Home / Romansa / Skandal sang Nyonya Muda / BAB 4 - Fitnah, Amarah, dan Sebuah Kartu Nama

Share

BAB 4 - Fitnah, Amarah, dan Sebuah Kartu Nama

Author: UMMA LAILA
last update Last Updated: 2025-04-16 22:23:04

Nayara membuka pintu rumah dengan langkah lelah. Ruang tamu tampak sepi, tapi sesosok tubuh sudah menunggunya di sana.

Raka berdiri tegak di dekat sofa, matanya tajam memandang Nayara saat dia masuk. “Kau ke mana saja?” suaranya dingin, langsung mengarah ke topik utama. “Kau selingkuh, ya?”

Nayara terkejut. “Apa?” suaranya serak, hampir tak percaya. “Selingkuh? Justru kau yang selingkuh, Raka!”

Raka tertawa sinis, matanya mengejek. “Aku tahu semuanya, Nayara. Kau tidur dengan pria asing di hotel Avalon semalam. Lihat saja penampilanmu sekarang, seperti wanita panggilan yang melayani pelanggan.” Ia melangkah maju, matanya tetap menyorot Nayara penuh kebencian. “Kau pikir aku bodoh?”

Jantung Nayara berdetak kencang. Dia menatap Raka bingung, tubuhnya kaku. Dia tak menyangka Raka tahu dirinya semalam di hotel Avalon, padahal yang mengetahui kalau dirinya ke sana hanya Mayunda dan Bagas.

Raka tertawa puas melihat kebingungannya. “Tentu aku tahu. Berita kau tidur dengan lelaki asing bakal keluar di media besar besok. Wanita elegan, Nayara Adinata, tertangkap basah selingkuh dengan pria tak dikenal. Semua bakal tercetak jelas. Bisa jadi, ini bakal jadi skandal besar, yang selama ini kau tunggu-tunggu.”

Wajah Nayara memucat. Apa yang baru saja dikatakan Raka membuatnya teringat pada kata-kata Reinhardt. Mayunda dan Raka… mereka bersekongkol!

“Dasar pelacur!” Raka berucap tepat di depan wajah Nayara, langsung membuat Nayara tersulut emosi.

Tanpa pikir panjang, Nayara menampar wajah Raka dengan keras. “Bajingan!” suaranya bergetar, penuh amarah.

Raka tersentak, tapi lalu tertawa lebih keras lagi. “Kau memang murahan, Nayara.”

Nayara berdiri tegak, menatap Raka dengan tatapan tajam penuh kebencian. "Kau pikir aku murahan, Raka?" katanya, suaranya penuh amarah. "Kalau kau mau sebut aku pelacur, aku pikir kau tak jauh beda. Selena itu yang murahan. Merebut suami orang, itu baru namanya pelacur sejati."

Wajah Raka berubah merah, amarahnya terlihat jelas. Ia melangkah maju, tangannya mengepal, seolah siap melayangkan tamparan ke wajah Nayara. Namun, ia berhenti sejenak. Raka menatap Nayara dengan cemas, berpikir sejenak. Jika wajah Nayara terluka, hubungan kerja sama dengan Adinata Corp, perusahaan keluarga Nayara, bisa hancur. Itu bisa merusak segalanya.

Nayara melihat kebingungannya, lalu tersenyum sinis. "Kenapa? Tak jadi memukul? Pukul saja kalau berani!"

Raka menatapnya dengan penuh kebencian. Dengan satu gerakan cepat, tangannya yang semula siap menampar kini hanya mengepalkan diri. "Percuma bicara dengan kau, Nayara," katanya dengan suara penuh kekesalan. "Tunggu saja headline perzinahanmu di hotel Avalon. Semua orang bakal tahu siapa kau sebenarnya."

Tanpa menunggu jawaban, Raka berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Nayara begitu saja, menyisakan udara penuh ketegangan di ruang tamu itu.

Nayara melangkah ke kamar tidurnya. Sudah sebulan ini, dia dan Raka pisah kamar. Raka selalu bilang dia terlalu lelah dengan urusan perusahaan dan butuh istirahat tanpa gangguan. Nayara tertawa pahit, menyadari betapa bodohnya dia mempercayai alasan itu.

Dia duduk di tepi ranjang, membuka tas dan mengeluarkan ponselnya. Harapannya, Mayunda akan menghubunginya, sekadar bertanya kabar. Namun, tak ada pesan masuk. Hening. Nayara menatap layar, kosong.

Nayara mencoba menelpon Mayunda, namun panggilannya tak diangkat. Dengan kesal, ia mengumpat pelan, “Dasar Mayunda…” sambil meremas ponselnya.

