Share

Berita Duka

Mendengar pertanyaan Tuan Abraham, para pihak Latulini Group menjadi ketar-ketir karenanya. Permasalahannya memang mereka tidak tahu mengenai dokumen yang diperlihatkan Yuki, bahkan Tuan Latulini sendiri pun tidak merasa pernah menandatangani berkas tersebut.

Mereka hanya bisa saling melempar pandangan, karena merasa bingung dengan apa yang harus mereka katakan.

Sementara itu, Tuan Latulini hanya bisa memandang bingung ke arah Tuan Abraham, membuatnya bungkam seribu bahasa.

Karena tak ada jawaban dari Tuan Latulini, kemarahan Tuan Abraham pun memuncak drastis.

BRAK!

Tuan Abraham bangkit sembari menggebrak meja yang ada di hadapannya, membuat semua orang sontak merasa terkejut dan takut dengan keadaan.

Zeo hanya bisa memandang ayahnya yang tengah tersulut emosi, sembari tetap berusaha netral dengan keadaan.

"Kalau Latulini Group tidak bisa membuktikan tuduhan ini, saya anggap tidak ada perjanjian apa pun yang bisa diteruskan dengan Latulini Group! Abraham Group juga akan meminta bayaran pinalti untuk pelanggaran terhadap kontrak, sebesar 1 juta dolar sesuai kontrak dan perjanjian!" ujar Tuan Abraham, sontak membuat mereka mendelik kaget mendengarnya.

Hal itu membuat mereka terkejut. Sebagian dari mereka merasa tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi, untuk bekerja di perusahaan yang menaungi mereka saat ini.

Nyonya dan Tuan Latulini merasa sangat terdesak, sampai mereka tidak bisa melakukan apa pun. Mereka hanya bisa diam, karena tak dapat dipungkiri bahwa tanda tangan yang tertera itu memang benar adalah tanda tangannya sendiri. Namun, ia masih tidak tahu kapan menandatangani perjanjian semacam itu.

Karena sudah tidak ada lagi yang harus ia bicarakan, Tuan Abraham pun melangkah meninggalkan para staf dan juga para pihak dari Latulini Group yang saat ini sedang hancur. Yuki dan Ren menyeringai senang, karena akhirnya mereka berhasil menyingkirkan saingan terberat mereka dalam hal pemasaran.

'Jika mereka tidak bekerja sama lagi, aku pasti akan bisa mencari client sendiri! Keuntungan akan menjadi milik kami!' batin Ren, yang sedari tadi hanya diam berpangku tangan di belakang istrinya, Yuki.

Melihat ayahnya pergi dari ruangan ini bersama dengan asistennya, Zeo pun segera bangkit dan menghadap ke hadapan Tuan dan Nyonya Latulini. Pandangannya kesal, karena ia merasa selama ini sudah salah mempercayakan orang.

"Saya tidak menyangka, kalian akan melakukan hal licik seperti ini!" tegur Zeo, membuat mereka memandang dengan tatapan tidak percaya.

"Saya tidak pernah melakukan hal itu!" bantah Tuan Latulini dengan keras, tetapi bukti yang diperlihatkan Yuki sudah cukup membuat Zeo percaya sepenuhnya padanya.

"Maaf, saya sudah tidak percaya lagi dengan Tuan. Saya permisi," ujar Zeo, yang langsung meninggalkan ruangan itu bersamaan dengan staf lain, termasuk juga Yuki dan Ren.

Hancur saat ini mereka rasakan, membuat para staf Latulini Group menjadi sangat kecewa terhadap pemimpinnya.

Nyonya dan Tuan Latulini saling melempar pandang.

"Bagaimana ini?" tanya Nyonya Latulini merasa kebingungan.

Tuan Latulini mengelus lembut pundak istrinya, "Tenang saja. Kita harus hadapi bersama."

Mendengar ucapan suaminya, ia pun merasa sedikit ads kekuatan. Walaupun tidak mungkin baginya untuk membayar uang penalti, tetapi mungkin mereka akan bisa menemukan solusi dari masalah yang mereka hadapi itu.

Sementara itu di basement parkir, Yuki dan Ren sudah bersiap untuk melakukan aksi selanjutnya terhadap rival garis kerasnya itu. Ren berusaha membuat mobil mereka mengalami kendala, dengan berbekal ilmu pengetahuan yang ia miliki.

