Share

Bab 8

Author: Citra Sari
Jantung pria itu berdegup kencang, langkahnya tiba-tiba terhenti.

Adrian menatap mata jernih miliknya, tanpa sadar menyebut namanya. "Shanaya..."

Shanaya tiba-tiba tersenyum, suaranya ringan dan lembut. "Sudahlah, kenapa tegang begitu? Aku tahu kalian sudah saling kenal sejak lama, terbiasa memanggil nama itu juga wajar."

Melihat mobil Maybach hitam perlahan keluar dari halaman, Shanaya bersandar perlahan di sofa.

Dia tidak menyangka bisa bertindak seimpulsif itu.

Padahal dia sudah terbiasa memainkan peran sebagai istri yang lembut dan penurut. Padahal dia hanya butuh memanfaatkan rasa bersalah Adrian agar bisa bercerai dengan mulus.

Lalu kenapa dia harus mengucapkan kalimat yang tidak perlu itu?

Dia menatap langit-langit, matanya terasa kering dan pedih.

Belum sempat mencerna semuanya, Shanaya sudah menerima telepon dari Delara. "Shanaya, malam ini keluar minum, yuk?"

"Boleh."

Jawabannya cepat, lalu suaranya sedikit terhenti. "Tapi agak malam, ya. Aku ada siaran langsung kesehatan, selesai sekitar jam sepuluh."

Itu urusan klinik pengobatan tradisional. Sebenarnya bukan tugasnya.

Namun, suatu kali rekan kerja yang bertugas berhalangan dan memintanya menggantikan.

Awalnya dia ragu karena mempertimbangkan Keluarga Pranadipa dan Wiraatmadja, tetapi rekan kerjanya mengajarinya efek kecantikan di kamera. Setelah itu ditambahkan, bahkan ibu kandungnya pun mungkin tidak akan mengenalinya.

Wajahnya cantik, bicaranya pun lembut. Hasil siaran langsungnya luar biasa bagus.

Lama-lama, klinik mulai menjadwalkannya tampil secara berkala.

"Oke, aku habis lembur langsung jemput kamu, pas waktunya."

"Baik."

Setelah mengobrol ringan sebentar, suasana hati Shanaya mulai membaik.

Dia pun kembali ke kamar, meninjau ulang materi edukasi kesehatan malam ini.

Kalau dipikir-pikir, keuntungan terbesar dari menikah dengan Adrian adalah dia jadi lebih bebas.

Adrian tidak mencampuri urusannya.

Keluarga Wiraatmadja pun tidak bisa lagi memata-matai gerak-geriknya sesuka hati, mereka paling tidak harus menghormati nama besar Keluarga Pranadipa.

Sambil terus mengembangkan kemampuan pengobatannya, Shanaya juga rutin praktek di klinik.

Tak terasa tiga tahun berlalu, dan tabungannya pun sudah lumayan terkumpul.

Pukul sepuluh malam, siaran langsung berakhir tepat waktu.

Saat turun ke bawah dengan suasana hati yang cukup baik, Delara baru saja memarkir mobil.

Begitu masuk, Delara mengangkat alis. "Sepertinya kamu senang sekali. Proses cerainya lancar, ya?"

"Lumayan."

Shanaya tersenyum. "Layak dirayakan dengan minuman."

Saat mereka tiba di bar, suasana sedang ramai-ramainya.

Akan tetapi, Delara mengenal pemiliknya, jadi mereka sudah disiapkan tempat.

Selesai dari toilet, Delara kembali dan melihat Shanaya sudah mulai minum.

Delara tertawa kecil. "Adrian tahu kamu minum?"

"Tentu saja tidak tahu."

Shanaya memiringkan kepala, tersenyum dengan lesung pipit samar di sudut bibirnya. "Sama seperti dulu aku tidak tahu kalau wanita di hatinya adalah Bian……"

"Cium!"

"Cium! Cium!"

"Cium dia, kakak ipar harus aktif!"

Shanaya sontak terdiam.

Teriakan ramai dari arah lantai dansa memotong ucapan Shanaya. Dia menoleh, dan senyum di wajahnya mendadak membeku.

Delara ikut menoleh ke arah pandangannya, ekspresinya langsung berubah. "Itu Adrian, 'kan?"

Di tengah kerumunan, wajah tampan Adrian terlihat jelas di bawah cahaya lampu yang berkelap-kelip.

Dalam pelukannya, ada seorang wanita. Gaun merah, anggun dan memikat.

Pria yang selama ini dikenal tenang dan terkendali, kini menatap penuh kelembutan.

Delara akhirnya mengenali wajah wanita itu, sudut bibirnya berkedut, ekspresinya seperti baru disambar petir. "Wanita itu… Bianca?"

"Hmm. Tidak disangka, 'kan?"

Shanaya menenggak habis isi gelasnya, suaranya serak, "Aku juga tidak pernah menyangka."

Begitu ucapannya selesai, Bianca tiba-tiba berjinjit dan mencium bibir Adrian.

Adrian spontan memeluk pinggangnya.

Sungguh pasangan serasi. Tampan dan cantik.

"Wah!"

"Kakak ipar hebat!"

