Share

Part 5

"Apa-apa serba dipamerkan. Di mana-mana, kalau OKB memang norak! Dasar kampungan!"

Begitulah kalimat yang diposting Nadia. Kali ini aku tidak berminat lagi untuk membaca komentar-komentar yang sudah berjumlah puluhan itu.

Itu saja sudah cukup membuatku tertawa bahagia. Andai saja tidak sedang ada anak-anak di rumah, ingin rasanya aku tertawa terpingkal-pingkal untuk mengekspresikan rasa senang di hatiku ini. Ah, sereceh itu kebahagiaanku.

Bagaimana tidak, Nadia yang mengakunya selebritas, sosialita, dan keluarga kelas atas tetapi tiada hari tanpa kepo dengan sosial mediaku. Bahkan sampai-sampai kebakaran jenggot hanya karena postingan foto.

Aku rasa, semakin sering aku posting tentang kebahagiaan akan semakin cepat juga dia jantungan. Bibirku jadi tidak henti-hentinya mengembangkan senyum. Lucu juga kadang kehidupan ini. Dan, secara spontan beberapa ide telah bergelayut di otakku. Tunggu saja waktu eksekusinya!

***

"Beli stroller di mana?" tanya Hendi ketika dia masuk ke ruang tengah. Stroller dari Hakim masih tersandar di pojok ruangan.

"Kado dari teman di sekolah," jawabku sambil terus menimang-nimang Syira.

"Tumben beli tas mahal?" Tas kulit berwarna hitam pun masih ditaruh di atas stroller. Beberapa saat yang lalu Rara ingin mencoba memakainya dan belum sempat di masukkan kembali ke dalam box-nya.

"Toko milik Hakim lagi flash sale," jawabku spontan. Setelah itu aku bingung sendiri atas jawaban yang tidak nyambung itu.

"Hakim yang dulu kandidat calon ketua BEM fakultas?"

Aku menjawabnya dengan anggukan.

"Toko yang di samping kantor pos itu punya dia?" 

"Iya, itu salah satunya."

"Aku pernah ketemu dia di sana waktu ...." Hendi tidak meneruskan kalimatnya. Tetapi bisa kutebak, paling kelanjutannya waktu dia menemani Nadia ke sana.

Aku melirik pada Hendi dan dia mengalihkan pandangan. Selama beberapa minggu terakhir, baru kali ini kami berbincang dengan suasana yang agak dingin dan santai.  

Mungkin Nadia lagi jinak, pikirku. Sehingga dia tidak bicara macam-macam sama Hendi. Tidak seperti kemarin-kemarin, setiap pulang ke rumah ini ada saja kesalahanku di matanya.

"Khalif pulang ngaji jam segini, kan? Aku mau jemput dulu," ujar Hendi setelah kami hanya saling diam beberapa saat.

"Iya, sebentar lagi. Tadi Rara katanya mau makan sama Papa. Temanin dulu aja," saranku.

Di saat yang bersamaan Rara keluar dari kamar yang biasa digunakan untuk tempatnya bermain.

"Papa, papa ngapain di rumah Tante Nadia?" tanya gadis kecil itu sambil naik ke pelukan papanya. 

Aku dan Hendi seketika saling berpandangan. Kemudian tatapanku beralih pada Rara.

"Tadi pagi Bunga bilang, dia ke rumah Tante Nadia semalam terus di sana ada Papanya Rara katanya," celoteh gadis itu dengan polosnya.

Bunga adalah teman Rara di TK. Rumahnya hanya berselang beberapa rumah dengan Nadia.

Aku bingung harus menjelaskan apa. Selama ini, yang Rara tahu kalau papanya tidak ada di rumah, berarti sedang bekerja di tempat yang jauh. Karena itu juga kami menghindari melewati jalan dekat rumah Nadia.

Kalau Khalif, perlahan kuberi pengertian. Aku tidak ingin dia terluka karena mendapat informasi dengan cara yang salah dari lingkungan luar.

Sebelum menandatangani surat persetujuan, aku pernah meminta pada Hendi agar dia dan Nadia tinggal di daerah yang agak jauh dari kami. Tujuannya untuk menjaga perasaan anak-anak. Agar tidak terjadi seperti sekarang ini. Rara semalaman menunggu papanya pulang. Aku bilang papanya sedang ada di kota lain. Ternyata, dia dapat cerita yang berbeda dari temannya.

"Rara katanya mau makan sama Papa. Jadi? Mau makan dulu apa jemput Kakak Khalif dulu?" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Hmm ... gimana, ya? Ikut jemput Kakak dulu, deh. Sekalian beli es krim ya, Pa?" pintanya dengan manja.

Hendi mengacungkan jempol. Rara bersorak gembira. Setelah itu mereka pun beranjak menjemput Khalif.

***

Hari ini aku berangkat ke sekolah. Walaupun belum habis masa cuti, tetapi ada rapat penting yang harus aku ikuti. Syira kutitipkan di rumah ibu.

Khalif dan Rara diantar ke sekolah oleh papanya dan nanti pulangnya dijemput Obi lalu dititipkan juga di rumah ibu.

Setelah rapat selesai, Bapak Kepala Sekolah mengajak kami untuk makan siang di sebuah resto yang baru saja grand opening. Usut punya usut, ternyata resto itu adalah hasil kerja sama Bapak Kepala sekolah dengan Hakim. Kami semua diajak ke sana dalam rangka syukuran.

Selesai makan, kami pun tidak melewatkan sesi berfoto ria. Apalagi di sana terdapat beberapa spot yang sangat instagramable.

"Tiara, tolong amankan dulu tas Bunda. Bunda mau ke toilet!" seru Bu Aima. Beliau merupakan salah seorang guru senior yang sangat baik. Kami memanggilnya Bunda. Beliau adalah penyuka barang-barang bermerk. Bahkan tasnya pun ada yang berharga puluhan juta. Dan tas yang dibawanya kali ini dibeli dengan harga dua belas juta. Baru kemarin dibelinya di toko Hakim. Konon katanya, beliau bisa tajir melintir lewat jalur suami. Suaminya punya perkebunan sawit berhektar-hektar di pulau Kalimantan.

Aku pun ikut berfoto sambil menenteng tas mewah milik bunda. Sedangkan aku sendiri hanya membawa tas kecil yang hanya muat HP dan dompet. 

Selesai sesi foto, HP-ku tak berhenti bergetar. Puluhan foto dikirim ke grup sekolah dari beberapa orang yang tadi menjadi fotografer dadakan. Aku pun antusias melihatnya satu per satu. Cukup banyak foto aku di sana. Bahkan ada yang candid saat aku tengah menenteng tas merah marun milik bunda. Ternyata warna tas bunda sinkron dengan kerudung yang kupakai.

Kupilih beberapa foto dengan latar yang berbeda-beda. Hanya satu foto yang sendiri, selebihnya bersama-sama. Tidak yang terlalu ramai juga, paling yang terdiri dari empat sampai lima orang saja. Kemudian kuposting di media sosial. Tidak lupa juga mencantumkan lokasi tempat kami berada.

"Bahagianya bisa berkumpul dengan orang-orang baik."

Setelah mengetikkan kalimat tersebut sebagai keterangan, aku pun mengunggahnya.

Bibirku melengkungkan senyum. Kurasa sesekali membahagiakan diri sendiri tidak ada salahnya. Siapa lagi yang akan peduli pada diri kita kalau bukan kita sendiri. Iya, kan?

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status