Share

DIBAWAH KENDALI

Cyuta Maharani terdiam.  Status berubah hanya dalam hitungan jam.  Mimpi apa dia selama ini, untuk jadi yang kedua saja Cyuta tidak mau, dan kini dia harus menjadi yang kelima. Ironis sekali.

Empat wanita di depannya dapat dipastikan adalah istri King Arthur juga.  Bahkan sorot mata kebencian terlihat jelas dari ketiga wanita yang berdiri di belakang sang  Nyonya Besar.

“Saya Cyuta Maharani.  Salam kenal Nyonya Besar.”

Hanya itu yang teringat di kepala Cyuta.  Sejujurnya gadis tersebut merasa tubuhnya yang hanya setinggi 162 cm dengan berat badan 45 kilogram, tidak mempunyai tulang kokoh untuk menopang dirinya sekarang ini.  Lemas rasanya.

Ketakutan, kecemasan serta bayangan hitam dalam babak baru hidupnya mulai menyapa.  Ibarat keluar dari mulut buaya masuk dalam mulut harimau.  Lebih menakutkan berhadapan dengan para wanita yang cemburu, itu yang pernah di abaca di berita.

“Ya aku sudah tahu.”  Nyonya Besar masuk dan duduk di sofa yang ada di dalam kamar pribadi Cyuta.

“Dan kini sebagai Nyonya dalam keluarga King Arthur, kamu wajib mengenali masing-masing dan kedudukannya.”

Aura Nyonya Besar terkesan sangat menonjol dibanding ketiga wanita lainnya.

“Disini, Nyonya sah utama adalah aku, Mahalini, tidak ada yang lain.  Mereka adalah,”  ucapan Nyonya Besar terhenti ketika pandangannya beralih pada tiga wanita lainnya.

“Indira, Istri kedua.  Jenny, istri ketiga dan Alma, istri keempat.”  Mahalini memberi jeda setiap mengenalkan para wanita itu satu per satu.  Sementara mereka, mengangkat wajahnya tinggi seakan memberi tanda ketika namanya disebut oleh Mahalini.

Cyuta memperhatikan ketiganya dan mengingatnya.

“Kalian pergilah,”  ucap Mahalini kemudian mengusir ketiganya setelah perkenalan singkat tersebut.  Dan Cyuta dapat melihat raut wajah jengkel pada ketiga madu Mahalini.

Tinggalah kini Mahalini, sang istri sah bersama Cyuta Maharani dalam kamar pribadi.  Wanita cantik berusia dua puluh delapan tahun, terlihat sangat anggun dengan balutan dress brokat putih gading dan menggunakan aksesoris sederhana namun berkelas, menatap wanita yang seharusnya merupakan madu kelimanya.

Sorot tatapan yang tidak bisa diartikan memindai dari atas ke bawah seluruh tubuh Cyuta Mahrani yang terkesan mungil jika dibanding dengan Mahalini. Mahalini seorang model dengan tinggi badan 170 cm dan berat 55 kilogram.

Hanya ada satu kesamaan dari mereka berdua.  Keduanya mempunyai aura kecantikan yang alami jika dibandingkan dengan ketiga istri King Arthur lainnya.

“Ada aturan yang harus dipatuhi dalam rumah ini,”  tutur Mahalini membuka topik pembicaraan mereka.

“Yang pertama, semua atas kendaliku dalam segala hal.  Jadi pembagian interaksi antara suami istri, aku yang akan mengatur jadwalnya.”

Glek.  Dada Cyuta mulai terasa sesak, tidak tahu perasaan apa yang tiba-tiba  menjalar dalam dirinya.

“Kedua, tugasmu adalah melahirkan keturunan dari King Arthur.  Laki-laki atau perempuan bukan menjadi masalah utama, yang terpenting adalah darah daging dari King Arthur.”

Mendengar hal itu, wajah Cyuta memanas.  Haruskah dia kehilangan mahkota kegadisannya secepat itu.

“Ketiga, ruang gerakmu sebagai istri King Arthur terbatas dalam rumah ini saja, jika keluar akan ada pengawal dan pelayan yang mengikutimu.  Bisa dimengerti?”

Mahalini mengakhiri penjelasannya.  Cyuta menganggukkan kepala spontan.  Tidak ada kebebasan untuknya, itu yang tertanam dalam pikirannya. 

Hidup mewah namun dalam sangkar, terkekang oleh satu tujuan, melahirkan pewaris King Arthur.

“Satu lagi.  Saat berhubungan intim,  matamu harus ditutup dengan kain hitam, dan ruangan dalam keadaan remang-remang tanpa berkomunikasi apapun. Apabila berani melanggar, aku tidak segan menghukummu.”

“Hah?”  Cyuta tanpa sadar memekik heran.  Ketika matanya bertatapan dengan mata Mahalini, gadis itupun segera menundukkan kepalanya.

“Kenapa?”

“Maaf, Nyonya.”

“Bersiaplah, malam ini adalah tugas pertamamu mendapatkan pewaris.”

