Share

5

"Iya-iya apanya?!" Islandia memijit dahinya yang langsung merasa pening. "Pak, saya lagi butuh istirahat. Silakan Bapak keluar dari sini dan kita bertemu lagi besok di hari Senin. Tolong jangan ganggu saya hari ini karena ini hari libur. Nggak sepatutnya kita bertemu padahal bukan hari kerja," ujar gadis itu sambil membukakan pintu kamarnya lebar-lebar.

"Bukannya nggak sepatutnya kita tidur bersama? Tapi, toh, kita tetap melakukannya," balas River dengan gestur mengangkat bahu.

Sial. Kenapa bosnya membawa hal itu lagi, sih?! "Lupakan saja, Pak. Anggap kita berdua khilaf saat itu. Lagipula, kita ada di dalam pengaruh perangsang!" sahut Islandia yang semakin lama semakin dibuat kesal. "Ck. Perangsang itu pun dari Eloise. Saya cukup yakin kalau dia melakukan itu supaya saya kecelakaan dengan pria lain dan secara otomatis, saya tidak punya kesempatan apa pun untuk menggoda Bapak."

Parahnya, River sama sekali tidak peduli dengan kenyataan itu dan malah bertindak naris. "Yah, saya wajari tindakan wanita tersebut. Soalnya saya tampan dan luar biasa. Maklum saja kalau saya sampai punya penggemar fanatik seperti itu," ujar River yang masih berbaring nyaman di atas ranjang Isla. Namun, kearoganan pria itu langsung jatuh saat perutnya sendiri mengeluarkan bunyi yang cukup keras.

Sepertinya efek karena River sedari kemarin siang tidak keluar dari kamar Isla dan malah bertahan padahal sudah diusir. "Tampan, luar biasa dan lapar. Jadi, saya sarankan Bapak keluar dari rumah saya dan cari makan. Itu pun kalau ada warung makan yang buka jam setengah empat pagi kayak gini," sindir Isla.

Namun, entah bagaimana ceritanya, River malah berakhir dengan memesan makanan dari restoran mahal yang buka dua puluh empat jam. Jadilah pria itu tidak bisa diusir. "Masa orang seperti saya makan dari warung, sih? Begini cara orang kaya makan," pamer River yang membuka beberapa kotak makanan yang menguarkan aroma harum.

Perut Isla jadi lapar, kan, padahal hatinya dongkol sekali perkara kesombongan sang bos. Karena dirasa sudah tidak perlu jaga imej ataupun bersikap sopan, Isla pun ikutan duduk dan bergabung untuk makan bersama River meskipun gadis itu belum ditawari.

Untungnya, River sama sekali tidak mengoceh dan malah menyerahkan sebagian makanannya para Isla. "Kok kamu bisa jadi Sekertaris saya padahal bukan lulusan S1, sih? Saya lupa bertanya soal hal itu, soalnya kamu kalau kerja suka lelet dan bikin emosi," ujar River yang tiba-tiba saja membuka percakapan soal pekerjaan. Random sekali, tapi, daripada canggung, Isla pun akan meladeninya.

Kalau boleh jujur, awalnya Islandia juga bingung karena dia melamar di perusahaan sebagai admin penjualan, lalu, tiba-tiba saja dia ditanya apakah Isla tahan banting dan kuat mental, yang tentu saja Isla jawab dengan percaya diri dengan kata "Ya". Lalu, tawaran jadi Sekertaris Pribadi CEO pun muncul seperti keajaiban di tengah kesulitan Isla yang terlibat hutang.

Luar biasa sekali. Kesempatan sekali seumur hidup. Maka, tanpa pikir panjang, gadis itu setuju dan berakhir agak sedikit menyesal. Sedikiiit saja, karena setiap awal bulan, dia pasti melupakan seluruh kegilaannya karena gaji yang muncul sangat gurih. "Kalau kata Kepala HRD, sih, saya dijadikan tumbal. Katanya Bapak hobi gonta-ganti sekertaris, sebulan ada dua atau tiga kali. Jadi, kalau saya dipecat, saya bisa diturunkan jabatan jadi admin seperti posisi awal yang saya lamar. Eh, ternyata saya bertahan lama. Siapa yang menyangka? Mau tau nggak, saya dijuluki apa sama Kepala HRD?"

Sengaja Islandia menggantungkan pertanyaannya, supaya River penasaran. Dan pria itu pun menghentikan suapannya untuk mendengar jawaban dari gadis berambut panjang di hadapannya.

"Apa?"

Tanpa ragu sedikit pun, Isla menjawab, "Penakluk Banteng." Lalu, gadis itu tertawa dengan sangat puas. Sementara River yang cemberut malah balas dendam dengan mencaplok bibir Islandia dan melumatnya, sampai sang sekertaris tidak mampu mengeluarkan kata.

"Apaan, sih, Pak? Saya nggak minta dicium, ya!" seru Islandia sambil mengelap bibirnya begitu pagutan dari sang bos sudah lepas.

"Kamu banyak tertawa karena hal tidak masuk akal. Saya bingung bagaimana cara menghentikannya, makanya saya langsung bungkam saja dengan bibir saya," sahut River dengan enteng dan pria itu pun kembali melanjutkan makannya seperti tidak baru saja mencium sang sekertaris dengan liar.

