Share

MAMA, PAPA, AKU DATANG

Pukul tujuh Cyuta diantar Rara menuju ruang makan bersama.  Dengan langkah yang masih tertatih karena sakit di bagian intimnya, Cyuta perlahan duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya.

Di meja tersebut sudah ada Indira, Jenny dan Alma.  Tidak terlihat Mahalini maupun King Arthur.

“Duduklah, tidak perlu mencari Nyonya Besar ataupun King Arthur, mereka sudah terbang ke luar negeri,”  ujar Indira dengan senyum sinis.

“Kenapa kecewa?  Tidak bisa melihat suamimu?”  Jenny menimpali dengan tawa yang juga sama mengandung cibiran.

“Kasihan, pengantin baru dicuekin.  Emang enak,”  bentak Alma tak mau kalah sengit dari kedua madu lainnya.

Cyuta hanya diam tidak menjawab.  Rara menyendokkan makanan ke piring nyonya mudanya.

“Hentikan Rara!  Biar dia ambil sendiri.  Selama Mahalini tidak ada, aku yang berkuasa di sini!”  bentak Indira seraya melotot memarahi Rara.

Cyuta segera menahan tangan Rara, kemudian dia sendiri yang melakukannya.

“Hai!  Siapa yang menyuruhmu mengambil makanan.  Kamu tidak dengar kalau Nyonya Indira sekarang yang mempunyai kuasa.  Jika beliau belum menyuruhmu makan, jangan coba-coba makan!” giliran Jenny yang membentak Cyuta.

Ajang makan pagi berubah jadi panggung unjuk kekuasaan dari ketiga istri lainnya.  Cyuta dibuat canggung.

“Dasar kampungan, lihat makanan enak jadi rakus!”

Serba salah.  Cyuta akhirnya tidak jadi menyentuh apapun sebelum diperintah Indira.  Sementara ketiga wanita tersebut menyantap makanannya hingga habis.  Hanya tersisa sedikit lauk di meja.

“Itu untukmu,”  ucap Indira menyodorkan sisa lauk itu, sebelum berdiri dan berlalu meninggalkan Cyuta.

Kepergian wanita bertubuh tambun itu diikuti oleh kedua wanita dengan perawakan yang sama.  Setelah menghilang, Rara segera datang membawakan telur dadar sebagai ganti lauk untuk Cyuta.

“Dasar wanita rakus.  Dia yang suka makan berlebihan, lihat saja Nyonya, badan mereka sudah seperti buntelan.  Yang pantas menjadi Nyonya King Arthur ya hanya Nyonya Mahalini dan Anda,”  sungut Rara pelan sambil melayani Cyuta.

Cyuta mendengarkan ocehan pelayannya tanpa ekspresi apapun.

“Anda harus menjaga nutrisi yang masuk dalam tubuh, Nyonya.”

Cyuta menganggukkan kepalanya tanpa bicara, menghabiskan makanannya.  Jujur dia memang lapar, semalam tenaganya habis terkuras melayani sang suami.

Setelah selesai sarapan, tiba-tiba pelayan Indira datang yang menyampaikan bahwa Cyuta harus menemuinya di ruang pribadi nyonya kedua itu.

Cyuta pun menuruti apa perintah Indira,

“Tutup pintu!”  perintah Indira setelah melihat Cyuta datang seorang diri tanpa Rara yang mendampingi.

Indira mengamati gerak-gerik Cyuta.  Postur tubuh Cyuta yang lebih tinggi dari dirinya, serta wajah manis Cyuta terbingkai sempurna dengan kulitnya yang kuning langsat bersih membuat dada Indira bergemuruh.

Indira, wanita berusia 26 tahun namun terlihat seperti sudah berusia 36 tahun.  Kebiasaannya makan, belanja dan kumpul-kumpul bersama teman-teman sosialitanya membuatnya senang mengkonsumsi alkohol ketika King Athur dan Mahalini tidak berada di rumah.

