"Kita akan melakukan malam pertama," bisik Rafael dengan nada berat, meniup daun telinga Serena secara erotis.
"Lepaskan aku!" Serena memberontak, menyikut perut Rafael lalu berniat kabur dari atas ranjang.Rafael dengan cepat menarik kaki Serena, membuat perempuan itu berakhir tengkurap di atas ranjang. Rafael menyeringai puas, membalik tubuh Serena agar menghadapnya dengan langsung membuka kebaya pernikahan Serena dengan santai."Kenapa? Kau takut sakit, Darling?" kekeh Rafael, mencondongkan tubuhnya ke arah Serena dengan satu tangannya yang menahan kedua tangan Serena untuk tak memberontak dan satu lagi membelai pinggiran wajah Serena secara sensual. "Seharusnya ini tak akan sakit, Baby Girl. Kita sudah pernah melakukannya sebelum ini," bisik Rafael, mendekatkan wajahnya ke wajah Serena -- mencium bibir perempuan itu dengan lembut."Rafael, kau menjijikkan!" pekik Serena marah dan kesal, setelah Rafael melepas pangutan bibir mereka. "Setelah kau tidur dengan Jenner, kau menikahiku. Dan sekarang … hiks … kau ingin menyentuhku?! Aku tidak Sudi!" Serena memekik pada akhir kalimat, terus memberontak dan menangis.Jika bukan karena memikirkan Papanya, Serena tak akan mau menikah dengan Rafael. Pria ini bastard!Di hari dia akan menikah, bisa-bisanya dia tidur dengan perempuan lain?! Dan Jenner sialan itu-- dia mengirim fotonya yang tidur dengan Rafael pada Serena."Syuut!" Rafael menyentak, mengisyarkan agar Serena diam. "Berhenti mengatakan Bullshit dan puaskan aku sebagai suamimu!""Aku tida mau, Rafael. Kau bajingan! Hiks … kau bastard! Harusnya aku kabur dan lari dari pernikahan ini. Kau sialan!" marah Serena, memekik kuat dan benar-benar naik darah karena kelakuan keji Rafael.Tanpa merasa bersalah dan merasa berdosa, Rafael terus menyentuhnya. Bahkan pria ini tak menjelaskan apapun mengenai foto itu, dia tidak merasa bersalah!!"Yes, Baby Girl. Bastard adalah nama tengahku." Rafael berucap serak, menyeringai iblis sembari melancarkan aksi-aksinya -- tanpa peduli isakan dan air mata Serena.Shit! Bagaimana dia bisa berhenti sedangkan tubuh Serena sangat menggodanya dan sangat seksi. Lagipula ini malam pertama mereka. Yah, walau ini yang kedua."Rafael … aku benar-benar tidak mau! Hiks … jangan!" Serena kembali panik dan histeris. Rafael berhasil melucuti semuanya dan pria itu akan melakukannya.Ini menjijikkan! Serena tidak mau! Persetan jika dia menjadi istri durhaka! Memangnya siapa yang ikhlas tubuhnya dijama oleh suami Bastard yang baru saja tidur dengan perempuan lain?"Kau pikir aku peduli, heh?! Terus menangis, Darling. Aku suka suara manismu." Rafael kembali menyunggingkan evil smirk-nya, memperhatikan wajah sembab dan ketakutan Serena -- yang membuatnya semakin terangsang dan tergoda.Serena sangat seksi! And she belongs to Rafael."A--Ah … Sakit! El … sakit!""Jika kau patuh, ini tidak akan sakit."***"Kau ingin mandi, Serena?" tanya Rafael ketika melihat istrinya tersebut telah bangun.Ah, senangnya! Sekarang Serena benar-benar menjadi istrinya dan semua orang tahu jika Serena adalah miliknya.Serena langsung membuang muka. "Bukan urusanmu!" ketusnya dengan duduk secara perlahan.Demi Tuhan! Ini lebih sakit dari yang pertama kali. Tubuhnya serasa remuk, intinya masih perih dan pahanya terasa berat dan kebas. Jika Rafael bilang ini yang kedua dan tak sakit, tapi kenapa Serena merasa ini lebih sakit dari yang pertama?!"Aku bisa membantumu ke kamar mandi." Rafael mengulurkan tangan ke