Home / Rumah Tangga / Sinyal Cinta CEO Duda / Saputangan Tanda Cinta

Share

Saputangan Tanda Cinta

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2023-01-26 15:18:06

"Iya, aku di sini Nazwa. Aku tahu bukan amplop coklat itu yang membuatmu menangis. Tapi ada hal lain bukan?" tebak Erland.

Nazwa hanya diam sambil menatap ke arah Erland yang masih mengulurkan sebuah saputangan untuknya. Di dalam hati wanita itu membenarkan apa kata lelaki di sampingnya tersebut.

"Baiklah aku tidak perlu ikut campur. Pakailah saputangan ini. Jangan mengotori tanganmu dengan air mata kesedihan itu."

Akhirnya Nazwa memilih untuk menerima saputangan pemberian dari Erland. Lalu segera mengusap air mata yang sudah membanjiri wajahnya.

"Terima kasih, Erland. Maaf, kemarin aku telah mengabaikan pertolongan darimu." Nazwa masih sibuk mengusap sisa-sisa air mata yang masih terjatuh di pipinya.

Sesaat suasana menjadi hening. Keduanya terdiam di bawah pohon itu. Hingga suasana jalan raya mulai terlihat ramai. Jam makan siang para pekerja kantor telah tiba.

"Oh, ya. Apakah kamu sudah makan siang?" tanya Erland mencoba mencari topik pembicaraan yang tepat. Ia tidak ingin menyia-nyiakan jam makan siangnya tanpa mengajak Nazwa bersamanya.

Wanita itu menggeleng pelan. Bibirnya seolah sudah lelah untuk berbicara setelah cukup lama menangis di bawah pohon yang sangat tinggi dan besar itu.

"Ikut aku! Kali ini aku akan mentraktir kamu." Dengan cepat Erland menarik tangan perempuan yang selalu ada di masa lalunya tersebut. Dan kini sepertinya Nazwa akan selalu ada di masa depannya juga. Dulu Erland yang selalu minta traktir kepada Nazwa. Meski ia tahu uang saku wanita itu tidak lebih banyak darinya.

"Erland! Pelan-pelan," protes Nazwa. Meski begitu ia tetap mengikuti ke mana langkah kaki Erland akan membawanya.

Erland terlalu bersemangat untuk bisa menghabiskan waktu makan siang bersama Nazwa. Sehingga ia tidak mendengarkan kata-kata protes dari wanita itu.

Setelah tiba di sebuah restoran, lelaki tampan itu langsung memesan menu spesial. Ia memesan menu yang lengkap dan tak tanggung-tanggung hanya untuk Nazwa. Ia pikir Nazwa harus makan banyak agar tidak stress.

Erland melirik ke arah Nazwa. Ia bisa melihat mantan adik kelasnya itu yang sudah tampak tenang duduk berhadapan dengannya. Seulas senyuman manis terbit di bibirnya. Usahanya untuk membuat Nazwa tersenyum kali ini tidak boleh gagal.

Nazwa meletakkan saputangannya. Ia sudah tidak lagi menangis setelah merasakan kakinya yang lelah akibat berjalan cukup jauh bersama Erland. Bisa-bisanya lelaki itu tidak mengajaknya masuk ke dalam mobil.

"Erland sungguh tega," batin Nazwa merasa kesal.

Sementara Erland tidak terima saputangan pemberiannya diletakkan begitu saja di atas meja. Ia melayangkan sebuah protes kepada Nazwa.

"Simpanlah, saputangan itu. Aku tidak mau kau menghilangkannya."

Tanpa menjawab pertanyaan dari Erland, Nazwa mengambil kembali saputangan itu lalu membukanya. Wanita itu merasa penasaran dengan saputangan berwarna biru muda tersebut. Seolah ia sangat mengenalinya.

"Saputangan ini?" Nazwa tampak terkejut. Ternyata dugaannya tidak meleset.

Saputangan itu adalah saputangan pemberian Nazwa untuk Erland sebagai kenang-kenangan saat perpisahan mereka di masa SMA. Lelaki tampan itu merupakan kakak kelas Nazwa. Otomatis dia lulus sekolah terlebih dahulu.

Nazwa sengaja membuat saputangan itu sendiri. Menghiasinya dengan bunga-bunga kecil dan gambar hati pada bagian sudutnya. Wanita itu juga menambahkan huruf inisial N dan E.

Sungguh ia sangat malu jika mengingat masa itu. Ia tidak ingin berpisah dengan Erland meskipun statusnya hanya sebagai seorang sahabat.

