เข้าสู่ระบบ"Sedang apa kamu di sini?" Tanya seseorang yang menepuk pundak Agnia spontan.
Menoleh, Agnia yang sedang merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya pun, refleks berdiri dengan pandangan yang mulai kabur dan nyaris limbung. "Ish! Kok, panas, sih. Gerah banget ini. Punya kipas, gak?" Terlihat, Agnia mulai bereaksi tak biasa. Secara impulsif, pria di hadapannya bergerak menyentuh lengan Agnia untuk menopang keseimbangan tubuhnya. Satu hal yang orang itu ketahui, perempuan di hadapannya ini diduga mengalami sebuah reaksi yang tak biasa pasca meminum sesuatu dari gelasnya. "Jadi, dia mabuk?" Si pria bergumam pelan. Pria itu lantas berdecak. Kemudian, sebelum Agnia benar-benar terlihat kacau dan mengundang penilaian negatif dari banyak orang yang melihatnya, sosok itu pun dengan cepat membawa Agnia pergi dari sana. Dari kejauhan, Beni yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya pun buru-buru bergegas menghampiri Agnia yang hendak dibawa pergi oleh seorang pria. "Loh, tunggu sebentar! Mau dibawa ke mana teman saya?" Seru Beni mengejar. Mumpung belum banyak pengunjung lagi, ia lantas mempercepat langkahnya menyusul si pria. Menoleh dan menghentikan langkah, pria tersebut pun menatap Beni dengan dahi berkerut. "Kamu siapa?" "Gue Beni, dan cewek itu temen gue. Mau lo bawa ke mana dia?" Lontar Beni menginterogasi. Menaikkan sebelah alisnya heran, pria bernama Irgi itu pun menjawab, "Kebetulan saya juga mengenal perempuan ini. Dan saya akan mengantarnya pulang." "Brengsek!" Beni mendesis. Padahal, dia sendiri sudah yakin dengan rencananya yang akan membuahkan hasil. Sementara itu, Irgi merasa janggal ketika mendengar lelaki muda di hadapannya tampak mengumpat. "Jadi, kamu yang menyebabkan dia seperti ini?" Terkesiap, Beni yang dituding terang-terangan pun seketika saja menggeleng panik. "Ja-jangan asal nuduh! Mana ada gue nyampurin sesuatu ke dalam minumannya. Gue cuma jadi pendengar setia pas tadi dia lagi curhat doang, kok," kilah si lelaki gugup. Akan tetapi, cukup berhasil membuat Irgi mendengkus puas, karena ternyata semudah itu ia menjebak lelaki di hadapannya. "Padahal, saya tidak sebut kamu mencampurkan sesuatu ke dalam minuman gadis ini." Terbelalak, Beni merasa syok karena masuk perangkap. "Siap-siap saja! Perbuatanmu akan segera saya laporkan pada pemilik bar ini," tukas Irgi tegas. Setelahnya, ia lanjut melengos bersama Agnia yang untungnya tidak banyak berulah selama Irgi berinteraksi dengan lelaki muda tadi. *** Celaka! Cara berjalan Agnia sudah sangat sempoyongan. Ditambah lagi tangannya pun tidak bisa diam di sepanjang jalan Irgi membawanya ke arah mobil. Kancing bajunya saja bahkan sudah terlepas sebagian dan menunjukkan belahan dada yang menyembul dari balik bra merah menyala yang amat kontras dengan kulit putih bersihnya. "Lo mau bawa gue ke mana, ish! Ini gerah banget, gue perlu kipas dan aw …! Sshh …! Di sini gatel banget," racau gadis itu sambil sesekali memegangi bagian bawahnya yang terasa geli tak tertahan. Irgi hanya perlu terus berjalan menggiring gadis itu ke mobilnya. Mulutnya terkatup rapat, walau Agnia terus merengek ingin melepas pakaiannya karena kepanasan. "Ini kenapa panas banget, sih? Lubang neraka bocor ya?" Setengah