Pandangan Nayara beralih ke kartu nama pemberian Reinhardt. Ia menatapnya sejenak, lalu dengan ragu, ia mengambil kartu itu dan menekan nomor yang tertera.

Setelah beberapa nada dering, suara Reinhardt terdengar di ujung telepon. “Ya?”

“Selamat siang, ini Nayara. Maaf mengganggu waktumu. Aku ingin mengatur pertemuan siang ini, sekitar pukul dua. Apa kau bersedia?” kata Nayara dengan nada sopan dan formal.

Reinhardt terdiam sejenak sebelum menjawab, “Tentu, aku setuju. Sampai bertemu nanti. Apa perlu kita kembali bertemu di hotel Avalon?” Di sini Rei menggoda Nayara.

Nayara menjawab dengan tenang, “Aku ingin bertemu di kantormu, jika itu tidak mengganggu.”

Reinhardt menyetujui dengan cepat, “Baik. Aku tunggu di kantor. Sampai nanti, Nayara.”

Dengan itu, percakapan pun selesai, dan Nayara merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Wanita itu benar-benar lelah.

---

Jam setengah dua siang, Nayara sudah tampil rapi. Berbeda jauh dari semalam. Kini ia mengenakan kemeja putih elegan, celana hitam pas badan, dan kacamata hitam yang menutupi separuh wajahnya.

“Mau pergi, Bu?” tanya sopir rumahnya saat melihat Nayara keluar.

Nayara diam sejenak, lalu menjawab dingin. “Aku ke kafe sebentar, pusing. Jangan ganggu.”

“Baik, Bu.” Sopir itu mengangguk, tak berani membantah.

Nayara tahu, bisa saja si sopir mengadu ke Raka. Karena itu, nada bicaranya dibuat datar dan tegas. Tanpa banyak kata, Nayara berjalan menuju mobil pribadinya dan menyetir sendiri keluar dari rumah.

Di lampu merah, Nayara menghentikan mobilnya. Pandangannya tanpa sengaja tertuju ke sebuah kafe di sisi kanan jalan.

Pelan-pelan, Nayara menurunkan kaca mobil. Matanya langsung menangkap dua sosok yang sangat dikenalnya. Mayunda dan Selena.

Mereka duduk di dekat jendela kafe yang lebar, tertawa lepas, tanpa sedikit pun sisa permusuhan seperti yang selama ini mereka perlihatkan di depannya.

Nayara mencengkeram stir mobil kuat-kuat. Rahangnya mengeras.

Lampu lalu lintas berubah hijau. Nayara menutup kaca mobilnya kembali, lalu menginjak pedal gas, melajukan mobil menuju kantor Rei tanpa menoleh ke belakang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 5 - PERTEMUAN EMPAT MATA

    Kantor Reinhardt terletak di lantai atas sebuah gedung perkantoran mewah di pusat kota. Bangunan kaca berarsitektur modern itu memantulkan cahaya matahari siang, membuatnya tampak berkilau megah. Nayara memarkir mobilnya di basement dan berjalan menuju lift dengan langkah tenang, meski di balik kacamata hitam itu, matanya menyimpan bara amarah yang belum padam. Begitu sampai di lantai lima belas, Nayara disambut oleh seorang resepsionis wanita muda yang langsung berdiri sopan. “Selamat siang, Ibu Nayara. Silakan masuk, Tuan Reinhardt sudah menunggu Anda di dalam,” ucapnya ramah. Tanpa banyak bicara, Nayara melangkah menuju pintu ruang kerja Reinhardt. Ia mengetuk pelan, lalu membukanya. Di dalam, pria itu tengah duduk santai di balik meja kerja besar berbahan kayu mahoni. Jas hitamnya tergantung di kursi, menyisakan kemeja putih yang bagian atasnya sedikit terbuka. Matanya menatap Nayara dengan senyum tipis. “Nayara Adinata,” sapa Reinhardt, suaranya berat namun tenang. “Senang

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 4 - Fitnah, Amarah, dan Sebuah Kartu Nama

