Share

Stuck In H2SO4
Stuck In H2SO4
Penulis: Alvydradirgantara

Prolog

Ku meminta rindu menyesali waktu

Mengapa dahulu tak ku ucapkan aku mencintaimu seribu kali sehari

Alunan musik yang tak sengaja lewat di telinga membuat air mata menitik dari matanya. Terngiang bau tanah pemakaman semakin menambah duka kesedihan yang telah bermuara. Gerimis yang turun turut mewarnai rasa kehilangan yang teramat dalam.

"Mengapa waktu punya banyak misteri? Kenapa tidak membiarkannya diam daripada menghancurkan detik demi detik yang berlalu,"ucapku begitu pundak ku digenggam pelan. Pilihan ku kali ini ngga salah hanya saja takdir justru jauh lebih menyiksa daripada takdir yang lalu.

"Rafsya. Kita pulang ya,"ucap laki-laki itu dengan sabar memeluk tubuhnya yang sudah basah kuyup karena hujan. Akan jauh lebih baik tidak mengenal siapapun daripada tersiksa dalam kenangan saat orang yang bersangkutan telah pergi.

"Aku mencintainya dan ya bodohnya kenapa aku ngga pernah berpikir kalimat itu akan kuucap setiap hari saat bisa ku lihat wujudnya?,"tanyaku menderu dalam gendongan seorang laki-laki sabar yang membawa ku menjauh dari TPU.

"Kenangan itu kapan bisa ku nyatakan dalam kalimat biar tak makin membuat ku tersiksa,"ucapku dalam hati sembari mengusap air mata yang keluar. Sementara angin bertiup pelan membuatnya semakin sesak saja.

"Rafsya apa menurutmu laki-laki yang berada di dekat mu ngga peduli? Jangan sampai kamu menyesal membuang waktu untuk mengurai duka tapi kamu malah membiarkan orang yang sudah bersama mu. Ikhlas setiap waktu Cuma biar melihat kamu baik-baik saja.

Okey memang dia laki-laki sempurna. Tapi apa maaf mu begitu sempit sampai kamu aja ngga mau menerima dia? Apa pernah dia tanya dulu sebelum memasak, mencuci, membersihkan rumah untuk mu setiap hari?,"tanya Andin tempo hari terngiang di telinga.

Setiap detailnya terlalu menyakitkan baginya, tidak bukan menyakitkan. Tapi membuatnya selalu jatuh dalam kesepian. "Rafsya,"panggil seorang laki-laki di pintu. "Humm kayaknya enak nih yang di masak.

Loh kamu kenapa Dek? Kamu sakit?,"tanya laki-laki di pintu mengecek suhu badan dan melihat seluruh wajahnya dengan seksama. "Ngga papa Cuma agak demam aja,"ucapku. "Why? Sini cerita dulu. Kamu habis dari luar atau gimana? Ada yang membuatmu lelah? Atau kamu belum makan

Sebentar ku masakin. Ehh kamu masak?,"ucapnya ku angguki sembari ku seka air mata di ujung mata ku. "Aku Cuma ngga sengaja denger lagu itu tapi ngga papa. Aku Cuma terngiang singkat. Btw kamu belum mandi ya. Sana mandi dulu biar bersih,"ucapku.

"Kamu kangen? Mau ketemu sekarang,"tanyanya sabar. "Ngga usah. Aku Cuma terngiang lagipula kemarin kan sudah kesana. Udah mandi sana gih biar hilang kuman dari luar,"ucapku tersenyum lebar.

"Rafsya kalo mau kesana juga ngga papa,"ucapnya mengusap kepala ku. "Ngga usah ngga papa. Paling aku Cuma terngiang dan ya I'm fine,"ucapku mendorongnya ke kamar mandi. Sudah lama tapi aku malah ngga bisa lupa.

Namun aku sudah kekeuh di dalam hati. Karena waktu ngga ada yang tau kapan habisnya. Maka biar aku saja yang menemani nya seumur hidup dan mengatakan semua yang ngga pernah ku lakukan pada masa lalu ku.