Berat tubuhnya sudah menyentuh 85 kilogram sementara tinggi badan hanya 157 cm saja.  Wanita itu pun memilik kulit wajah cenderung kusam akibat kurang tidur serta pengaruh alkohol.  Tak heran Indira terlihat bagai gentong sebab malas berolah raga dan mengkonsumsi air mineral.

“Nih minum ini!”  Indira memberikan pil pada Cyuta.  Wanita itu tidak langsung menerima, hanya melihat obat apa yang diberikan padanya.

“Kamu menolak perintahku? Berani kamu?”  penekanan berbau ancaman dilontarkan Indira tanpa sedikit basa-basi.

Indira mengetahui jika Cyuta dinikahi supaya pewaris terlahir dari rahimnya.  Jelas membuatnya cemburu sebab dirinya sama sekali belum pernah disentuh oleh King Arthur. Mahalini tidak pernah mengijinkannya.

Sang Nyonya Besar hanya memberikan ijin King Arthur menikah siri namun tidak boleh berhubungan dengan istri sirinya, sangat berbeda sikap dengan Cyuta, yang diberi kesempatan menikmati malam pertama setelah menikah. 

‘Tidak boleh ada anak yang terlahir dari dia,’  janji Indira saat memendam rencana jahat.

“Apa ini –“  belum selesai Cyuta bertanya, mulutnya sudah dipegang oleh Indira.  Wanita tambun itu segera memasukkan pil tersebut dan memaksa Cyuta menelannya dengan air mineral yang sengaja dituangkan dalam mulut Cyuta.

Hal tersebut sontak membuat Cyuta terbatuk.  Indira tidak peduli, satu-satunya yang membuat dia peduli adalah tidak boleh ada keturunan King Arthur terlahir dari rahim Cyuta.

“Ingat satu hal, jika kamu berani melaporkan pada Mahalini.  Habis riwayatmu di rumah ini!”  ancam Indira sebelum akhirnya mengusir Cyuta dari ruangannya.

Miris sekali, baru saja sehari dalam rumah barunya, sudah banyak kejadian yang dialami Cyuta.  Semua memperlakukan Cyuta bagai boneka yang tidak berperasaan.

Cyuta melangkah menyusuri koridor rumah sambil melamun. 

Tidak tahu harus seperti apa lagi, rasanya tidak ingin hidup saja.

Tiba-tiba,

“Cih, wanita murahan.  Dibayar hanya untuk penghasil keturunan.  Aku kira itu di novel saja, ternyata ada juga dibeli hanya untuk menghasilkan pewaris.”

Jenny, sudah berada di belakang Cyuta.  Perkataan yang keluar dari mulutnya tidak jauh beda dengan wajahnya.  Pedas dan mengerikan.

Cyuta merasa dia tidak akan hidup tenang atau memang tidak dibiarkan hidup tenang.  Setiap saat pasti satu per satu dari istri King Arthur akan membuka topeng.  Berbeda saat masih ada Mahalini, satu pun dari mereka tidak ada yang berani menyentuhnya.

Cyuta tidak menghiraukan Jenny, terus berjalan hingga membuat kesal perempuan yang sama saja perawakannya dengan Indira. 

Namun lebih pendek dari Indira, ya sebab Jenny hanya mempunyai tinggi badan 155 cm saja.  Dengan berat tubuhnya yang 75 kg. Bisa dikatakan wanita itu mempunyai hobi yang sama dengan Indira, suka makan dan minum alkohol.

“Hei!  Aku bicara padamu!”  teriak Jenny menggila.  Wanita itu menarik lengan kiri Cyuta sehingga membuat sang pemilik badan berbalik menghadapnya.

Saat bertemu Cyuta, Jenny sama halnya dengan  Indira.  Melihat madu termuda itu memiliki kecantikan yang sama dengan Mahalini serta tubuh yang bagus serta kulit halus bercahaya, semakin membuat dadanya bergemuruh marah.

Iri dengki mulai merasuki jiwa Jenny.  Matanya tajam menatap Cyuta yang tidak berekspresi apapun, datar saja.  Memang Cyuta hanya memandang Jenny tanpa bicara apapun.