"Ia menemaniku setiap waktu. Sejak saat itu. Apakah kamu percaya?" tanya Erland sambil melirik ke arah saputangannya. Sebuah senyuman terbit di bibirnya tanpa diminta.

Nazwa menaikkan sebelah alisnya. Tentu ia tidak percaya dengan perkataan Erland Sanjaya. Meski kenyataannya saputangan itu masih terlihat terawat dan harum baunya.

Sesaat kemudian pesanan Erland datang. Semua makanan sudah siap tersedia di atas meja hingga meja itu penuh oleh bermacam-macam jenis makanan.

"Erland, kamu memesan makanan banyak sekali." Nazwa sampai geleng-geleng kepala. Mana mungkin mereka yang hanya berdua bisa menghabiskan makanan sebanyak itu.

"Em, tentu saja. Spesial for you."

Erland sengaja menghentikan ucapannya. Memperhatikan raut wajah Nazwa yang mulai bersemu merah.

"Okey, sebaiknya kita segera menikmati makanan ini. Tidak baik jika membiarkannya terlalu dingin."

Dengan sebuah kecanggungan wanita itu mengangguk pelan. Jantungnya berdetak lebih kencang. Ia sudah lupa atas pertanyaan Erland tentang saputangan beberapa menit yang lalu.

Beberapa menit telah berlalu. Nazwa dan Erland makan siang dengan suasana hening. Keduanya tidak saling berbicara sama sekali.

Setelah merasa cukup kenyang, Nazwa membersihkan mulutnya dengan sebuah tisu. Ia jadi teringat akan saputangan yang diletakkannya begitu saja di sampingnya.

Nazwa melipat kembali saputangan itu. Lalu memasukkan saputangan itu ke dalam tasnya. Entah mengapa sebuah kalimat lolos begitu saja dari bibir tipisnya.

"Konon katanya, saputangan itu tanda cinta seorang lelaki kepada seorang perempuan. Begitupun sebaliknya," ucap Nazwa sambil tersenyum mengejek kepada Erland.

Erland meletakkan sendoknya. Ia tersenyum simpul sambil melirik ke arah Nazwa. "Apakah saat itu kau menyukaiku? Sehingga memberikan saputangan itu kepadaku," selidik Erland.

Kali ini ia tak ingin lagi menyia-nyiakan kesempatan. Dulu ia sangat pengecut. Sehingga tidak pernah memiliki keberanian untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada Nazwa.

Mendengar pertanyaan dari Erland, Nazwa terbatuk-batuk. Ucapannya menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Padahal niatnya hanya ingin menggoda Erland.

"Nazwa, kau baik-baik saja 'kan?" Erland langsung memberikan segelas minuman kepada wanita itu. "Maafkan, aku. Aku hanya bercanda."

Nazwa segera meminum air putih pemberian Erland. Setelah itu ia menghirup nafas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan.

"Kau tidak salah Erland. Mengapa harus meminta maaf?" batin Nazwa.

Wanita itu merasa bersalah telah membuat Erland mengungkit kembali masa lalu mereka. Ia tidak pernah tahu jika di dalam hati Erland justru merasa bahagia.

"Jadi, bagaimana dengan pertanyaanku yang kemarin?" Ucapan dari Erland sukses membuat lamunan Nazwa terhenti.

"Pertanyaan? Pertanyaan apa, Erland?" ujar Nazwa yang tidak paham maksud kalimat dari Erland.

Untuk kesekian kalinya Erland harus mencari cara agar Nazwa mau berteman dengannya. Lelaki tampan itu mengulurkan tangannya kembali. "Maukah kau bersahabat lagi, denganku?"

Erland terlihat memohon. Ia ingin menyambung jalinan persahabatan yang sempat terputus. Lelaki itu tidak ingin berpisah dengan Nazwa seperti beberapa tahun yang lalu.

Dengan sebuah senyuman tipis, Nazwa melihat ke arah tangan Erland. Seolah ia tak ingin mengulang masa lalu yang hampir membuatnya putus asa kala itu.

Bagaimana tidak, ia yang mulai menaruh hati kepada Erland tiba-tiba ditinggalkan jauh ke luar negri untuk melanjutkan pendidikannya. Dan semenjak saat itu Erland tidak pernah memberi kabar sama sekali.

Terkadang memang tindakan tidak selaras dengan otak. Nazwa dengan santai menyambut uluran tangan dari Erland. Padahal hatinya mengatakan tidak.

"Hanya berteman, saja! Tidak lebih."