    Nayara membuka pintu rumah dengan langkah lelah. Ruang tamu tampak sepi, tapi sesosok tubuh sudah menunggunya di sana. Raka berdiri tegak di dekat sofa, matanya tajam memandang Nayara saat dia masuk. “Kau ke mana saja?” suaranya dingin, langsung mengarah ke topik utama. “Kau selingkuh, ya?” Nayara terkejut. “Apa?” suaranya serak, hampir tak percaya. “Selingkuh? Justru kau yang selingkuh, Raka!” Raka tertawa sinis, matanya mengejek. “Aku tahu semuanya, Nayara. Kau tidur dengan pria asing di hotel Avalon semalam. Lihat saja penampilanmu sekarang, seperti wanita panggilan yang melayani pelanggan.” Ia melangkah maju, matanya tetap menyorot Nayara penuh kebencian. “Kau pikir aku bodoh?” Jantung Nayara berdetak kencang. Dia menatap Raka bingung, tubuhnya kaku. Dia tak menyangka Raka tahu dirinya semalam di hotel Avalon, padahal yang mengetahui kalau dirinya ke sana hanya Mayunda dan Bagas. Raka tertawa puas melihat kebingungannya. “Tentu aku tahu. Berita kau tidur dengan lelaki asing ba

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 3 - JANGAN PERCAYA SIAPAPUN, KECUALI AKU.

    Nayara menatap pria di hadapannya dengan kecurigaan yang tak disembunyikan. Sorot matanya tajam, tak gentar, meskipun jantungnya berdetak tak karuan. “Kau tahu namaku, tapi kau tak mau menyebutkan siapa dirimu?” desis Nayara sambil berdiri dari ranjang, mencoba menjaga keseimbangan meski kepalanya masih terasa berat. Pria itu tetap berdiri tenang, menyilangkan tangan di depan dada. “Namaku tidak penting malam ini.” “Lucu,” Nayara mencibir. “Kau menyeret ku ke kamar hotel mewah, menyelamatkanku katanya, lalu bicara seperti tokoh utama dalam film mata-mata?” “Aku tidak menyeret mu. Aku menyelamatkanmu,” ulangnya, matanya tak lepas dari wajah Nayara. “Dan aku tidak suka drama. Tapi kamu sudah terlalu dalam.” Nayara berjalan mendekat, jarak mereka kini hanya beberapa langkah. “Terlalu dalam ke mana?” “Ke lubang yang dikira kau kendalikan. Tapi sebenarnya… bukan milikmu.” Ia menyesap kopi di tangannya, tenang seolah tak baru saja menyampaikan ancaman terselubung. Nayara mengepalkan

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 2 - PERTUNJUKAN KEDUA

    Hotel Imperial – Kamar 403Air hangat memenuhi bathtub, mengepul perlahan membentuk kabut tipis di ruangan itu. Namun tak ada kehangatan sedikit pun di hati Nayara. Ia menatap kosong ke genangan air yang semakin naik, memantulkan wajahnya sendiri—pucat, sembab, tak lagi mengenali siapa dirinya.Perasaannya hancur. Terlalu hancur.Suaminya berselingkuh.Ayahnya yang ia harapkan memilih perusahaan daripada dirinya.Ibunya—bahkan ibunya—tak mampu membela dan hanya bisa menangis setelah ditampar.Dan kini… ia benar-benar sendirian.Dengan tangan gemetar, Nayara melepas pakaian mandinya. Ia masuk ke dalam bathtub pelan-pelan, membiarkan air hangat menyelimuti tubuhnya. Tapi air itu tak bisa menenangkan. Tak bisa menyembuhkan.Ia bersandar, menengadah ke langit-langit sejenak, lalu perlahan… menenggelamkan tubuhnya ke dalam air.Kepalanya ikut masuk. Rambutnya terurai, matanya terbuka memandang langit-langit dari balik air. Napasnya tertahan, dan sesak mulai datang. Tapi ia tak peduli. Ia i

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 1 - PERTUNJUKAN TERBAIK MEREKA

    [Bu Nayara, suami Anda sekarang ada di kantor bersama seorang wanita.]Pesan yang diterima Nayara itu diikuti kiriman foto. Dalam foto itu tampak sosok Raka, suaminya, yang sangat ia kenal, tengah berjalan sambil merangkul pinggang seorang perempuan. Foto itu diambil dari arah belakang, namun wajah Raka terlihat jelas karena pria itu menoleh ke arah perempuan dalam dekapannya, menyunggingkan senyum lebar.Bibir Nayara bergetar. Ia membaca ulang pesan itu berkali-kali, berharap matanya keliru. Namun tidak. Kata-katanya jelas, tegas, dan menohok batin.[Mohon maaf karena telah lancang, Bu. Tapi saya rasa Anda perlu tahu. Mereka sudah sering datang berdua larut malam seperti ini.]Sebuah pesan kembali masuk, seakan memutar pisau yang kini menancap di dada Nayara, menyakitinya lebih jauh.Ini bukan pertama kalinya, batin perempuan itu. Suaminya selingkuh di belakangnya–berkali-kali.“Pak, ke Mahendra Group. Sekarang,” ucap Nayara dingin kepada sopirnya kemudian. Ia harus melihatnya sendir

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status