“Kamu punya mulut?  Jawab!”

Lagi-lagi Cyuta diam saja.  Tidak tahu harus menjawab apa, sedangkan wanita didepannya tidak bertanya, semua kalimatnya adalah pernyataan bukan pertanyaan.

“Kamu memang wanita rendahan, murahan dan juga kampungan!  Paham?”

Cyuta menganggukkan kepalanya dan kemudian berbalik menjauh dari Jenny.  Cyuta segera masuk kembali ke kamar, meninggalkan Jenny yang masih saja meracau tidak jelas maunya.

“Mama, Papa.  Aku ikut kalian saja,”  ucap Cyuta sesaat setelah menutup pintu kamarnya.

Wanita itu pun duduk di sofa, diam merenungi nasib.  Bayangan kedua orang tua kandungnya yang meninggal saat mobil yang dikendarai bertabrakan akibat sopir yang lalai.  Dari semua yang ada dalam mobil itu meninggal di tempat, hanya Cyuta kecil – gadis berusia 5 tahun- yang selamat dalam pelukan sang mama.

“Mengapa aku harus diadopsi oleh Papa Prana dan Mama Kintan.”

Cyuta kembali berkeluh sendirian.  Wajahnya muram, kepalanya pusing mengingat semua itu.  Ada kalanya dia menyalahkan Tuhan yang tidak mengambilnya juga.

“Untuk apa aku hidup, sedangkan semesta mempermainkan takdirku,”  ucapnya pilu.

Perang dalam batinnya berkecamuk.  Tidak ada yang peduli dengan hidupnya, mungkin kematian dirinya adalah jalan keluar semua masalah hidupnya.

“Tidak ada yang akan sedih jika aku mati,”  gumamnya bermonolog.

***

Hari pun berlalu seperti dalam neraka.  Tiap hari selalu ada kesalahan Cyuta.

“Cyutaaaaa!  Kamu ini pemalas sekali, lihat tanaman di belakang belum disiram!”  jeritan Alma seperti mandor.  Secara rumah yang seharusnya tidak kekurangan satu pelayan pun tetapi sengaja dibuat sepi atas perintah Indira.

Rara sang pelayan pribadi, dipaksa mengambil cuti hingga waktu yang ditentukan oleh Indira. Semua pekerjaan dialihkan pada Cyuta, sang istri kelima dibuat lelah supaya tidak ada benih dalam rahimnya tumbuh sempurna.

Ketiga madu dari Mahalini, tidak ada satupun yang diberi nafkah batin oleh King Arthur.  Dan semua atas kendali Mahalini, hanya Cyuta –madu terakhir- yang mendapat hak istimewa.

“Bersihkan halaman belakang, setelah hujan banyak daun jatuh masuk dalam kolam!”  perintah Alma ketus.

Dia, istri keempat berperawakan kecil berkulit hitam kusam, bisa dikatakan sebagai algojo dari Indira dan Jenny.  Alma pun  secara senang hati menuruti apa kata-kata Indira dan Jenny.

“Cepat, sebelum Nyonya Indira dan Nyonya Jenny berenang semua harus sudah bersih!”

Suasana dalam mansion yang teramat besar ini sangat sepi.  Indira dan Jenny selalu pergi belanja dan kumpul bersama geng sosialitanya.  Hanya Alma yang diberi tugas untuk mengawasi dan membuat Cyuta lelah setiap hari.

 Setelah memastikan Cyuta mulai tugasnya, dia pun segera meninggalkannya dan mengurung dalam kamar.  Menonton drama kesukaannya.

Cyuta terdiam sambil mengambil alat untuk mengambil dedaunan yang jatuh di atas kolam renang.  Badannya memang sering terasa lelah, karena asupan makan yang masuk tidak seimbang dengan energi yang dikeluarkannya.

Fatamorgana dan ilusi pun terjadi.  Cyuta tiba-tiba melihat jalan untuk dia pergi.

Byurr!

“Mama.., Papa.., aku datang!”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status