Share

StepLover
StepLover
Penulis: Kravei

Hari Pernikahan

Candy Rebbeca Stain, nama perempuan cantik berusia dua puluh dua tahun yang akan menikah pagi ini. Muda memang, tapi kalian akan menarik kembali kata-kata itu jika tahu pada usia berapa calon ayah mertuanya memiliki anak. Umur tidak menjadi perkara, setidaknya itu adalah apa yang ada di dalam benak mereka yang sudah tidak sabar ingin menikah.

Gaun putih indah nan mewah dengan atasan bermodel sabrina melekat pada tubuh dia yang terduduk di depan meja rias. Rambut Candy digulung indah dan diberi hiasan bunga-bunga berbentuk mahkota. Namun …, sepertinya sang mempelai tidak dalam suasana hati yang bagus untuk bisa menampilkan senyuman yang akan memperindah semua riasan di wajah.

Gadis itu cemas memikirkan sang kekasih yang masih tak kunjung menampakkan diri padahal acara akan segera dimulai, kurang dari lima belas menit lagi. Sepi ruangan Candy menunggu membuatnya terdengar sangat hening, tidak ada apa pun yang terdengar kecuali suara AC. Sejuk benda itu menyapu area pundak Candy yang terekspost, sangat dingin sampai membuatnya sedikit menggigil.

Namun, itu bukanlah gemetaran ulah kedinginan. Candy tidak bisa berhenti takut mempertanyakan tentang keberadaan sang calon suami yang seharusnya tiba sedari setengah jam yang lalu.

Tok, tok, tok … suara gedoran pintu terdengar membuat Candy reflek mendongak. Gadis itu menantikan seseorang datang memanggil untuk memberi berita, sang calon suami telah tiba, tapi nyatanya … hal itu tidak terjadi. Ekpresi kesedihan yang tercetak di wajah siapa yang memasuki ruangan menghadirkan firasat buruk dalam hati.

Candy berpikir …, sesuatu telah menimpa sang calon, tapi ternyata apa yang terjadi melebihi hal itu.

“Candy,” panggil pria berusia 39tahunan, sangat maskulin dengan gaya rambut yang disisir rapi dan setelan formal berwarna hitam. Ada bunga menyelip di saku jasnya.

“Ayah,” panggil Candy tanpa bisa tersenyum. Lelaki tampan dengan kulit putih dan rahang tegas itu bernama Robert Wijaya, seseorang yang akan menjadi ayah mertuanya setelah pernikahan ini dinyatakan resmi. Sayangnya … Candy tidak berpikir hal itu akan terjadi karena sang mempelai hilang entah ke mana.

Ragu Candy bertanya, “Putra belum ditemukan, Ayah?” Candy bukan hanya mencemaskan pernikahan yang entahlah akan berlangsung atau batal, dia mencemaskan keadaan sang pria terkasih yang sudah bersamanya selama lima tahun.

Candy tahu betapa Putra Wijaya mencintai diri ini, itu adalah alasan mengapa pernikahan diadakan dini. Tapi … haruskah Candy akui bahwa sang kekasih berubah akhir-akhir ini? Satu minggu lalu, terhitung empat bulan semenjak melamar diri ini untuk dijadikan istri.

Candy tidak tahu apa yang telah terjadi karena Putra terlalu pendiam untuk mau bercerita. Sorot matanya kosong dan Candy benar-benar tidak bisa bertanya. Candy berpikir, semua itu hanya imajinasi saja sampai kemudian sang kekasih tidak hadir di hari pernikahan yang telah ditetapkan.

Tidakkah hari ini adalah hari yang sangat Putra nantikan? Candy yakin itu, Putra selalu mengatakannya. Tapi mengapa diri ini tidak dapat menghubunginya? Tidak bahkan sekali. Panggilan tidak diangkat, pesan tidak berbalas, tidak ada satu orang pun bisa menebak di mana keberadaannya termaksud sahabat karib yang juga telah menanti.

“Candy.” Suara Robert sukses menyadarkan Candy yang malah sibuk melamun, membuat gadis itu kembali mendongak dan mempertemukan kontak mata.

“Ada apa, Ayah?” tanya gadis itu, tampak penasaran dibuat raut wajah serius sang calon mertua.

Robert tidak langsung menjawab. Dia menarik kursi plastik berwarna merah dan mengambil duduk di depan Candy. Dia kemudian mengeluarkan ponsel dan mengotak-atiknya sejenak. Robert … tidak tahu di mana anaknya berada kini, tapi ia punya sesuatu yang sangat penting yang harus Candy saksikan dengan mata kepala sendiri.

Rekaman video yang mengambarkan setiap pergerakkan Putra bercumbu bersama seorang perempuan di dalam mobil. Mata Candy melebar, dua telapak tangan berbalut sarung putih berenda reflek membekap mulut yang hendak menjerit.