Sialnya, Isla tidak bisa berbuat apa-apa karena terkejut dengan rasa ciuman yang ternyata enak juga. Kemarin-kemarin, dia sedang tidak sadar dan tidak tahu rasanya melakukan kegiatan nakal apa pun itu. Jadi, untuk kali ini, dia akan melepaskan River, tapi, kalau lain kali, Isla akan pastikan kakinya melayang tepat ke benda di area vital sang bos.

Dan begitu sesi makan subuh disertai ejekan-ejekan Isla soal banteng itu selesai, dengan berani gadis tersebut langsung mengusir River. Sayangnya, pria itu beralasan kalau supir yang menjemputnya belum bangun jam segitu, sehingga dia tidak mau pergi dengan luntang-lantung. Jadilah Islandia mengizinkan River kembali menumpang di rumahnya untuk sementara.

Yang menyebalkan adalah, River menempel sekali dengan Isla. Tadinya Islandia akan melanjutkan tidur di kamar Ivy, namun River mengintilinya terus-menerus, sehingga gadis itu terpaksa tidur bersama di kamarnya. Dengan catatan, hanya tidur biasa saja dan River pun setuju.

Untungnya, begitu Islandia terbangun di jam sebelas siang, River sudah pergi dari rumah itu.

***

"Ck. Coba kamu baca lagi, itu 'kan namanya typo! Masa kontrak sepenting ini bisa muncul kesalahan ketik. Kamu kerja sambil tidur atau gimana?" omelan River pun mendominasi Senin pagi yang sangat dibenci semua orang.

Namun, karena kali ini Islandia yang salah, makanya gadis itu legowo saat dimarahi. "Maaf, Pak. Saya bakal edit setelah keluar dari ruangan ini, lalu mencetaknya ulang dan mengantarnya lagi ke sini," ujar Islandia.

Tidak ada jejak-jejak seakan mereka kemarin menghabiskan subuh yang penuh adegan canda dan obrolan santai. River sudah kembali ke dalam mode bos galak yang normal. Bedanya, tadi pagi pria itu sempat merengkuh pinggang Isla sebentar dengan alasan butuh energi di pagi hari. Mana Isla tidak menolak karena suasana kantor sedang dingin.

Tapi, sisanya? River tetaplah River yang berdedikasi pada perusahaan. Kesalahan apa pun, sulit pria itu tolelir. Untung saja Islandia berhati besar dan berorientasi pada uang, kalau tidak, gadis itu pasti sudah sakit hati dan kabur dari perusahaan.

"Bos kampret, emang. Tadi sebelum jam masuk, aja, minta sayang-sayangan. Giliran salah sedikit, marahinnya bikin sakit telinga," celoteh Islandia sambil memperbaiki kesalahan yang sudah dibuatnya.

Begitu selesai, gadis itu mencetak berkas tersebut dan siap untuk memberikannya kepada sang bos besar. Sayang, niat baik itu tertunda karena Eloise tiba-tiba saja muncul di lantai kerjanya dan mulai berteriak nyaring.

Haduh, lagi-lagi pihak keamanan kecolongan. Padahal wanita itu sudah dilarang naik dan di-blacklist oleh River. "Waktu itu kamu nggak tidur sama Anderei?!" raung Eloise dengan penuh emosi.

Islandia langsung mengernyit bingung karena tiba-tiba saja Eloise membawa-bawa Anderei, rekan sekaligus sahabat River yang kemarin bicara dengannya di pesta. "Maksudnya tidur gimana, ya?" tanya gadis itu balik. Pikirannya blank dan tidak bisa mencerna amukan Eloise yang selalu di luar nalar itu.

"Nggak usah pura-pura polos! Obat perangsang yang aku kasih buat kamu sama Anderei, kamu jadi tidur sama dia, kan? Tapi kenapa pria itu nggak ngaku?"

Oh? Baru saat itu Islandia paham. Maka, gadis itu pun langsung meringis dan jawaban itu diterima Eloise dengan buruk.

Secara kejam, wanita berambut merah seperti api itu maju dan menjambak Islandia dengan sangat bar-bar. "Sialan! Jangan bilang kamu malah tidur dengan River?! Dasar gadis murahan tidak tahu diri!"

Padahal yang memberikan obatnya adalah Eloise, mana boleh wanita gila itu memanggil Isla gila. Islandia 'kan tidak tahu apa-apa! Dia adalah korban!

"Harusnya sejak awal aku singkirkan kamu. Berani-beraninya orang rendahan ini tidur sama bos besar!" pekik Eloise yang jambakannya semakin keras.

Malang memang, Islandia dibayar untuk tidak melawan setiap perlakuan buruk orang-orang kelas atas seperti Eloise. Jadi, gadis itu hanya bisa meringis sambil mengikuti alur gerak jambakan itu, supaya kepalanya tidak terlalu sakit.

"Ini ada apa sebenarnya?! Kenapa malah ribut di sini?"

Sebuah suara menggelegar dari sisi lift, di mana seorang wanita yang terlihat sangat berwibawa baru saja keluar. Nyonya besar. Ibu kandung River Angelo, tengah berdiri sambil menatap adegan receh itu.

"Tante! Perempuan murahan ini berani-beraninya tidur sama River!" adu Eloise sambil merengek.

Dan ekspresi ibu River adalah melotot tak percaya. "Anak saya sudah tidak perjaka?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status