Lalu Nazwa melihat jam di tangannya. Ia ingin segera pulang karena sudah merasa sangat lelah.

"Maaf, Erland. Aku harus segera pergi. Terima kasih untuk traktirannya."

Nazwa berjalan pelan meninggalkan Erland seorang diri. Ia melupakan amplop coklat yang dibawanya tadi.

Karena waktu makan siang pun sudah berlalu begitu lama, Erland juga harus kembali ke kantornya. Ia ada jadwal pertemuan dengan seseorang. Dengan berat hati Erland tidak bisa mengantarkan Nazwa untuk pulang.

Erland tersenyum kala melihat amplop coklat milik Nazwa yang tertinggal. "Ini akan menjadi sebuah kesempatan yang bagus," lirihnya.

Beberapa detik kemudian, lelaki itu menerima sebuah panggilan telepon. Dengan wajah yang tenang Erland meraih ponselnya.

"Bagus! Aku akan segera ke sana," ucap Erland dari balik teleponnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sinyal Cinta CEO Duda   Alunan Indah Nan Merdu

    Melihat Erland datang, Nazwa segera menegakkan tubuhnya dan menjauh dari Raka."Mas Erland, ini tidak seperti yang kamu pikirkan?" terang Nazwa bernada sendu."Iya, Erland. Tadi Nazwa hampir terjatuh. Dan aku hanya berusaha untuk menolongnya." Terpaksa Raka mengatakan yang sebenarnya. Ia tidak ingin dianggap sebagai lelaki yang memanfaatkan keadaan.Seketika raut wajah Erland berubah menjadi khawatir."Kamu tidak apa-apa 'kan, Sayang. Maafkan aku baru bisa pulang." Erland mengecup kening Nazwa dan segera mendekapnya dengan erat. Tidak peduli jika ada Raka di sana."Nazwa baik-baik saja, Mas."Wanita itu melirik ke arah Raka. Merasa tidak enak hati atas sikap Erland yang seolah sengaja memanas-manasinya.Di saat Erland masih memeluk Nazwa, bayi kembar kembali menangis kencang."Oh, iya, Mas. Sejak tadi Dafa dan Devano menangis. Mereka sudah haus."Nazwa segera berjalan ke arah Dafa dan menggendongnya. Sementara Erland mengambil alih botol susu yang hendak diambil oleh Raka."Biar aku s

  • Sinyal Cinta CEO Duda   Terhenti

    Seperti dugaannya Nazwa bahwa yang mengirim pesan adalah Bi Nanik. Wanita paruh baya itu mengatakan jika tidak bisa datang karena anaknya sedang sakit dan tidak mau ditinggal.Seketika raut wajah Nazwa berubah menjadi sedih. Ia tahu bagaimana perasaan seorang Ibu jika anak mendadak sakit."Semoga anaknya cepat sembuh ya, Bi. Bibi fokus saja sama anak Bibi. Nazwa tidak masalah kok."Setelah mengirimkan pesan itu Nazwa mengabari Erland. Lelaki tampan itu berjanji akan segera pulang jika pekerjaan di kantor telah selesai dan bisa dilimpahkan kepada sang sekretaris.Nazwa merasa lega. Ia meletakkan ponselnya. Namun kali ini handphone itu berbunyi lagi. Sebuah telepon dari nomor baru."Hallo, dengan siapa di sana?" sapa Nazwa ramah.Namun beberapa detik lamanya hanya sebuah kesenyapan yang ada."Maaf, kalau begitu saya tutup teleponnya.""Nazwa tunggu. Ini aku. Maaf ....""Mas Raka?" lirih Nazwa kemudian. Sudah lama ia tidak bercakap-cakap dengan mantan suaminya tersebut."Hari ini aku dan

  • Sinyal Cinta CEO Duda   Pesan Dari Siapa?

    "Sebenarnya Nazwa tidak masalah, Mas. Tapi Nazwa sibuk mengurus Dafa dengan Devano." Mendengar apa yang dikatakan Nazwa, Rosalia justru merasa semakin antusias. Ia ingin menemui wanita itu di rumahnya sekaligus menjenguk bayi kembar Nazwa dan Erland. Karena Rosalia memang belum sempat mengucapkan selamat kepada Nazwa. Begitupun dengan Raka. Betapa dirinya sangat merindukan seorang anak. Tetapi sayangnya ia tidak bisa memberikan keturunan kepada mamanya. "Nazwa, Tante ingin bertemu dengan baby kembar kamu. Boleh ‘kan, Sayang? Siapa nama mereka?" tanya Rosalia berterus terang. "Boleh, Tante. Kalau mau bertemu dengan Dafa dan Devano, Tante boleh ke sini kapanpun Tante mau." Rosalia melihat ke arah Raka dan Erland secara bergantian. Niatnya untuk pergi ke luar negeri sepertinya akan ia urungkan. "Apakah boleh Nak Erland?" tanyanya kepada Erland kemudian. "Jika Nazwa sudah mengizinkan, saya juga tidak bisa membantahnya." Rosalia tersenyum senang. Kemudian mereka mengakhiri percakapa

