di ketuk Keempat gadis itu berjalan menuju pintu, menghidupkan lampu dan memutar kunci pintu. Saat pintu terbuka terlihat tiga pria kekar berdiri di depan rumah nya, awal nya Namiya sedikit ketakutan tapi saat pria itu tersenyum rasa takut perlahan berkurang. "Selamat pagi dek, maaf menggangu pagi pagi, apa benar ini rumah nya ibu Nia Lestari?" Tanya pria yang berdiri di tengah dengan ramah. "Iya pak, bapak siapa ya? Ibu saya lagi tidak di rumah, ibu pergi ke kota menggunakan bus malam" terang Namiya lirih "Kalau bapak nya ada dek? Ada yang ingin kami sampaikan" Tanya nya lagi "Kami nggak punya bapak, pak hanya kami saja" ucap Namiya Mendengar itu ketiga pria itu saling pandang. "Sebenarnya ada apa pak, bapak bapak ini siapa ya?" Tanya Namiya Pria di tengah yang tadi berbicara menghela nafas panjang. "Kami dari pihak kepolisian dek, kami datang membawa kabar buruk, bus malam yang membawa ibu adek adek ke kota mengalami kecelakaan, bus nya mengalami rem blong dan berakhir meluncur masuk jurang" ucap pria yang ternyata polisi dengan baju preman. "Tidak... Ibu..." Nafisa memekik mendengar ucapan polisi tersebut. Dengan cepat Namira membawa si bungsu ke dalam. " Ibu sekarang di rumah sakit mana pak? Apa luka ibu parah?" Tanya Namiya. "Maaf kan kami dek, tapi ibu kalian salah satu korban yang di nyatakan meninggal dunia," ucap polisi tersebut. ***"mommy aku berangkat dulu ya, Oma udah datang, kata Oma nggak masuk dulu" ucap Arunika dari arah pintu masuk utama. hari ini memang Arunika dan Oma Noura berencana pergi ke mall untuk jalan jalan, sebentar Arunika mengajak Namiya tapi hari ini Namiya ada janji meeting di sebuah restoran dengan klien penting. walaupun biasa nya Namiya selalu membatasi diri untuk tidak meeting dan bekerja pas weekend, tapi klien hari ini sedikit spesial, karena datang dari luar kota, dan hanya bisa melakukan meeting saat weekend karena kebetulan yang bersangkutan akan kembali ke kota nya hari minggu sore. Oleh karena itu Oma Noura menggantikan Namiya untuk mengajak Arunika ke mall untuk jalan jalan. "Ya udah... hati hati ya sayang, jangan lari larian, ingat Oma nggak kuat lagi buat lari larian ngejar kamu, pegang terus tangan Oma, jangan sampai tersesat, sekarang weekend mall lagi rame rame nya" ucap Namiya sambil berlari Keluar menyusul sang anak. "mom... maaf ya, mommy jadi repot ngajakin Ar
"belajar yang rajin ya nak, mommy kerja dulu, sampai ketemu nanti siang," ucap Namiya sambil mengecup pipi Arunika sesaat sebelum gadis itu turun dari mobil di depan gerbang sekolah. "sampai ketemu nanti siang mommy" jawab Arunika sambil memeluk Namiya sebelum keluar dari mobil. Baru saja pintu mobil akan tertutup dengan rapat, sebuah tangan menahan pintu tersebut,tangan berkulit putih terlihat pucat dan tidak berdarah. tangan itu kembali membuka pintu mobil dan sebuah sosok tubuh naik ke atas mobil dan duduk di sisi kiri Namiya. "astaghfirullah hal'adzim mbak, Moana.... aku pikir siapa?" ucap Namiya dengan wajah kaget yang terlihat jelas. "bisa kita ngobrol bentar dek? ayo kita sarapan bersama" ucap Moana sambil menutup pintu mobil. "Tapi mbak aku harus ke kantor," ucap Namiya "ya sudah, ayo kita ngobrol di sepanjang jalan saja, kamu nggak usah khawatir, ada pak Danu yang mengikuti kita, nanti mbak akan pulang kembali bersama pak Danu" ucap Moana saat melihat ekspresi
