Share

So Hard in Loving You
So Hard in Loving You
Penulis: Angela

1. Terjadinya Gerhana

Malam itu begitu cerah. Bulan sabit melengkung indah. Bintang kecil berlomba menampilkan kerlipan terbaiknya. Seperti para model yang akan berlomba memamerkan pakaian-pakaian terbaik dari perancang busana agar bisa menarik para konsumen dan investor untuk bekerja sama dengan desainer mereka. Jika sang desainer memiliki banyak konsumen dan investor bukankah hal itu juga akan menambah nominal di rekening mereka?

Grand ballroom salah satu hotel mewah bintang lima di ibukota itu telah dipadati hampir seribu tamu. Mulai dari penikmat busana, reporter, investor, hingga perancang busana yang telah memiliki cabang butik di beberapa negara pun ikut hadir memeriahkan acara malam itu. Ratusan blitz kamera silih berganti berkelap-kelip seperti hendak menandingi kerlipan bintang di langit. Suara petikan kamera tidak kalah heboh menandingi obrolan orang-orang tentang acara yang sebentar lagi akan dimulai.

Bagaimana tidak heboh? Sangat banyak yang menikmati pakaian-pakaian yang diproduksi oleh brand Blue Cool’s Fashion, yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan BC’s Fashion atau BCF. Sebuah brand yang berdiri kurang dari dua tahun lalu, namun telah bisa memasuki kancah internasional di bidang fashion. Peragaan busana pertama yang dilakukan oleh BCF pada beberapa bulan setelah resmi berdiri di kota pusat mode dunia mendapatkan kesuksesan yang besar. BCF benar-benar bisa membuat semua mata tertuju pada karyanya. Mereka berhasil membuat kontrak dengan beberapa investor dalam dan luar negeri. Busana yang ditampilkan dalam acara itu pada umumnya terjual habis dalam kurun waktu kurang dari tiga hari.

Semenjak itu brand BCF menjadi mendunia dan terkenal di mana pun. Di balik berita kesuksesan tersebut, ada satu berita yang paling diminati. Berita mengenai siapa sosok yang ada di balik layar BCF. Media gencar mencari tahu siapa pemilik brand ternama yang baru saja naik daun tersebut. Selama ini yang selalu terekspos hanyalah Lucy, sekretaris yang merupakan tangan kanan sekaligus sahabat dari pemilik brand BCF.

“Semua persiapan sudah selesai dan para tamu juga sudah menunggu. Aku akan segera mengambil alih podium dan memanggilmu. Apa kau siap keluar untuk pertama kalinya setalah dua tahun ini?” Lucy memasuki ruang rias pribadi itu dengan membawa beberapa lembar susunan acara di tangannya. Ia tersenyum melihat sahabatnya yang terlihat sangat cantik dengan balutan gaun formal. 

“Aku harus siap, bukan?” Gadis itu berusaha tersenyum, namun senyum yang dipaksakan itu malah terlihat aneh. “Oke, aku akan keluar. Semuanya akan lancar dan aku akan baik-baik saja. Rileks, El. Mereka semua datang untuk mendukungmu bukan untuk memakanmu. Huft. Huft. Tarik napas.” 

Lucy tertawa melihat gadis yang bernama Michelle Adelline atau yang akrab disapa Elline itu berjalan mondar-mandir di ruang rias ketika melihat ia datang. Bermonolog untuk menyemangati diri sendiri bahkan menarik napas berulang kali pun telah Elline lakukan agar dirinya tenang. Tetapi tampaknya hal itu tidak membuat banyak pengaruh pada dirinya. 

“Lu, sepertinya aku tidak bisa! Bagaimana jika nanti aku terkilir dan jatuh ketika berjalan di hadapan para tamu? Bagaimana kalau bicaraku terlalu cepat atau malah gagap sehingga mereka tidak mengerti dengan yang aku katakan? Atau bagaimana nanti jika tiba-tiba saja ada cabai merah yang tersangkut digigiku? Semuanya akan hancur jika aku turun ke media sekarang. Tidak bisakah kau menggantikanku lagi? Kau tahu bukan, kalau aku sangat buruk dalam public speaking?” 

Elline menyerah. Gadis itu terlalu gugup dan tidak percaya diri untuk tampil di depan umum. Apalagi dalam acara besar seperti ini. Untuk kesekian kali ia merengek pada Lucy yang hanya bisa menghela napas maklum melihat tingkah sahabatnya.

“Percaya dirilah sedikit, El. Kau bisa berbicara di sana. Kau pun bisa berjalan dengan bagus di depan mereka.” Lucy memegang bahu Elline untuk menyalurkan semangat dan meyakinkan sang sahabat. “Anggap semuanya sahabatmu, atau bayangkan mereka semua adalah aku. Ah, tidak! Kau akan muak melihatku jika membayangkan aku berjumlah hampir seribu orang seperti itu. Paling tidak anggap saja mereka anak kecil yang sering kau ajak bermain ketika melakukan kunjungan rutin ke panti.”

“Hah, baiklah. Aku akan mencoba sebisaku. Aku hanya harus berjalan dengan santai ke podium kanan ketika kau memanggilku, kemudian memperkenalkan diri secara singkat, dan yang terakhir menjelaskan tentang semua busana yang ditampilkan. Aku bisa melakukannya ‘kan, Lu?” 

