Home / Romansa / Skandal sang Nyonya Muda / BAB 3 - JANGAN PERCAYA SIAPAPUN, KECUALI AKU.

Share

BAB 3 - JANGAN PERCAYA SIAPAPUN, KECUALI AKU.

Author: UMMA LAILA
last update Last Updated: 2025-02-16 00:10:50

Nayara menatap pria di hadapannya dengan kecurigaan yang tak disembunyikan. Sorot matanya tajam, tak gentar, meskipun jantungnya berdetak tak karuan.

“Kau tahu namaku, tapi kau tak mau menyebutkan siapa dirimu?” desis Nayara sambil berdiri dari ranjang, mencoba menjaga keseimbangan meski kepalanya masih terasa berat.

Pria itu tetap berdiri tenang, menyilangkan tangan di depan dada. “Namaku tidak penting malam ini.”

“Lucu,” Nayara mencibir. “Kau menyeret ku ke kamar hotel mewah, menyelamatkanku katanya, lalu bicara seperti tokoh utama dalam film mata-mata?”

“Aku tidak menyeret mu. Aku menyelamatkanmu,” ulangnya, matanya tak lepas dari wajah Nayara. “Dan aku tidak suka drama. Tapi kamu sudah terlalu dalam.”

Nayara berjalan mendekat, jarak mereka kini hanya beberapa langkah. “Terlalu dalam ke mana?”

“Ke lubang yang dikira kau kendalikan. Tapi sebenarnya… bukan milikmu.”

Ia menyesap kopi di tangannya, tenang seolah tak baru saja menyampaikan ancaman terselubung. Nayara mengepalkan tangan. Ia benci pria yang berbicara dalam teka-teki. Terlebih lagi, pria ini berbicara seolah mengenalnya. Seolah tahu rencananya. Seolah tahu bahwa Nayara bukan lagi perempuan bodoh yang membiarkan dirinya diinjak.

“Kau dekat dengan Bagas?” Nayara mencoba menggali.

“Cukup dekat untuk tahu bahwa dia tak mudah dijatuhkan dengan permainan topeng dan godaan.”

Nayara menahan amarahnya. Tapi pria ini belum selesai.

“Dan cukup tahu bahwa suamimu—Raka—bukan satu-satunya pengkhianat dalam permainan ini.”

“Berhenti bicara seperti kau tahu segalanya!” bentak Nayara.

Untuk sesaat, keheningan menyelimuti ruangan. Pria itu menurunkan kopinya, lalu perlahan berjalan mendekat. Sorot matanya dalam, tajam, dan dingin.

“Aku tahu siapa kamu, Nayara. Dan aku tahu siapa yang ingin menjatuhkan mu.”

“Kalau begitu kenapa tidak langsung bilang siapa kamu?!” Nayara melangkah maju, menantangnya.

Pria itu tersenyum kecil. Bukan senyum menyenangkan—tapi senyum dari seseorang yang tahu bahwa dia selalu satu langkah lebih maju.

“Karena jika aku menyebutkan namaku sekarang… kau mungkin akan membenciku sebelum sempat memintaku untuk membantumu.”

Nayara terdiam.

Pria itu mendekatkan wajahnya ke telinga Nayara dan berbisik, “Ingat nama ini… Reinhardt Aldebaran. Tapi jangan sebut di tempat yang salah.”

Seketika tubuh Nayara menegang. Nama itu… nama yang hanya muncul dalam obrolan keluarga papan atas. Pewaris Aldebaran Corp. Pria yang tak pernah terlihat di publik. Hantu dalam dunia bisnis, tapi tangan kekuasaannya terasa di mana-mana.

Nayara menatapnya dengan campuran keterkejutan dan ketakutan.

“Kau…”

“Ya,” potongnya. “Pria yang menghabiskan malam ini untuk menyelamatkan wanita yang ingin membakar dunia.”

Reinhardt melangkah mundur, lalu menatap Nayara dalam-dalam.

“Aku tak akan menghalangi rencanamu, Nayara. Tapi aku bisa membantumu… jika kau berhenti berpura-pura bahwa ini hanya tentang Raka dan perselingkuhannya.”

“Kalau bukan itu… ini tentang apa?”

Ia berjalan menuju pintu. Sebelum melangkah keluar, ia menoleh dengan tatapan tajam.

“Ini tentang siapa yang akan duduk di singgasana terakhir… saat seluruh kerajaan mereka runtuh.”

Pintu menutup. Dan Nayara berdiri sendiri, terengah dalam keheningan.

Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa langkah balas dendamnya… telah memicu sesuatu yang jauh lebih besar.

Dan mungkin, ia tak bisa lagi mundur.

Nayara menatap pria itu lekat-lekat. Suara detik jam terdengar begitu keras di antara sunyi yang menggantung. Ia menarik napas dalam, mencoba menahan amarah yang menggelegak.

