Share

6

Panik karena takut dipecat perkara susah tidur dengan sang bos, maka yang bisa Islandia lakukan selanjutnya adalah mengelak. Sebagai pertahanan diri.

"Bapak masih perjaka, kok, Bu! Saya nggak tidur sama Pak River. Ibu bisa langsung tanya orangnya. Saya juga kurang paham kenapa Ibu Eloise tiba-tiba menuduh saya yang tidak-tidak!" seru Isla yang nadanya masih sangat sopan, padahal kepalanya sudah sakit sekali, seakan rambutnya akan lepas dari kulit kepala.

Tatapan sang nyonya besar pun langsung berubah jadi tidak suka perkara anaknya gagal menghilangkan status perjakanya. Lalu, Eloise tak luput mendapatkan pandangan menyipit dari wanita yang sudah melahirkan River. "Lepas. Jangan melakukan tindakan yang merendahkan diri kamu sendiri. Islandia sudah bilang kalau River masih perjaka."

"Bohong, Tante! Waktu itu jelas-jelas aku kasih dia minuman berperangsang, nggak mungkin dia bisa menahan diri dan nggak tidur sama pria mana pun!" tukas Eloise yang tangannya masih setia berada di kepala Islandia.

Sepertinya, Eloise sudah mengekspos dirinya sendiri tanpa sadar, sehingga ibu River langsung menunjukkan raut wajah terkejut. "Kamu ... Kasih minuman apa sama orang lain?" tanyanya tak percaya.

Belum juga Eloise menjelaskan, pintu ruangan River langsung menjeblak terbuka, dengan pria itu yang muncul ke permukaan. "Mana kontraknya, Islandia? Kerjamu makin lelet saj-" Omongan River terhenti saat melihat keadaan di hadapannya.

Di mana Islandia sedang dijambak oleh Eloise dan ibunya menatap kejadian itu dengan pandangan menghujat. "Apa-apaan, ini? Lepaskan tangan kamu dari Sekertaris saya!" tukas River yang langsung maju dan menepis tangan Eloise, lalu menarik sekertarisnya untuk bersembunyi di belakang tubuh pria itu. "Kamu semakin hari semakin gila saja sepertinya. Padahal saya sudah berusaha menolak baik-baik dengan tidak mau menemui kamu. Apa perlu kamu dikasari?"

Islandia langsung merasa merinding saat mendengar nada bahaya dari River. Entah kenapa, pria itu marah sekali. Padahal, biasanya Islandia mau diapakan juga pria itu hanya berkata supaya Isla kuat-kuat dan banyak memaklumi orang-orang kaya yang tingkahnya memang sukan

ajaib. Tapi, kali ini berbeda. Mungkin River sudah sangat muak dengan kehadiran Eloise.

"Kok kamu malah bela dia, sih? Kamu beneran udah tidur sama dia, ya?! Makanya sekarang kamu berani bela dia selantang ini?" teriak Eloise dengan keras. Kalau saja lantai ini penuh dengan pekerja lain, pasti mereka akan berkumpul karena kepo dengan suara berisik itu.

River sendiri pun langsung mendengkus. "Lucu sekali. Apa urusannya sama kamu? Mau saya tidur dengan Islandia atau tidur dengan wanita lain, pun, itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kamu. Memangnya, kamu lupa kamu siapa? Kamu bukan siapa-siapa!" balas River yang semakin emosi.

Lalu, pertengkaran pun semakin berlanjut. River menuduh Eloise sebagai gadis obsesif yang telalu mengejarnya padahal sudah ditolak berkali-kali. Berbeda dengan Eloise yang menuduh River berubah setelah tidur dengan Islandia.