“Iya, kau harus bisa, El. Mereka semua datang jauh-jauh hanya untuk mengenalmu. Apa kau tidak sadar telah menjadi buah bibir selama dua tahun terakhir ini? Mereka menganggapmu cukup misterius karena tidak pernah menunjukan diri di depan umum.” Lucy tersenyum tulus menatap sahabatnya. Mencoba membuat Elline merasa nyaman dan aman untuk tampil malam ini. “Sekarang tunggu aku di backstage, lima menit lagi aku akan memanggilmu untuk menaiki podium.” 

Elline mengangguk singkat. Lucy kembali pergi dari ruangan itu. Beberapa detik kemudian terdengar suara riuh tepukan tangan dan suara Lucy mengalun indah membuka acara Fashion Show ke dua yang mereka adakan. Elline semakin meremas tangannya dan menghela napas dalam semakin sering ketika kata sambutan dari perwakilan investor utama telah selesai diucapkan. Ia berusaha untuk menetralkan degup jantungnya yang gugup. 

“Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, aku akan segera memperkenalkan kalian pada owner kami. Mungkin telah beredar spekulasi bermacam ragam tentang beliau yang cukup misterius karena tidak pernah muncul di depan publik. Jadi, malam ini, silakan kalian pastikan sendiri mengenai spekulasi yang telah beredar di luar sana. Mari kita sambut, owner Blue Cool’s Fashion, Michelle Adelline.”

Suara riuh tepuk tangan sekali lagi membahana disertai dengan iringan musik untuk menyambut sang owner yang telah lama menjadi pusat berita.

“Hah, ini saatnya,” bisik Elline sembari mengembuskan napas gugup.

Musik yang cukup heboh menjadi pengantar Elline menaiki stage. Ia tersenyum manis dan begitu menawan kepada tamu undangan. Ratusan blitz kamera dan bisikan orang-orang memenuhi ruangan besar itu. Seketika rasa gugup kembali menyerangnya. Namun, ia teringat perkataan Lucy untuk membayangkan semua tamu undangan itu sebagai anak kecil di panti asuhan yang sering ia kunjungi. Ternyata sedikit banyaknya hal itu bisa mengurangi rasa gugup Elline. Ia dengan santai dapat berjalan ke arah podium yang berlawanan dengan Lucy, kemudian memperkenalkan diri dengan lancar.

“Halo, selamat malam semuanya. Terima kasih telah menyempatkan diri untuk datang pada acara malam ini. Saya, Michelle Adelline, merasa sangat terhormat bisa berkumpul dan memperkenalkan rancangan saya pada teman-teman semua. Malam ini adalah peragaan busana saya yang kedua setelah sebelumnya mendapat perhatian teman-teman sekalian pada dua tahun lalu. Selain untuk mengenalkan rancangan terbaru saya, acara ini juga merupakan tanda resminya perpindahan saya ke negara ini, yang sebenarnya merupakan kampung halaman saya....”

Kata sambutan dari Elline berjalan dengan lancar dan mendapat tepuk tangan yang meriah dari tamu undangan. Kemudian satu per satu Lucy memanggil para model sesuai dengan jenis pakaian yang dipamerkan. Di sisi lain Elline menjelaskan keunggulan dan tema rancangannya dengan lihai.

Acara itu berjalan dengan sangat lancar. Hingga muncul dua orang dari arah pintu masuk menuju kursi barisan paling depan yang merupakan kursi untuk investor. Pasangan yang berjalan dengan santai itu membuat Elline tercekat di tempat. Seketika matanya membulat melihat mereka. 

Lucy yang merasa aneh tidak lagi mendengar Elline menjelaskan busana pun segera menatap sang sahabat yang terlihat terkejut. Ia pun menelusuri hal apa yang dilihat Elline hingga membuat gadis tersebut seperti itu. Ternyata di barisan paling depan, telah duduk seorang Axel Devgan. Seorang lelaki yang ia tahu pernah menjadi kekasih Elline. Lelaki yang membuat Elline bersikeras untuk kembali ke negara ini padahal karirnya sedang bagus di tempat sebelumnya. Lelaki yang kini tengah menggandeng seorang wanita cantik nan anggun di sebelahnya.

Dengan sigap Lucy segera mengambil alih acara. Lampu sorot pun berpindah menerangi dirinya dan membuat tempat Elline seketika menjadi gelap. Ia hanya berharap semoga saja reaksi Elline tadi tidak tertangkap kamera sehingga menarik perhatian reporter dan menimbulkan rumor yang tidak baik nantinya.

Di sisi lain, Elline menatap nanar lelaki yang tengah bercengkerama itu dari sisi ruangan yang gelap. Pertahanannya runtuh. Matanya memerah menahan sesak ketika melihat orang yang begitu ia rindukan tengah menggandeng wanita lain. Sekarang malamnya tidak lagi seindah dan secerah langit di luar sana.

"Dulu kau bilang aku bagai mentari yang menyinarimu, sang bulan, di malam kelam. Jarak dan waktu memang selalu menjadi penghalang. Namun, kau bilang untuk tidak perlu merisaukan. Karena hal itu akan menjadi pemupuk rindu yang membuat waktu kita bertemu menjadi lebih berharga. Seperti layaknya ketika matahari dan bulan bertemu yang menyebabkan terjadinya gerhana. Tidak mengindahkan keadaan yang menjadi gelap karena cahaya hanya terpusat pada mereka berdua. Begitu pula kita yang bertemu hanya sesekali setelah beberapa lama. Terasa indah dan bahagia. Dulu aku sempat membayangkan gerhana yang indah pada pertemuan kita. Namun nyatanya yang kutemukan adalah gerhana merah berdarah yang menjadi salam pembuka." - Elline 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status