Yuki memandang khawatir ke arah suaminya yang sedang memutus tali rem mobil Tuan Latulini. Perasaannya sangat khawatir, karena ia merasa suaminya sudah sangat berlebihan.

"Apa kau tidak merasa berlebihan? Sudah cukup uang penalti sebagai teguran mereka, jangan kau renggut nyawa mereka dengan cara seperti ini!" tegur Yuki, yang masih memiliki sedikit rasa kemanusiaan terhadap rivalnya itu.

Namun, Ren tak sebaik istrinya. Ia merasa segala sesuatu yang menghalanginya, harus segera ia basmi. Entah bagaimana caranya.

"Jangan banyak bicara!"

Yuki hanya bisa pasrah, karena bentakan yang ia dapatkan dari suaminya itu.

Beberapa waktu berlalu, Ren sudah selesai membuat kekacauan pada bagian tali rem mobil Tuan Latulini. Ren pun bangkit dari kolong mobil, dan langsung menarik tangan istrinya untuk menjauh dari titik itu.

Nahas, tak lama waktu berselang sang pemilik mobil pun datang. Mereka masuk ke dalam mobil, dan bersiap untuk kembali ke rumah mereka, untuk menyampaikan kabar duka ini kepada putri semata wayang mereka.

Tuan Latulini menghela napasnya panjang sebelum melajukan mobilnya. Istrinya menghentikannya, karena merasa ada sesuatu yang tidak enak.

"Apa tidak sebaiknya kita pulang menggunakan taxi? Kau terlihat sangat lelah," ujarnya yang memang sudah memiliki firasat yang kurang baik.

"Aku bisa jika hanya menyetir." Tuan Latulini tetap kukuh pada pendiriannya.

Tak ada kata lagi untuk membantah ucapan suaminya. Tuan Latulini melajukan mobil tersebut dengan kecepatan standart.

Nyonya Latulini mengangkat telepon genggamnya, untuk menghubungi putrinya yang bernama Zara. Beberapa waktu ia menunggu, sampai akhirnya teleponnya pun tersambung.

Zara sedang memilih model baju yang sangat ia suka, pada salah satu pusat perbelanjaan. Ia terkejut, ketika mendengar suara handphone-nya berdering.

Seketika ia pun menerima telepon yang ternyata adalah dari ibunya.

"Halo, Bu. Ada apa?"

"Ada berita duka, Zara."

Dahinya mengerut, "Ada apa, Bu?"

Ada perasaan was-was dan tak enak terhadap putrinya. Masalahnya, mereka membesarkan putri mereka dengan kehidupan yang sangat mewah dan bergelimang harta. Nyonya Latulini merasa sangat khawatir, jika saja Zara tak bisa menerima keadaan ini.

"Ibu harus mengatakannya. Namun, jangan sampai membuatmu merasa tertekan."

"Katakan saja, Bu!"

Nyonya Latulini menoleh ke arah suaminya yang sedang menyetir, "Kita kehilangan kerja sama dengan Abraham Group, dan kita harus membayar uang penalti sebanyak 1 juta dolar!"

Matanya mendelik kaget, "Apa?!"

"Ayah dan Ibu, berusaha untuk menjelaskan tentang apa yang tidak kami lakukan. Namun, mereka sama sekali tidak percaya setelah melihat bukti yang diberikan Yuki dan juga Ren."

Yuki dan Ren, mendengar nama mereka saja sudah membuat Zara Latulini bergidik geli. Memang sudah lama terjadi keributan di antara mereka. Apalagi, putra mereka yang selalu mengajak perseteruan setiap bertemu dengannya.

Putra mereka, adalah mantan kekasih dari Zara. Namun tak bisa dipungkiri, perasaan Zara padanya masih bersarang tepat di hatinya.

"Ada apa lagi dengan mereka, Bu? Apa tidak cukup aku saja yang jadi korban mereka? Mereka sudah membuat hubunganku dan Zain berakhir. Kenapa mereka juga membuat hubungan bisnis kalian dengan Abraham Group berakhir?" tanya Zara kesal dengan keadaan.

"Sudahlah, Zara. Kau terima saja berita duka yang kami sampaikan ini. Hari sudah mulai gelap, jangan sampai kau pulang terlambat. Ibu dan Ayah menunggu kamu di rumah," ujar Nyonya Latulini yang matanya seketika mendelik kaget, "awas!!"

Tuuut ... tuuut ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status