  • Sinyal Cinta CEO Duda   Jawaban Dari Nazwa

    'Seila?' batin Erland kemudian. Erland melihat wanita itu datang bersama anaknya yang merengek meminta kue donat. "Sebentar Alin, kamu harus sabar." Seila mencoba menenangkan anaknya. Gadis kecil itu terdiam sejenak. Kemudian memandangi Erland. Alin yakin jika lelaki tampan yang ia lihat adalah papanya. Karena sang mama pernah memperlihatkan fotonya. "Papa? Dia Papa 'kan, Ma?" ucap Alin dengan wajah yang berseri. Seila tidak tahu harus menjawab apa. Ia berharap jika Erland mau berkata bohong demi seorang anak kecil yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa. Erland yang tidak paham pun terlihat kebingungan. Bagaimana bisa gadis kecil itu menganggapnya sebagai papa. Sungguh sangat tidak masuk akal baginya. "Kenapa Papa diam saja, Ma? Kenapa tidak menyapaku?" Alin menarik-narik baju mamanya. Seila pun ikut kebingungan. Selama ini ia membohongi putrinya dengan mengatakan bahwa Erland adalah papa dari anaknya tersebut. Sedangkan yang sebenarnya adalah papa kandung Alin sudah pergi e

  • Sinyal Cinta CEO Duda   Berpapasan

    "Baby twins pup lagi Sayang," jawab Erland dengan memasang wajah kesal. Niatnya ingin bercanda agar mengundang tawa. Sedangkan bayi di depannya tersenyum-senyum setelah sisa kotorannya berhasil dibersihkan oleh papanya. "Lihatlah, dia mengejekku." Erland merasa gemas dengan putrinya. "Iya, Bu Nazwa. Yang ini juga. Hehehe. Mereka selalu sehati." Bi Nanik terkekeh. Ia ikut merasa gemas dengan tingkah si baby kembar yang belum memiliki nama tersebut. Nazwa pun tertawa. Namun lirih dan pelan. Ia merasakan perutnya masih sakit. Rasanya seperti ingin terbelah saja saat ia refleks tertawa. "Sayang, kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Erland khawatir karena melihat istrinya meringis menahan rasa sakitnya. "Aku baik-baik saja. Aku mau ke toilet sebentar." "Aku akan mengantarkan kamu." "Tidak perlu, Mas. Kamu harus menjaga anak kita. Kasihan Bi Nanik nanti pasti kerepotan." Dengan berat hati Erland harus mengalah. Sejujurnya ia tidak tega kepada Nazwa. Tetapi baby kecil yang lucu itu juga

  • Sinyal Cinta CEO Duda   Mengikuti Arahan

    Erland merasa kikuk. Ia tidak ada niat sama sekali untuk berhubungan dengan Cintya. Baginya, wanita itu sangat berani."Kok diam aja? Come on, Erland. Saya hanya meminta tolong saja. Tidak lebih," ujar Cintya yang nada bicaranya terdengar lain di telinga Erland.Lelaki itu tidak ingin mengecewakan Cintya. Ia takut jika wanita itu akan membatalkan kerjasamanya jika Erland tidak mau membantunya."Ba–baiklah."Erland beranjak dari duduknya. Ia berharap jika Ridwan segera datang dari arah toilet.Benar saja. Sahabat Erland tersebut telah kembali dari toilet."Erland mau ngapain?"Pandangan mata Erland beralih ke Ridwan. Ia memberikan sebuah kode agar lelaki itu segera menghampiri mereka."Em, Cintya. Maaf. Tiba-tiba perut saya terasa sakit. Itu Ridwan telah kembali. Kamu bisa meminta tolong kepadanya."Dengan cepat Erland meninggalkan tempat itu. Ia segera berjalan menuju toilet."Cintya, apa yang kamu lakukan kepada Erland? Kamu mencoba untuk menggodanya?""Kenapa kamu harus kembali secep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status