Ludah yang ditelan setajam silet, menyangkut di bagian dada, sukses menusuk jantung membuatnya kesulitan untuk bernafas. Candy bisa melihat wajah sang calon suami dengan sangat jelas, sangat jelas sampai tidak ada keberanian mengklaim bahwa video hitam putih itu palsu.

“Putra berselingkuh dengan pacarku,” ungkap Robert.

Candy tidak tahu bahwa sang mertua memiliki seorang pacar, tapi selingkuh …? Candy tidak tahu kapan rekaman itu diambil, mata yang mendadak buram tidak mampu melihat tanggal dan waktu yang tercetak dengan jelas. Gadis itu … meneteskan air mata, tidak mampu berkata.

Ini adalah hari pernikahan mereka, haruskah ia bersyukur atau marah karena semua kebenaran yang terungkap? Haruskah Candy senang karena ia gagal menikahi seorang pria yang ternyata bajingan? Hati Candy sakit, sama sekali tidak mampu memutuskan.

“Apa … yang harus aku lakukan?” Gadis itu terbata, kepala sudah seperti akan meledak mengingat hari pernikahan sudah di depan mata, hanya tinggal menghitung menit!

Candy tidak berpikir memulangkan para tamu akan menjadi sebuah solusi bijak, ia dan keluarga mustahil bisa menahan rasa malu itu dan Robert pasti merasakan hal yang sama, Candy berpikir.

“Bagaimana bisa Putra tega …” Candy terisak, tidak mampu menahan rasa sakit yang semakin menjadi di bagian dada. Candy tidak menyangkal Putra bersikap lain akhir-akhir ini, tapi selingkuh …? Hal itu sama sekali tidak terpikirkan. Putra selalu bersikap seolah-olah hanya ada Candy di dalam hidupnya, mata tidak mungkin berbohong. Tapi … bukti sudah menggila di dalam kepala, bagaimana bisa Candy tidak percaya?

Raut wajah Robert sendu. Dia mengangkat tangan guna membantu menghapus air mata yang membasahi pipi. “Jangan menangis,” harap lelaki itu. Suaranya terkesan lembut tanpa menghilangkan kesan gagah, segagah tubuh kekar yang mengatakan sang empu sering berolahraga. “Kau akan menghancurkan riasanmu dengan air mata,” tambahnya.

“Riasan ini sudah tidak berguna!” seru gadis itu putus asa. “Hari pernikahanku hancur, aku tidak mungkin menikah dengan putramu!” Tidak setelah apa yang telah terjadi! Padahal Candy mencemaskan Putra setengah mati dan lelaki itu bahkan tidak berkabar, sungguhkah dia menghindari pernikahan ini demi sang selingkuhan?

Candy hanya sekedar menebak, tapi di satu sisi merasa sangat yakin. Putra tidak lagi mencintai diri ini. Tentu saja, karena jika dia masih menaruh hati, dia tidak akan pernah bermain dengan perempuan lain! Perempuan yang adalah kekasih ayahnya? Putra pasti sudah gila!

“Aku minta maaf karena harus memberitahumu berita menyakitkan ini,” kata Robert pelan.

Candy menggigit bibir bawah sembari menggeleng kecil. “Tidak,” jawabnya sembari menggelap air mata. “Aku senang karena aku tahu seperti apa Putra di belakangku.”

“Aku membencinya,” ungkap Robert tiba-tiba, sukses membuat Candy reflek mendongak dan kontak mata pun bertemu.

Tidak usah bertanya soal apa maksud dari ungkapan itu. Robert menjelaskan, “Setelah dia membuat aku kehilangan seorang istri, dia dengan berani mencuri kekasih yang aku cintai. Fakta bahwa dia adalah anakku jauh lebih menyakiti hatiku.”

Candy tidak dapat berkomentar pada mirisnya kalimat yang ayah Putra keluarkan. Robert mungkin sudah memiliki dua anak, tapi itu tidak mengartikan dia tidak pantas bertemu perempuan lain dan berbahagia. Terlepas dari penampilannya yang memang masih terlihat muda dan segar seperti berusia 25an, dia memiliki materi dan sikap yang baik. Setidaknya itu adalah apa yang Candy tahu.

“Candy, menikah denganku.” Satu kalimat pendek yang mendadak meluncur keluar dari mulut Robert sukses memukul jantung Candy bagaikan palu raksasa.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mersiana Handayani
jangn pake "diri ini" lah.. ganggu bgt. jd gak enak bacanya thor.. bisa diriku
goodnovel comment avatar
Nuryanti Sprn
koq agak sedikit terganggu dgn penyebutan "diri ini" yg berulang-ulang itu ya ? mgkn lbh baik kl diganti dgn "dirinya"
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status