“Jadi... apa maumu sebenarnya?” tanyanya datar, namun matanya menyorot tajam.

Rei hanya tersenyum. Bibirnya melengkung lambat, seperti menikmati kekacauan di kepala Nayara.

“Apa?” Nayara mengulang, nadanya naik satu oktaf. “Kau seret aku ke sini, bicara sepotong-sepotong, seolah kau tahu semuanya... lalu sekarang diam?”

Rei tertawa pelan. Tawa yang terdengar lebih seperti ejekan halus. “Kau pintar, Nayara. Tapi kadang yang terlalu pintar justru mudah terjerat... oleh dirinya sendiri.”

Nayara mengepalkan tangan. “Kau menikmati ini, ya? Mempermainkan ku? Menyembunyikan informasi lalu bersikap misterius seperti karakter film noir?”

Rei meneguk kopinya. Santai. Seolah ia duduk di café biasa, bukan di tengah pusaran rahasia dan amarah.

“Aku hanya bilang apa yang perlu kau tahu untuk saat ini,” ujarnya akhirnya.

“Kurang ajar.” Nayara bangkit dari tempat tidur. Tubuhnya masih limbung, tapi kemarahannya jadi bahan bakar.

Rei tidak bergerak. Hanya mengawasinya. “Tenanglah. Aku tak mengikatmu. Pintu itu tak terkunci. Dan jika kau ingin tau lebih dalam, temui aku lagi.”

Nayara berjalan cepat menuju pintu suite. Tangannya meraih gagang pintu. Tapi ia tak membukanya. Tak langsung. Ia menoleh.

“Aku akan cari tahu siapa kau sebenarnya, Rei—kalau itu nama aslimu.”

"Untukmu, Nayara… pintu kantorku tak pernah terkunci. Datanglah kapan saja—dan kau akan tahu betapa seriusnya aku.”

Nayara melempar wajah terjudesnya yang justru terlihat imut dimata Reinhard.

Nayara pergi tanpa mengucapkan kata-kata lagi.

Rei tersenyum mengantar kepergian Nayara yang bahkan tak mengucapkan terima kasih sedikitpun kepadanya.

“Bagus, pertahankan sifat curigaan mu itu. Jangan percaya siapapun kecuali aku, Nayara.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB-176 PERASAAN YANG USAI (TAMAT)

    Suara gemericik air kolam ikan di taman samping rumah itu terdengar menenangkan, memantul lembut di antara dedaunan dan dinding marmer. Nayara duduk di bangku kayu dekat ayunan tua—ayunan yang dulu sering ia dorong dengan kaki mungilnya sambil tertawa memanggil ayahnya. Sekarang, ia duduk diam. Tangannya menggenggam wadah kecil berisi pakan ikan berwarna cerah. Ikan-ikan koi itu berenang berputar di air jernih, seolah menunggu kehadirannya. Sekali-sekali, ia tersenyum kecil melihat warna-warna itu bergerak. Damai. Hanya saja, di hatinya masih tersisa ruang kosong—kosong yang bahkan waktu belum sepenuhnya sembuhkan. Ia menghembuskan nafas pelan, lalu menaburkan pakan ke permukaan air. “Masih ingat caranya, rupanya,” suara dalam dan hangat itu terdengar dari belakang. Nayara tertegun. Tubuhnya kaku seketika. Ia menoleh perlahan. Seseorang berdiri di bawah pohon kamboja yang sedang berbunga. Bram Adinata. Ayahnya. Rambutnya sedikit beruban, tapi sorot matanya tet

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 175 — TAK ADA YANG TERSISA

    Langkahnya berat, tapi tak lagi disertai amarah—hanya penyesalan yang membatu di dada.Dulu ia berjalan dengan keyakinan, merasa bisa mengatur dunia, menaklukkan siapapun dengan kekuasaan dan kata-kata. Sekarang, setiap langkah terasa seperti hukuman.Raka menyalakan mobil tanpa tahu hendak ke mana.Suara mesin memecah keheningan, namun hanya sebentar. Radio di dashboard menyala, memutar lagu lawas yang dulu sering diputar Nayara di rumah mereka. Lagu yang dulu membuatnya tersenyum, kini terdengar seperti ejekan.Tangannya mencengkeram stir erat, urat di punggung tangannya menegang, wajahnya menunduk.“Semua ini... salahku,” gumamnya lirih.Mobil itu terus melaju, melewati lampu jalan yang redup, hingga akhirnya berhenti di depan gedung tinggi yang kini tampak asing—penthouse lama milik Selina.Tempat itu dulu penuh cahaya.Wangi parfum mawar putih selalu menyambutnya di pintu. Suara tawa Selina menggema dari ruang tamu, lembut, hangat, menenangkan. Kini, hanya sunyi yang tinggal.Rak