Mahalini kemudian memanggil Rara – pelayan pribadi Cyuta.  Sedikit perintah diberikan pada gadis muda yang segera mengerti maksud sang nyonya besarnya.

Cyuta hanya bisa termenung saat Mahalini keluar meninggalkannya. Dia pun terduduk lemas seraya melamun.

Tidak pernah ada yang ingin mengalami nasib seperti ini, Cyuta merenungi perjalanan hidupnya. Kebahagiannya hanya sampai dititik kedua orang tua angkatnya hidup.  Kecelakaan yang merenggut Papa dan Mamanya, menjadi alasan untuk perundungan dirinya.

“Anak pungut pembawa sial.  Dulu diadopsi oleh Prana karena satu-satunya korban selamat, sekarang justru jadi sebab kematian Prana dan Kintan.” 

Kalimat yang selalu di alamatkan pada Cyuta oleh semua anggota keluarga Prana dan Kintan kecuali adik-adiknya –anak kandung papa dan mama angkatnya.

Kini hidupnya menjadi alat untuk menghasilkan keturunan dari pengusaha kaya raya.  Cyuta menebak, sang nyonya besar tidak ingin mengandung karena fisiknya yang tinggi langsing bagai model papan atas menjadi rusak.

“Mungkin aku memang pembawa sial,”  keluhnya bermonolog.  Napasnya dilepaskan kasar, mencoba membuang beban dalam dirinya.

“Nyonya, ada apa?”  tanya Rara heran.

Tiba-tiba Rara sudah membawa satu baju khusus dan segera diberikan pada Cyuta. Cyuta diam menatap kosong.

“Anda harus menggunakan pakaian ini, Nyonya,”  ujar Rara selanjutnya karena tidak ada jawaban dari nyonyanya.

Cyuta melihat baju yang terlihat menerawang berwarna hitam.  Bentuknya menyerupai jaring dan renda. 

‘Orang kaya, kenapa bajunya aneh-aneh,’  pikir Cyuta acuh.

“Mari saya bantu Anda berganti pakaian,”  ucap Rara sambil membimbing Cyuta.

Suasana terasa kaku, tidak ada perlawanan sedikit pun dari Cyuta.  Sosok wanita istri kelima tuannya ini seperti mati rasa.  Ekspresinya kosong, diam  dan datar.

“Nyonya, sudah selesai.  Anda duduk di sini.  Saya akan bantu menutup mata Anda.”

Tugas terakhir Rara pun selesai.  Nyonya mudanya yang terlihat cantik dan menggoda dalam balutan lingerie hitam serta berpenutup mata, terkesan semakin ‘liar’.

‘Nyonya besar pintar sekali menyiapkan ibu sang pewaris,’  gumam Rara dalam hati seraya tersenyum puas.

“Tuan akan segera datang, Nyonya.  Selamat  menikmati malam pertama Anda,”  pamit Rara.  Perlahan pelayan itu keluar dari kamar.

Setelah merasa seorang diri dalam kamar, Cyuta menangis dalam diam.  Hatinya hancur, dirinya tak ubah seperti wanita yang dijebak untuk melayani lelaki hidung belang.

Bedanya, dirinya dinikahi secara agama.  Tapi tanpa rasa di antara mereka.

Ceklek.

Seketika  tubuh Cyuta menegang saat mendengar pintu terbuka, keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya.  Langkah kaki mendekat, tak lama tangan kekar laki-laki menyentuh bahu yang tidak tertutup kain baju.

‘Tamat sudah aku,’  batin Cyuta semakin ketakutan.

Perlahan tubuh Cyuta dibaringkan di atas ranjang busa nan lembut, dan perlahan juga gadis itu merasa sentuhan lembut di bibirnya.

Aliran darah yang mengaliri tubuhnya terasa berhenti, berganti dengan ketegangan, namun sentuhan laki-laki yang sudah sah sebagai suaminya mampu menghipnotisnya.

Tidak ada kata-kata terjalin antara keduanya.  Hanya deru napas gairah terdengar dari keduanya.  Cyuta terpancing mengikuti naluri dalam dirinya saat lelaki itu melakukan pemanasan.  Interaksi intim kedua insan anak cucu Adam Hawa, semakin lama semakin panas.  Mereka bergumul hingga pelepasan dilakukan untuk yang pertama kali.

Cyuta menahan kesakitan tetapi tidak bisa berteriak, ancaman dari Mahalini menghantuinya.  Setelah yang pertama, gadis yang sudah tidak perawan lagi mengira tugasnya sudah selesai sebagai pengantin kelima.

Dugaan yang salah.

Ternyata sang pria mengulanginya lagi hingga tiga kali melakukan pelepasan pada rahim Cyuta.  Akhirya Cyuta pun tertidur lelap kelelahan, tanpa mengetahui kapan sang pria pergi meninggalkannya sendiri.

Hingga suara pintu diketuk membangunkan Cyuta keesokan harinya.

“Nyonya.  Apakah saya sudah boleh masuk?”  suara Rara terdengar dari balik pintu.

“Tunggu, jangan masuk!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status