Satu-satunya orang yang bisa menghentikan pertengkaran itu adalah si nyonya besar. Wanita itu maju, lalu berdiri di antara dua orang yang sedang beradu argumen. "Sudah. Cukup. Kamu lebih baik kembali ke dalam ruangan kamu dan lanjut bekerja," ujar wanita itu sambil menepuk dada bidang putranya. "Lalu, kamu. Kamu juga lebih baik pulang ke kantormu. Bukannya kamu masih harus kerja? Apa kata orang tuamu nanti sewaktu mereka tahu kalau kamu malah buang-buang waktu di sini?"

Maka, yang pertama pergi dari sana adalah River, yang mengajak Islandia ikut masuk ke dalam ruangannya. Sementara itu, Eloise masih kekeuh menuduh River sudah tidur dengan Islandia, makanya pria itu membela dengan sangat berani.

"Kepalamu sakit banget, ya?" tanya River yang sudah masuk dan menutup pintu. Pria itu lalu kembali duduk di atas kursi singgasananya sambil menerima surat kontrak yang sudah diperbaiki oleh Islandia.

Kali ini, pria itu sama sekali tidak mengecek ulang dan main tandatangan saja. Supaya cepat, supaya Isla tidak tambah sakit kepala juga.

"Lumayan, Pak. Saya tahan banting, kok. Seperti yang Bapak pernah bilang dulu waktu awal saya masuk. Saya 'kan harus maklumi tingkah-tingkah aneh para orang kaya, selama nggak keluar dari batas. Tapi, ini pertama kalinya saya dapat serangan sepadah ini, sih. Dulu, yang paling parah saya cuma ditampar aja waktu bilang kalau Bapak lagi meeting. Hmm sama siapa ditamparnya, ya? Ah, kalau nggak salah, sama yang punya perusahaan kosemtik terbesar itu, lho."

Enteng sekali Islandia bicara soal pengalaman-pengalaman mengerikannya, sementara River sudah meringis tak tahan. Pria itu jadi agak menyesal setelah menyuruh Isla untuk memaklumi kelakuan orang-orang gila itu. Harusnya, kalau ada hal yang sudah tidak wajar, Isla melawan saja, daripada diam dan menderita sendiri.

"Lain kali kalau ada hal yang melewati batas, jangan diam saja. Lawan, atau kalau kamu nggak berani, bilang sama saya. Biar saya yang menegur orang itu," ujar River.

Wajar kalau Islandia jadi bingung karena bosnya tiba-tiba saja jadi lembut. Lalu, sang bos pun melanjutkan, "Memangnya kamu butuh sekali uang makanya sampai bertahan di lingkungan seperti ini?"

"Iya, lah, Pak. Siapa yang nggak butuh uang memangnya? Kebetulan saya juga punya utang, makanya harus punya kerja yang stabil, mapan dan terjamin. Seperti pekerjaan ini," cerita Islandia sambil mengambil kembali berkas-berkas yang sudah River tandatangani.

Tepat di saat River akan bertanya bagaimana bisa orang semuda Islandia punya hutang, pintu ruangan kantor River pun dibuka oleh sang ibuyang sepertinya baru selesai menasihati Eloise yang bebal dan kurang punya pemikiran panjang kalau soal River. "Jadi, kalian berdua beneran udah tidur bareng?" serang si nyonya besar dari ambang pintu.

Sementara River yang kaget serta syok dengan pertanyaan itu, maka Islandia lah yang maju. "Nggak, Bu. Itu cuma akal-akalannya Ibu Eloise saja supaya dia ada alasan untuk merundung saya," kilah Islandia dengan sangat lancar, seakan tidak berbohong. "Beliau sepertinya menganggap saya sebagai gangguan. Padahal, saya cuma pekerja biasa. Mana mungkin saya tidur sama Pak Bos yang seleranya tinggi."

Padahal, mereka sudah melakukannya bebedapa kali!

Tangan Islandia kemudian menepuk-nepuk lengan River supaya pria itu peka dan ikut berbohong dengannya. Bisa gawat kalau ibu pria itu tahu anaknya sudah tidak suci gara-gara Isla. Kemungkinannya, Isla akan dipecat karena dianggap tidak bekerja dengan serius dan malah menggoda bosnya.