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB-174 DUA EMOSI

    Raka menekan pedal mobilnya lebih dalam dari yang seharusnya. Mesin meraung, ban menderu di atas aspal basah—seolah ia berusaha mengusir semua amarah itu ke udara. Tangan kanan menggenggam roda kemudi sampai urat-uratnya mengeras; tangan kiri berkali-kali memukul setir, ritme pukulan seirama dengan kalimat-kalimat kasar yang menggelegar di kepalanya.“Kenapa kau melakukan ini, Nayara?!” geramnya dalam hati, suaranya nyaris pecah. “Kenapa kau berikan semuanya pada Reinhardt Aldebaran? Kenapa bukan padaku? Aku—aku bisa membeli saham itu! Aku akan menebusnya! Daripada menyerahkannya pada ular licik itu!”Hujan semalam masih menyisakan udara lembab. Lampu jalan memantul di kaca depan, membentuk garis-garis panjang yang terdistorsi oleh air. Sepanjang jalan, Raka membayangkan skenario demi skenario: bagaimana ia akan merebut kembali Mahendra Group, bagaimana ia akan menghancurkan rencana Reinhardt. Namun setiap rencana yang muncul di kepala selalu berakhir pada satu kata: terlambat.Ia tib

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 173 — TAKHTA YANG DIRAMPAS

    Pintu ruang CEO Mahendra Group terbuka keras.Raka melangkah masuk dengan wajah merah padam, nafasnya berat, dan urat di pelipisnya menonjol.“Sial!” umpatnya seraya melempar jas hitamnya ke kursi tamu.Tangannya mengepal, matanya menyapu ruangan yang dulu jadi simbol kejayaannya—ruangan yang dibangunnya sendiri, dengan setiap detailnya mencerminkan otoritas seorang pemimpin.Namun hari ini, aroma parfum asing bercampur dengan wangi kopi yang bukan racikannya.Dan di sana—duduk dengan santai di kursinya—Reinhardt Aldebaran.Di sisi lain meja, Bagas Mahendra tengah memeriksa beberapa berkas, tersenyum congkak.Sementara di dekat jendela, berdiri Yasmine Mahendra, dengan blus putih mahal dan tatapan dingin yang nyaris sinis.Raka tertegun sesaat. Kemudian suaranya membelah udara.“Apa yang kalian lakukan di sini?!”Bagas hanya menegakkan tubuhnya, memutar kursi, menatap Raka dengan senyum mengejek.“Tenanglah, Kak Raka. Kau tampak... tidak terbiasa dengan perubahan.”“Perubahan apa maks

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 172 — RAPAT DARAH DAN SAHAM

    Ruang rapat utama Mahendra Group di lantai dua puluh tiga dipenuhi cahaya putih dingin dari lampu gantung kristal. Dinding kaca memantulkan bayangan para direktur, wajah-wajah tegang yang menatap meja panjang dari marmer abu-abu. Di tengahnya, duduk Raka Mahendra — jasnya rapi, dasinya sempurna, tapi matanya menahan letih yang tidak bisa disembunyikan.Hari itu adalah rapat besar pemegang saham, rapat yang sudah tertunda tiga kali karena kisruh internal dan penarikan dana investor asing.Namun bagi Raka, rapat ini punya arti lain — kesempatan untuk melihat Nayara lagi.Sejak perceraian mereka disahkan dua bulan lalu, Nayara belum pernah muncul di publik. Tapi karena ia masih memegang saham besar di Mahendra Group, Raka yakin, cepat atau lambat, mereka akan kembali duduk di ruangan yang sama.Dan hari itu, ia datang dengan harapan yang aneh: sebuah pertemuan bisnis yang diam-diam ingin ia ubah menjadi pertemuan pribadi.Pukul sebelas tepat, pintu kayu tebal di ujung ruangan terbuka. Se

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 171 — SAHAM YANG DITUKAR CINTA

    Cahaya siang menembus kaca tinggi ruang kerja utama Aldebaran Corp, memantul di permukaan meja kerja berlapis kaca hitam dan menyebar ke seluruh ruangan yang nyaris tanpa suara. Aroma kopi pahit samar tercium di udara, bercampur wangi kayu dari furnitur bergaya minimalis — dingin, tertata, dan tanpa cela.Reinhardt Aldebaran duduk di kursinya, jas abu-abu gelapnya jatuh sempurna di bahu, dan jari-jarinya yang panjang memainkan pena perak dengan ritme lambat. Di hadapannya, Nayara Adinata — perempuan yang selama ini disebut-sebut sebagai satu-satunya orang yang bisa membuat Aldebaran menunggu.Ia datang dengan setelan blazer putih gading, sederhana tapi memancarkan kekuasaan. Tatapannya dingin, namun tenang; wajahnya memantulkan cahaya matahari seperti porselen yang rapuh tapi tak bisa disentuh.Di antara mereka terbentang map tebal berlogo Mahendra Group — berkas peralihan saham terakhir yang menjadi inti dari kesepakatan mereka.“Semua sudah sesuai dengan yang kau minta,” ucap Nayara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status