Bukan sebagai pelampiasan, tepatnya biarlah masa lalu tersemat di tempat tersendiri juga dengan apa yang ada bersama ku saat ini jauh lebih prioritas. "Dek?,"tanyanya dengan air yang masih mengguyur tubuhnya.

"Kamu masak sebanyak ini sedangkan darah mu rendah. Kamu ini Dek coba ngga usah masak terlalu repot belum lagi malam begadang. Jangan sampai jatuh sakit Dek. Ngga usah masak juga ngga papa.

Kan saya bilang anggap saya sebagai kakak kamu jadi ngga usah canggung,"ucapnya ku gelengkan. "Sebagai kakak berarti aku bisa memilih orang lain sebagai suami ku dong,"ucapku membuatnya terdiam sejenak.

"Tentu. Siapa yang mau kamu nikahi,"tanyanya santai tapi sarat akan sendu. "Nanti saya kasih tau. Bener ya Mas ikhlas,"ucapku di angguki nya. Memangnya kapan dia pernah mengatakan tidak Rafsya dodol. Ada-ada aja sih lu.

"Berarti saya kembalikan ini juga ngga papa,"tanyaku melepas kalung pemberian nya sebagai salah satu mahar dan cincin di tangan kanan ku. "Apa kamu sudah yakin laki-laki yang akan kamu nikahi bertanggung jawab.

Maaf maksudnya bukan mempersulit tapi sebagai wali mu saat ini. Aku hanya ingin melihatnya jadi jangan salah paham,"ucapnya memandangi kalung dan cincin yang terukir namanya di sana. "Maafkan aku bukan aku ngga terima hanya saja aku ingin membuat perubahan dalam hidup penuh sendu.

Aku ingin bangkit dari kelamnya kehidupan masa muda ku. Mohon jangan mengehentikan ku kali ini. Besok di taman kota jam 5 sore atau sepulang kuliah. Aku yang akan mengenalkan nya pada mu,"ucapku mantap menutup perbincangan malam ini.

Sepanjang malam, tidak ada lagi percakapan yang cukup untuk dibahas seolah semua topik hilang. Berbeda dengan ku yang menatap rembulan yang bersinar manis, dirinya memilih membuang semua masalah nya dalam semua pekerjaan nya.

Ku nyalakan TV untuk mengurai suasana yang terlampau sepi sebelum tidur. Namun siapa sangka bukan acara atau channel yang ku putar melainkan video sholawat dengan latar acara pernikahan kami. Kayaknya aku lupa keluarkan dari pemutar video nya beberapa hari yang lalu.

"Saya terima nikah dan kawinnya Rafsya Anitya Sagara bin Mahardika Abiyasa Sagara dengan maskawin tersebut dibayar tunai,"

"Kamu menikahi putri ku satu-satunya. Dengan keberanian menikahi putriku jika suatu saat aku mendapati putriku menangis karena kasarnya akhlaq mu. Tak segan aku yang akan menampar mu atas namanya. Kamu masih berani menikahi putriku,"tanya Mahardika.

"Siap masih,"

"Saya pegang kata-kata mu juga kata-kata ku. Sakitnya Rafsya sakitnya satu keluarga. Masih berani menikahinya?,"tanya Mahardika.

"Siap Masih,"

"Bagaimana para saksi?,"tanya Mahardika sebelum kata sah mengumandang.

"فی حريضه قد حضرنا ۰۞۰ مجمع القوم الکرام," lantun ku mengikuti syair sholawat yang terpampang di TV. "Kamu sudah memilih desain pernikahan yang kamu suka,"tanyanya ku angguki. "Aku yang akan memilih seperti apa desain nya,"ucapku.

Bagiku semuanya sudah final dan rasanya undangan yang tadi siang ku edit tinggal dibawa ke percetakan. Air mataku ingin menetes rasanya melihat rangkaian demi rangkaian prosesi sakral di depan mata ku terpampang nyata.

"Apa kau merindukan momen itu?,"tanyanya ku gelengkan. "Terlalu menyesakkan,"ucapku sementara dirinya berpindah ke sebelahku. "Rafsya nanti kalo kamu jadi istri, siapapun orang nya apapun masalah mu kamu ceritakan padanya.