sadar, Agnia yang masih dipapah Irgi pun sesekali menekankan tubuhnya pada Irgi. Membuat Irgi menggeram tertahan, seiring dengan Agnia yang kembali merengek. "Gue gak kuat lagi …! Ahhh …! Ini udah panas banget dan gatel …." desahnya tak terkontrol. Bahkan, kini tangannya berhasil mempreteli semua kancing kemejanya hingga terlepas, dan hampir melorot andai sang pria tak keburu meraih pinggang Agnia agar merapat ke arahnya. "Shut up!" Desis pria itu tegas. Beruntung keadaan parkiran masih terbilang sepi. Untuk sesaat pula, cukup berhasil membuat Agnia diam dan menatap si pria dengan sorot berkabutnya. "Saya gak tahu harus bawa kamu ke mana. Jadi, tolong sebutkan alamat rumahmu agar saya bisa antar kamu pulang sekarang juga!" Cetus pria itu kemudian. Namun, alih-alih memberi jawab. Agnia justru malah memeluk pinggang Irgi dengan eratnya. "Gatel banget ahhh ...." gumam Agnia sambil menggigit bibir bawahnya. Mendengar itu, Irgi memejamkan matanya sebentar sebelum akhirnya berinisiatif untuk menggendong tubuh si perempuan saja guna lanjut membawanya ke arah mobil yang ia parkir di ujung sana. Tanpa disangka, Agnia malah mengendus cerukan leher sang pria yang refleks menegang di sela ayunan kakinya. "Emh, wangi banget. Tapi tetep aja panas. Geli banget ahh," racaunya lagi dengan mata terpejam. Meski sekilas bibirnya yang lembut menyentuh kulit leher Irgi, tapi rupanya hal itu mampu membangkitkan libidonya yang selama ini kurang tersalurkan. Membuat sang pria menelan ludahnya susah payah, tetapi masih mampu menahan diri untuk tidak terpancing melakukan sesuatu pada perempuan dalam gendongannya. *** Di perjalanan menuju entah ke mana, konsentrasi Irgi mulai pecah. Sesekali, dia harus bantu mencegah Agnia yang selalu ingin membuka kancing celananya sambil berusaha memasukkan jarinya sendiri ke dalam sana. "Aduh, gatel banget di sini!" Pekik Agnia bergerak gelisah. Membuat Irgi sibuk menggeram, di tengah kebingungannya yang entah harus melajukan kemudinya ke alamat mana. "Harus saya bawa ke mana dulu kamu sekarang?" Irgi mendesis kasar. Mengingat ia tidak melihat Agnia membawa tas, atau sesuatu yang bisa dijadikan patokan dirinya untuk mencari tahu informasi alamat rumahnya. Maka, tentu saja Irgi buntu. Ditambah lagi, malam yang kian larut, mengharuskan pria ini benar-benar memutar otak agar bisa mengamankan si perempuan yang kemungkinan besar ada dalam pengaruh obat perangsang. "Kalau begitu, kamu saya bawa ke hotel saja dulu. Sisanya, lihat nanti saja..." bisiknya letih. Kemudian, ia benar-benar mengarahkan kemudinya ke arah dimana hotel terdekat akan ia lewati. Sampai setibanya mobil itu di area parkir hotel, sang pria pun buru-buru melepas sabuk pengaman yang membelenggu tubuh. Sebelum membawa Agnia turun dari mobil, pria itu juga berniat membenahi dulu kemeja Agnia yang sudah tertanggal sepanjang di perjalanan tadi. "Ahhh, gue gak kuat. Ini gatel, pengen dimasukin aja emmhhh ...." Dia meracau lagi. Menyebabkan pergerakan si pria tertahan, karena tak sengaja ia melihat tali bra yang sudah ikut melorot dari posisinya. "Shit!" Irgi mengumpat. Matanya tak bisa lepas dari gundukan kenyal yang mengintip dari balik bra merah itu. Bagaimanapun, dia seorang pria normal bukan? "Astaga, gatel