kepala Serena, mengacak pucuk kepala istrinya tersebut secara lembut."Aku tidak butuh bantuanmu! Aku bukan perempuan lemah!" ketus Serena, dia menepis kasar tangan Rafael dari kepalanya lalu melilitkan selimut ke tubuhnya -- membungkus tubuh polosnya dengan selimut dan berniat beranjak dari sana."Auuu …." Serena meringis pelan, padahal dia hanya berdiri dan kenapa se sakit ini."Baiklah, kurasa kau memang tidak butuh bantuanku." Rafael berucap datar, langsung bangkit dari ranjang dan berniat lebih dulu ke kamar mandi."Rafael." Serena menyeru cepat, menoleh ke arah Rafael dengan wajah malu bercampur tak enak."Katakan." Rafael berhenti melangkah, bersedekap sembari menatap datar pada Serena."Kakiku sakit, aku-- aku …-""Cik." Rafael berdecak pelan, menghampiri Serena dan langsung menggendong perempuan itu -- membawanya ke kamar mandi. "Keras kepala dan gengsi!" komentar Rafael setelah memasukkan Serena ke dalam bath up.Setelah liburan ke Villa kemari, Reigha berangkat ke Paris. Sekarang pria itu tengah di bandara dan Ziea berusaha untuk menyusul. Haaaa, tidak ada yang memberi tahu Ziea jika Reigha ingin ke Paris, karena itu mereka satu pertemanan berlibur ke villa, sebagai tanda pisah dengan Reigha yang berencana akan menetap di Paris. "Setidaknya aku akan memberikan Kak Reigha surat ini, supaya dia selalu ingat denganku," ucap Ziea dengan berlari terburu-buru, ingin menyusul Reigha sebelum pria itu meninggalkannya. Tak ada yang tahu Ziea menyusul Reigha ke bandara karena Ziea pamit ke kampus. Dan bisa dikatakan Ziea nekat ke mari hanya untuk memberikan surat cintanya pada Reigha. "Itu dia, Kak Reigha masih di sini. Yes!!" Ziea memekik bahagia kala melihat Reigha masih di sana, tengah duduk dan sedang fokus pada handphone di genggamannya. Ziea sejenak merapikan penampilannya, mengambil cermin kecil dari tote bag yang dia kenakan lalu bercermin sembari tersenyum manis. Setelah merasa manis dan c
Setelah badai reda, langit kembali cerah dan penuh dengan bintang. Mereka memutuskan untuk berkumpul di luar, menyalakan api unggun, bakar-bakar bersama sembari bercanda. Sayangnya Ziea kurang menikmati, dia tidak cocok dengan suhu yang terlalu dingin dan lagipula dia sudah mengantuk. Walau ada api yang menyala, namun Ziea sudah mengantuk. 'Kalau tahu begini mending aku nginap di rumah Lea,' batin Ziea, sudah menyender lesu di lengan Kakaknya– awalnya menonton drama favoritnya di handphone. Namun, karena sahabatnya mengirim pesan padanya, Ziea seketika beralih bertukar pesan dengan sahabatnya tersebut. --Lea--[Cuk, kamu ngapain dengan Pak Burhan?]Ziea langsung membalas [Chat-mu ambigu, Lea sayang. Aku ngapain dengan Pak Burhan?]--Lea--[Tiga hari aku diterror terus. Dia minta nomor kamu. Kan aneh!! Pasalnya beliau dospemmu, masa nomormu tak ada di dia.]--Ziea--[Nomornya memang aku block. Soalnya aku dendam, Lea. Tapi jangan kasih tahu yah. Bilang saja HP aku hilang.]--Lea--[
"Rei, Ziea di mana?" tanya Haiden ketika melihat Reigha berjalan cepat dan terburu-buru. Untungnya ketika dia memanggil pria itu, Reigha masih menoleh ke arahnya. Namun, tanpa menjawab apapun Reigha langsung melangkah cepat-cepat dari sana, memberikan tanda tanya bagi Haiden dan yang lainnya. "Ada yang tahu dia kenapa?" tanya Haiden yang mendapat gelengan kepala dari pada sepupunya. "Aku tahu." Tiba-tiba saja Melodi muncul dari arah balkon, berjalan ke arah mereka dengan air muka yang terkesan kesal."Maksudmu kau tahu Reigha kenapa?" tanya Haiden, mendapat anggukan dari Melodi. "Ini salah adikmu. Ziea!" kesal Melodi, "sudah kukatakan untuk tak membawa Ziea ikut dengan kita, tapi kalian tetap membawanya. Lihat sekarang, Reigha marah karena ulah Ziea.""Apa maksudmu?!" Haiden menggeram marah, tak terima jika Melodi menyalahkan Ziea."Ya, sebenarnya Reigha sudah tak suka dengan rencana hangout ini saat kalian semua mengajak Ziea ikut. Kemarin sandal kesayangan Reigha– sandal pemberi