Jangan sampai kamu pendam masalahmu sendiri. Aku ngga menggurui hanya saja setiap orang berbeda dalam bersikap,"ucapnya membuatku menatapnya lekat. "Setelah aku menelusuri jalan yang ku mau bersama orang yang ku cinta. Harapan ku hanya satu.

Jika kita bertemu di jalan jangan paling kan wajahmu dengan begitu aku merasa kau tidak berusaha menghindari ku dan terus-terusan berpikir keras. Aku sudah lama merencanakan hidup bahagia dengan nya.

Makanya persiapan yang ku buat tak cukup sederhana dan sudah di ambang selesai,"ucapku. "Semoga kamu bahagia dengan apa yang kamu pilih. Saya hanya berharap yang terbaik saja,"ucapnya. "Terimakasih doanya,"ucapku.

"Sebelum menjadi milik orang lain sampai jam 3. Apa boleh saya menyentuh tangan mu?,"tanyanya membuatku menatap kedua telapak tangan ku dengan perasaan malu. Bukan anak kecil tapi telapak tangan ini aku menyaksikan sendiri betapa banyak dosa yang ku buat dengan mengabaikan saat dia pulang dan pergi.

"Ngga boleh juga ngga papa maaf saya hanya melantur,"ucapnya membuatku segera menggenggam kedua tangannya. "Saya milikmu malam ini,"ucapku tersenyum lembut sementara udara dingin apalagi saat hujan menambah suasana canggung.

Setelah puasa bicara selama beberapa hari, ketika kembali bicara aku malah takut saat bangun semua berubah. Sebelah tangan nya terulur untuk menarik kepala ku mendekat sebelum sesuatu yang hangat mendarat di kening ku.

Aku bisa merasakan ada air mata yang jatuh darinya apalagi setelah mendapati sesuatu menitik hingga pipi ku. Mungkin dia berpikir jika aku diam maka aku akan mengikuti jalan yang dia bentang bersama. Tapi aku juga tak bisa memaksakan kehendak atas apapun.

Sama seperti di TV, hanya bedanya yang di TV untuk memulai sebuah hubungan rumah tangga dan saat ini sebelum semuanya berakhir. Hingga tak tahan air mata keluar dari pelupuk mata ku. Sepanjang malam hanya diisi dengan diam saling menyimpan rasa tersendiri apalagi setelah dia dengan berat hati mengatakan talak satu.

---

Sementara menunggu waktu tiba, aku sudah mempersiapkan dengan matang. Kebaya yang ku pakai menjuntai indah bersama dengan hiasan kepala khas Jawa. Right aku sekarang mengenakan baju indah yang pernah ku fitting bersama tapi belum sempat ku pakai.

"Rafsya,"panggilnya membuatku menoleh dan tersenyum lembut. Aku melihatnya terkesima sebelum akhirnya mengalihkan pandangan matanya ke lain arah. Dengan kemeja batik dan celana hitam pun dirinya tampak lebih menawan.

"Saya lupa belum kasih undangan kemarin. Tapi saya ingin Anda yang duduk sebagai saksi selama prosesi berlangsung,"ucapku menyerahkan undangan yang sudah ku desain dengan manis. Perlahan dibuka pita yang menutupi undangan tanpa berusaha ingin tahu.

"Maksudnya ini namanya sama dengan saya?,"tanyanya membuat ku tersenyum. "Dimana mempelai laki-laki,"tanyanya melihat sekeliling hanya ada dekorasi jawa yang tertata rapi. "Arah jam 3,"ucapku berbalik menuju meja prosesi akad.

"Masya Allah apa mungkin,"ucapnya mengusap wajahnya kasar sembari menekuk kedua lututnya di depan ku. "Apa sekarang Anda tak bisa merestui kami,"tanyaku kecewa. "Saya berikan restu saya kalo kamu bersedia menggandeng tangannya menuju Jannah Nya,"ucapnya ku angguki.

Sontak bunga bertabur di udara bersamaan dengan deru perhelatan berbagai jenis kesenian Jawa terlebih para dayang-dayang yang memakaikan kalung bunga dilehernya sementara Mahardika datang memakaikan ageman serta keris.