banget. Geli emh ... kalo dimasukin pasti enak," lontar Agnia berandai-andai. Menggelinjangkan lagi tubuhnya, di tengah Irgi yang sejak awal sudah berniat menaikkan kemejanya. Sampai pada saat Irgi mencoba menarik naik kemeja yang sudah melorot sampai ke pinggang. Tanpa diduga, ia justru malah disergap oleh Agnia yang menarik tengkuknya sekaligus melumat bibirnya dengan penuh nafsu. Menyebabkan tubuh sang pria menegang, disusul oleh adanya sesuatu yang mengeras dari balik celana hitam yang dipakainya sekarang."P-Pak Irgi?" Lontar Agnia tersendat. Merasa sangat kaget karena entah dari mana dosennya ini bisa tahu nomor ponselnya. "Kamu sedang sibuk?" Tanya Irgi kemudian.Agnia gelagapan. Belum tuntas rasa kagetnya, dia justru malah harus diterpa kebingungan dengan pertanyaan dosennya sekarang. Membuat Agnia memutar otak, hingga ia merasa harus bertanya lagi."Me-memangnya ada apa ya, Pak? Dan ... da-dari siapa Bapak tau nomor saya," tukas Agnia tergagap. Bahkan, jantungnya pun ikut bertalu saking terkejutnya ia ditelepon sang dosen. "Sore ini bisa bertemu?" Agnia mendesis. Alih-alih menjawab pertanyaan, dosennya ini malah seenak jidat terus bertanya. Menyebabkan emosi Agnia terpacu, di tengah usahanya menahan diri agar tidak keceplosan berkata kasar pada dosennya ini."Di-dimana, Pak?" Kali ini, Agnia menyerah. Biar saja nanti Agnia tanyakan lagi ketika mereka bertemu."Saya kirim lokasinya," ujar Irgi datar. Dalam sekejap, membuat Agnia menelan ludahnya kesat karena seolah baru sadar ba
Bukannya segera bersiap, Irgi malah merebahkan tubuhnya di atas ranjang di dalam kamar. Padahal, sebelumnya ia ditelepon oleh asisten rektor yang menginfokan bahwa dirinya diminta untuk hadir dalam rapat bulanan para dosen dan staf kampus. Namun, setelah melepas kemejanya dan melemparnya ke dalam ranjang cucian, ia malah berbaring termenung dengan menjadikan satu lengannya sebagai bantal kepala. "Emh ... ahh, enak banget." Tanpa sadar, Irgi membayangkan wajah agresif Agnia saat sedang mendesah keenakan. Perlahan, kejadian tadi malam pun kembali Irgi tarik hingga berkelebatan jelas di benaknya."Ya ... ahh di situ, nikmat sekali." Racauan Agnia ketika sedang melakukan penyatuan semalam, rupanya benar-benar mengganggu kedamaian pikirannya. Menyebabkan Irgi mendesis kesal, karena untuk kedua kalinya, Irgi merasa libidonya naik ke permukaan."Sial! Apa yang sebenarnya terjadi padaku," bisiknya mendecak. Kemudian, ia lekas menarik diri dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri
Agnia menahan diri untuk tidak berlaku kasar pada lelaki di hadapannya. Paling tidak, sampai neneknya undur diri untuk memberi waktu pada cucunya berduaan dengan si lelaki. Walau sebenarnya Agnia merasa tak sudi jika harus berinteraksi lagi dengan Theo, tapi sepertinya ini adalah satu-satunya kesempatan yang Agnia punya sebelum mungkin nanti Agnia akan benar-benar memblokade lelaki itu agar tak lagi masuk ke hidupnya."Ya sudah, kalian kalau mau ngobrol silahkan. Kebetulan nenek mau ke warung dulu buat beli sayuran. Kalau ada yang harus diselesaikan ... selesaikan dengan cara baik-baik. Kalian, kan, sudah sama-sama dewasa juga," tukas Desi memberi nasehat. Walau tidak tahu pasti permasalahan yang menimpa kedua sejoli itu, tapi neneknya ini cukup peka bahwa sang cucu diduga sedang berselisih paham dengan pacarnya itu.Theo mengangguk kikuk. Sempat menyahut sedikit, agak berbasa-basi. Lain hal dengan Agnia, sejak diajak masuk ke dalam oleh neneknya, ia memilih untuk diam di tengah per