Karena paksaan Haiden, akhirnya Ziea ikut hangout dengan teman-teman Kakaknya ini yang tak lain adalah sepupunya. Mereka memilih berlibur ke sebuah villa yang ada diperkebunan keluarga Azam. Percayalah! Ziea merasa asing di sini, dia tak akrab dengan siapapun kecuali Kakaknya. Dan Kakaknya ini sedikit dan rada bangke! Untungnya, Handphone Ziea sudah Haiden kembalikan. Jadi Ziea bisa menghilangkan bosannya. 'Gara-gara Kak Rei menyuruhku menghapus postingan tadi malam, aku jadi takut berdekatan dengannya.' batin Ziea, duduk di balkon villa tersebut sembari menatap ke arah pemandangan yang disajikan di depannya. Tiba-tiba saja, Ziea menjadi kikuk dan gugup. Reigha datang ke balkon kemudian duduk di sisi lain– ujung ke ujung dengan Ziea. Mereka sama-sama duduk bersantai, menyender ke kursi malas dan menghadap ke depan, ke arah pemandangan indah yang penuh dengan pohon jeruk– kebetulan sedang musim panen, di mana jeruk tersebut sudah berwarna kuning ke orange-an. Jadi mempercantik ala
"Tidak ke kampus?" tanya Haiden ketika melihat adiknya lewat– mengenakan kaos berlengan pendek dan celana training panjang. Tak lupa jua, Ziea memakai topi dan sepatu berwarna putih. "Nggak, ini Minggu," jawab Ziea sembari memutar bola mata dengan jengah, melewati Kakaknya dengan begitu saja dan segera keluar dari rumah. "Kau mau kemana?" teriak Haiden, berjalan cepat untuk menghentikan adiknya. "Cik, Kak! Tolong yah! Aku mau depan doang, di taman komplek untuk lari-lari lagi," ucap Ziea, menahan kesal dan dongkol yang memenuhi hatinya. "Tidak boleh. Masuk!" ketus Haiden, melotot tajam ke arah adiknya dan memerintah agar Ziea masuk dalam rumah mereka. "Daddy dan Mommy sedang pergi, jadi kau harus patuh padaku.""Tapi aku mau olah raga, Kak!" Ziea memekik pelan, mencengkeram udara karena kesal tak dibolehkan pergi oleh Kakaknya. "Di taman belakang. Keliling sepuluh kali, itu juga olah raga.""Ze ingin ke taman. Awas!" jutek Ziea, menabrak tubuh Kakaknya dan langsung kabur dari san
"Aku tidak pacaran!" pekik Ziea, sudah berada dalam mobil Kakaknya dan tengah berdebat dengan sang Kakak.Hal yang paling memalukannya adalah ketika Haiden menjewer telinganya dan menariknya ke mobil– di mana di dalam mobil ada Reigha. Sekarang, Ziea semakin malu karena Haiden terus memarahinya dan menuduhnya berpacaran. "Jadi tadi siapa kalau bukan pacarmu? Kenapa kalian bisa berduaan di sana, hah?!" galak Haiden, duduk di sebelah Reigha yang tengah mengemudi. "Teman kampus," jawab Ziea dengan mencicit pelan. "Teman kampus tapi berdua. Malam-malam!""KAK …!" jerit Ziea dari belakang– dia duduk di belakang. "Aaaaaa …," pekiknya kemudian menangis, tak tahan karena Haiden terus memarahinya secara habis-habisan. Paling menyebalkannya adalah Haiden memarahinya di depan Reigha. "Menangis saja terus!" dengkus Haiden menoleh ke arah belakang, melayangkan tatapan marah dan tajam ke arah Ziea– isyarat agar Ziea berhenti menangis. Tetapi bukanya berhenti menangis, Ziea malah semakin menjad