Pokoknya, setau Isla, ibu River ini galak dan paling rewel soal status, level dan hal-hal yang menyangkut hiearki kekayaan dan kekuasaan. Makanya, kejadian mereka tidur bersama, harus hanya jadi rahasia kecil mereka yang kotor.

Untunh sekali, River cukup peka dan langsung menyanggah pertanyaan sang ibu. "Nggak, Bu. Benar kata Isla," ujarnya dengan sangat singkat. Dan entah kenapa, Islandia malah melihat raut kecewa di wajah nyonya besar.

Pada akhirnya, hari pun berlalu begitu saja. Ibu River hanya berada sekitar satu jam di dalam kantor. Niatnya untuk mengadakan pertemuan soal pekerjaan di proyek baru, namun, akhirnya itu malah jadi kunjungan biasa antara ibu dan anak saja. Bahasannya pun soal River yang masih menjomblo di usia tiga puluh delapan tahun, mana masih perjaka, pula! Yah, ibunya tidak tahu saja kalau sang putra pernah menggunakan benda di antara kedua kakinya dan sudah hilang perjaka.

"Sini aku pijat sedikit, supaya aku nggak terlalu ngerasa bersalah," ujar River saat jam kerja mereka sudah habis dan sudah waktunya pulang.

Karena Ivy masih ada di pulau sebelah, maka Isla bisa pulang dengan bebas tanpa harus ragu. Jadi, gadis itu pun mengiyakan dan langsug membaringkan kepalanya di pangkuan River di sofa

"Ah." Islandia mendesah saking enaknya pijitan sang bos. Sakit kepala yang menderanya seharian ini, terasa mulai berkurang karena River menekan di titik-titik tertentu yang uratnya tegang. "Kalau nggak jadi CEO, Bapak mungkin bisa buka jasa pijit aja. Asal jangan ada plus-plusnya. Kasihan nanti kliennya. Pijit kan untuk bikin badan relaks aja, eh, nanti malah jadi kaku dan tegang karena service Bapak yang mantap."

"Kamu mau saya buat kaku dan tegang juga? Mau saya service? Gratis, kok. Saya jamin kamu bakal sangat puas," tanya River dengan jahil.

"Aduh, nggak deh, makasih. Besok saya masih harus kerja. Kalau di-service, bisa-bisa malah nggak sanggup bangkit dari ranjang."

Selama pijitan berlangsung Islandia banyak berbicara mengenai hal-hal random dan juga sedikitnya soal pekerjaan.

Dan begitu selesai dengan pijatan tangan River yang benar-benar bikin nikmat, gadis itu pun berniat untuk kembali ke rumah dan istirahat yang banyak. Tak lupa dia akan membeli strip obat sakit kepala yang bisa didapatkan di warung kecil.

"Makasih, Pak. Saya bener-bener terbantu sama pijatan Bapak," ucap Islandia yang kepalanya sudah mulai ringan.

Sayang River sama sekali belum selesai dengan gadis itu. "Makasih aja? Saya butuh hal lain selain terima kasih dan cuma kamu yang bisa memberi itu semua," ujar pria tersebut sambil menahan tangan Isla.

"Bapak mau apa?" tanya gadis itu dengan dahi yang sudah menyatu.

"Itu. Sekali aja. Saya nggak tahan lihat kamu."

Singkat, padat dan sangat frontal.

Lalu, tanpa menunggu persetujuan, River pun langsung mendekat dan mencaplok bibir Isla. Pria itu melumat, menghisap dan mencumbu sekertarisnya di lingkungan kantor!

Di satu sisi, Islandia juga suka, pula! Jiwa ingin melanjutkan kegiatan ini sampai ke jenjang enak-enak pun sudab bergejolak.

Dan di saat keadaan tengah sangat intens, tiba-tiba saja pintu ruangan tersebut terbuka dan seseorang pun berteriak saat melihat adegan ciuman panas itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status