Setelah menyelesaikan urusan sarapannya di kafe yang tadi mereka kunjungi, akhirnya Irgi memutuskan untuk mengantarkan Agnia pulang sebelum aktivitas hariannya kembali dimulai.Selama di perjalanan, keduanya memilih diam. Lebih tepatnya, Irgi seolah membatasi Agnia untuk banyak bicara apalagi jika harus membahas soal permintaan Agnia sebelumnya. Setidaknya, sampai Irgi siap kembali membuka topik pembicaraan tersebut."Bapak turunin saya di depan aja," celetuk si wanita memecah sunyi. Sejenak, Irgi menaikkan sebelah alisnya di tengah ia yang melirik ke sumber suara. "Kenapa?" Tanyanya datar.Mendecak pelan, Agnia yang balas melirik pun menjawab, "Ya gak kenapa-kenapa, Pak! Saya cuma gak mau aja kalo sampe nenek saya liat saya diantar sama bapak.""Alasannya?" Irgi menoleh singkat.Sedikit membuat Agnia jengkel, tapi tetap saja ia harus memberi jawaban. "Nenek saya galak," ujarnya bohong. Padahal, Agnia hanya tidak mau jika sampai neneknya banyak bertanya mengenai siapa dan kenapa Agn
PLAK.Satu tamparan telak telah mendarat sempurna di pipi Beni. Agnia menatap marah seakan ingin menelannya hidup-hidup. "Kenapa lo lakuin itu ke gue, Ben?" Beni menunduk. Disaksikan oleh Irgi yang anteng melipat kedua tangannya di dada."JAWAB, BENI!" raung Agnia kesal. Lelaki itu tampak ragu bahkan untuk sekadar menaikkan pandangan. Akan tetapi, Agnia terus mendesak hingga akhirnya Beni terpaksa buka suara."Maafin gue, Nia. Gue khilaf," gumam Beni setia menunduk. Namun, sepertinya Agnia tidak cukup puas dengan jawaban yang Beni layangkan."Saya sudah melaporkan perbuatanmu pada pemilik bar di mana kamu bekerja."Mendengar itu, Agnia yang berniat untuk meluapkan lagi kekesalannya pada Beni pun turut menoleh ke sumber suara."Karena itu merupakan tindakan kejahatan, saya juga akan melaporkan temanmu ini pada pihak berwajib. Itupun, jika kamu mau …." ucap Irgi memberi akses. Tentu saja, hal itu membuat Beni ketakutan hingga tanpa diduga, ia sigap bersimpuh di kaki Agnia. "Jangan
"Jujur aja! Tadi malem bapak apain saya? Kok, bisa-bisanya saya jadi satu ranjang sama bapak dalam keadaan telanjang bulat gini," tukas Agnia resah. Dalam keadaan tubuh dibalut selimut hotel, ia mencoba mengorek informasi dari pria yang saat ini sedang duduk bersandar ke kepala ranjang. Melirik, Irgi yang merasa masih sedikit ngantuk dengan keadaan rambut berantakan lantas menjawab, " Kamu tanya sama saya?"Membulatkan mata, Agnia yang kepalang panik pun lalu kembali terpancing untuk melayangkan sahutan. "Maksud bapak apa? Ya, iyalah! Kalau bukan tanya sama Bapak, terus saya harus tanya sama tembok? Bapak ini ngigau, ya?"Mendengkus, Irgi membalas, "Kamu yang ngigau. Saya cuma ikutin kemauan kamu saja."Lagi, mata Agnia terbelalak seiring dengan mulutnya juga yang ikut ternganga. "Ikutin kemauan saya? Maksud bapak apa?" Irgi mendecak. "Tadi malam, kamu sendiri yang minta saya masukin kamu. Kamu memaksa saya, akhirnya saya melakukan apa yang kamu minta."Mendengar itu, Agnia terper