Namiya masuk ke rumah setelah turun dari taxi online sambil mengendong sosok sang putri yang tertidur dengan lelap, Nalisa dan Nafisa mengikuti langkah Namiya sambil menarik travel bag mereka. setelah tiga hari liburan di Semarang dan mengunjungi segala macam tempat mereka akhirnya kembali ke ibu kota, dan kembali ke kehidupan normal setelah bersenang senang sejenak. sesuai yang tidak pernah mereka rasakan saat sang ibu masih hidup. dan setelah mengantar kembali Namira ke kampus nya mereka langsung bertolak menuju bandara untuk kembali ke ibu kota. Arunika yang manjadi terlalu dekat dengan Namira menangis sesenggukan saat mereka berpisah dan berakhir bad mood sepanjang perjalanan di atas pesawat, dia hanya cemberut hingga akhir nya jatuh tertidur di dalam pesawat. "kalian dari mana saja tiga hari terakhir" ketiga gadis itu terperanjat saat sebuah suara menegur mereka saat mereka membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. dia ruang tamu terlihat sosok Allarick duduk dengan waj
udara panas menyapa mereka berempat saat menjejak kan kaki keluar dari bandara Ahmad Yani yang dingin karena AC. "kita langsung ke tempat Namira atau ke hotel dulu mbak?" tanya Nalisa pada sang kakak saat mereka masuk ke salah satu taxi bandara. "kita istirahat dulu ke hotel kayak nya, kan Namira keluar nya juga jam tiga nanti, ngapain kita di sana sekarang, ini masih jam sebelas" ucap Namiya saat melihat jam yang melingkar di tangan nya. "benar juga, sekalian kita cari makan ya mbak, aku lapar banget" ucap Nafisa sambil mengusap perut nya "Tante Fisa lapar terus, padahal tadi di pesawat jatah nya mommy Tante Fisa yang habis kan" ucap Arunika pada adik bungsu mommy nya itu. "ye... kan Tante lagi dalam masa pertumbuhan, Tante butuh banyak energi untuk mengeksplorasi Semarang, dan Tante butuh banyak makan untuk itu" ucap gadis kelas satu SMA tersebut. "ye... bilang aja Tante emang suka makan" ucap Arunika sambil menjulurkan lidah nya. Namiya sengaja membooking hotel tidak
"Mas Allarick barusan datang ya mbak? apa kalian rujuk lagi?" Nalisa yang baru saja pulang dari rumah teman nya yang membantu nya untuk mempersiapkan skripsi nya yang sudah hampir selesai. Nalisa Hampir menyelesaikan pendidikan S1 psikologi nya, dan di perkirakan tahun ini dia akan bisa wisuda, Dan walaupun Nalisa bilang dia ingin langsung mencari pekerjaan, tapi Namiya berharap adik nya yang cerdas itu bisa lanjut S2 dulu, biar bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik. Walaupun mommy Noura sudah menawarkan pekerjaan sebagai tim HRD di kantor nya untuk Nalisa, tapi gadis itu bilang ingin mencoba mencari pekerjaan dengan usaha nya sendiri terlebih dahulu. Tapi jika memanggil tidak ada kesempatan untuk nya, dia bersedia mengambil salah satu pilihan yang di tawarkan oleh Namiya dan mommy Noura, entah itu melanjutkan S2 atau bekerja di perusahaan ekspor impor milik mertua sang kakak. "rujuk??? ya nggak lah... mbak nggak mungkin bisa melakukan hal seperti itu lagi, lagi pula kondisi
Setelah mengobrol lebih dari satu jam bersama sang ayah Arunika akhirnya tertidur juga di dalam pelukan hangat sang ayah, sesuatu yang sudah dia rindukan selama bertahun tahun. dia memeluk erat tubuhku tubuh Allarick seakan enggan melepaskan pelukan, seakan jika dia mengendor kan pelukan ayah nya akan hilang dan berakhir menjadi mimpi semata. Allarick membiarkan Arunika mendekapnya seerat itu karena dia pun merasa sangat merindukanmu dekapan sang anak yang hilang selama empat tahun. Baru setelah Allarick merasakan Arunika tertidur semakin lelap dan pelukan nya mengendur, dia melepaskan pelukan sang putri dan kembali duduk. sebelum dia berlalu meninggalkan kamar Arunika dia mengecup ubun ubun sang anak berkali kali, seakan ingin meluapkan kerinduan yang terpendam sekian lama. Dengan enggan Allarick berdiri, dan keluarga dari kamar, masih ada satu urusan lagi yang menunggu nya di luar kamar. istri muda nya.... Namiya.... banyak yang harus mereka bahas dan Allarick tidak