"Saya selalu berharap putri saya baik-baik saja dengan orang lain selain mu. Karena aku tau dia masih muda dan aku hanya takut ketika ditinggal pergi untuk waktu yang lama hanya akan menyiksa nya. Aku tak bermasalah apa harta yang Anda punya.

Tapi yang saya pedulikan ketika senyum dan keyakinan putri saya sudah terlampau jatuh pada mu. Sekalipun sebelumnya ada laki-laki lain yang jauh lebih baik pernah mengikat tali pernikahan dengan nya tapi aku bersyukur mereka berpisah.

Karena perlakuan nya tak habisnya selalu membuat kami merasa was-was. Jika kamu kali ini berani melewati nama keluarga Sagara. Hanya satu pesan ku jika kamu ngga bisa membahagiakan nya jangan buat dirinya menangis.

Keris ini dulu pernah terpaksa ku berikan ke laki-laki lain karena alasan tak terduga. Kali ini aku yakin Anda yang pantas membawa nya. Jika dalam perjalanan jauh mu ada rintangan dan kesusahan berusahalah untuk tetap selamat.

Setidaknya untuk putri ku yang selalu mengharapkan kehadiran mu menemani hari-hari nya,"ucap Mahardika memakaikan blangkon di atas kepalanya. Prosesi sakral khas adat Jawa akhirnya di gelar dengan semarak di hotel yang berada di dekat taman kota.

"Saya mungkin belum bisa mengatakan cinta atau mungkin tidak bisa. Tapi bisakah aku yang berdiri di dekat mu sepanjang hidupku,"tanyaku saat pemasangan kembali cincin. "Boleh. Asal dengan satu syarat jangan pernah kamu lepas kalung dan cincin ini.

Juga ini,"ucapnya memakaikan gelang di pergelangan tangan ku. "Cium. Cium,"sorak kurang akhlaq Amayra merusak momen. Meskipun aku sempat tinggal dan dalam bingkai rumah tangga yang lain tetap saja momen ini menjatuhkan haru.

"Wah jangan ngebet lah Ay,"ucap Hilda, salah satu teman yang ku undang. "Kamu pasti tau. Bibirku bukan pertama untukmu,"ucapku menyentuh bibir ku di angguki nya sebelum kalian tau sendiri ya ngga usah di jelasin tapi jangan terlalu dibayangin. Puasa ntar aja kalo buka yak.

Bersama dengan Mahardika, kami dibawa naik ke pelaminan dengan kain merah dan putih membentang. Ku rasakan tangannya menggenggam tangan ku sembari mengusap pelan. Apalagi semarak dari hadrah Ya Nabi Salam Alaika mengantarkan kami ke atas pelaminan.

Bunyi jepretan foto terdengar mengudara. "Hiyaa aku makin baper ehh kalo datang ke nikahan begini. Cuma ngga tau mau baper sama siapa,"ucap Airin juga teman yang ku undang bersama Rafael. "Ngga usah halu Rin. Ntar itu ada yang ngantri,"ucap Rafael di sebelahnya.

"Weh ributnya kalian ini. Aku hampir melting gagal kan. Bayangkan kalo aku yang digandeng di bawa ke pelaminan,"ucap Amayra. "Itulah Dok. Tapi mau bayangin sama siapa kalo aku,"ucap Airin. "Ngga ada yang mau lamar aku pakai cara anti maenstream nya Kak Rafsya kah?,"tanya Amayra.

"Dah ehh halu terus kita ini. Yang jelas aku seneng temen ku bisa bahagia dengan pilihan hidupnya,"ucap Hilda terdengar di telinga ku. Pasalnya mereka berdua mengobrol sampai barisan ku kedengeran.

Kalian kira hidupku ya gitu bagus kah? Langsung enak nya nikah? Jadi semua itu ada yang namanya perjuangan. Ada ujian yang bertubi tanpa habis hingga akhirnya aku bisa menggandeng tangan laki-laki pilihan ku.

Selama acara berlangsung tangan ku tak hentinya digenggamnya seolah aku akan pergi jauh cukup membuat ku melting. Aku tak akan mengira sebuah rentetan panjang hanya akan satu ujung yang manis seperti ini. Apalagi saat semua itu akan mulai.

Dimana semua itu bermula ketika...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status