"Adrian, malam ini sepertinya tidak pulang, ya?"

Tapi Shanaya tidak menjawab.

Beberapa dari mereka yang lebih tua dari Shanaya malah terus menggoda dengan sebutan kakak ipar.

Delara pun berdiri dengan geram, tapi Shanaya cepat-cepat menariknya. "Jangan ke sana."

"Kamu kira aku bodoh?"

Delara menjepret beberapa foto dengan cepat, lalu menarik Shanaya. "Aku tahu kamu punya rencana sendiri, tapi tempat ini terlalu kotor. Ayo kita pergi."

Shanaya memang masih pemula, tapi dia tetap ingin ikut minum.

Setelah dua ronde, dia baru bangun keesokan sore dengan kepala berdenyut dan mata sedikit bengkak.

Sampai-sampai, saat melihat saldo bank di ponselnya, dia sempat curiga matanya salah lihat.

Dua belas miliar.

Shanaya mengucek mata, lalu melihat nama pengirimnya, Bianca Wibisono. Ingatan semalam pun kembali perlahan.

Ternyata benar-benar dikirim.

Terlihat jelas, Bianca memang cukup takut pada Nenek.

Hanya saja, mengingat mereka berdua bersama tadi malam, kemungkinan besar uang ini tetap Adrian yang bayar.

Harta dalam pernikahan.

Artinya, setengah miliknya juga.

Dengan tenang, Shanaya menggenggam ponselnya dan turun ke bawah. Dia membuat segelas air madu.

Bi Santi melihat wajahnya yang tampak kurang baik. "Nyonya Shanaya, mau makan sesuatu? Ada ramuan tonik dan sarang burung yang baru dimasak. Atau aku buatkan mi ayam kampung dulu?"

Sepanjang tahun, mengikuti musim dan kondisi tubuh Adrian dan dirinya, Shanaya selalu memberikan resep ramuan ke Bi Santi.

Perutnya saat ini masih terasa tidak enak. "Sarang burung saja."

Sambil menjawab, dia menatap sekeliling rumah, suaranya tenang. "Adrian dan Kakak Ipar tidak pulang semalam?"

"Sepertinya begitu."

Bi Santi tidak banyak berpikir, langsung ke dapur menyiapkan sarang burungnya.

Tahu kalau Shanaya suka manis, dia menambahkan gula batu kuning lebih banyak.

Saat ini Verzio berlari dari ruang tamu, bertolak pinggang dan membuat wajah lucu ke Shanaya. "Tadi malam Om bersama dengan Ibu! Kamu sebentar lagi bukan Tante aku lagi! Perempuan jahat seperti kamu nggak pantas sama Om!"

Di akhir kalimat, dia bahkan menunjuk Shanaya dengan jari kecilnya.

"Hmm."

Shanaya mengangguk pelan, lalu menepuk tangan kecilnya dengan lembut. "Kalau begitu kamu tahu nggak, setelah ibumu menikah dengan Om kamu, kamu jadi apa?"

"Apa?"

"Beban."

Shanaya membungkuk, mengelus pipinya dengan sayang, suaranya lembut. "Maksudnya itu beban. Sebentar lagi Ibu dan Om kamu akan punya adik buat kamu, dan waktu itu datang, tidak akan ada yang sayang sama kamu lagi."

"Senang tidak? Beban kecil."

"Waaa…"

Verzio langsung menangis keras, air matanya berjatuhan seperti hujan. Dia mencari tablet dan mulai menghubungi Bianca lewat video.

Tapi tak ada yang menjawab.

Dengan marah dia melotot ke arah Shanaya, terus mencoba menelepon, tetapi air matanya tak kunjung berhenti. "Huaaa… tidak mungkin! Mereka tidak akan punya anak lain!"

Seolah ingin membuktikan ucapannya sendiri.

Beberapa kali dia telepon, tetapi tetap tidak diangkat.

Shanaya tersenyum. "Benar, 'kan? Aku bilang juga apa. Mereka memang sudah tidak sayang kamu lagi."

Lagi pula, dia tidak sedang membohongi anak kecil.

Melihat cara mereka tadi malam, bisa jadi dalam perut Bianca sudah ada adik barunya.

"Tidak... Waaa..."

Verzio mengusap air matanya dengan lengannya, tetapi tetap saja terus menangis keras.

Shanaya membawa air madu ke ruang makan dan duduk.

Begitu membuka ponsel, pesan dari Delara langsung masuk.

Berisi tautan berita hiburan.

Tepat saat Bi Santi keluar membawa sarang burung, dia mendengar tangisan dari ruang tamu dan bertanya, "Ada apa dengan bocah ini? Kenapa nangis sampai segitunya..."

Shanaya memutar layar ponsel ke arahnya. "Mungkin dia lihat berita hiburan, dan sedih karena tahu ibunya jadi wanita simpanan."

Saat Bi Santi melihat foto dan judul di berita itu, dia nyaris terlonjak kaget.

Adrian, CEO Grup Pranadipa, tertangkap kamera ciuman panas dengan seorang wanita di bar tengah malam!
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (8)
goodnovel comment avatar
Nia Rubiyanti
bagus tp pake kunci an****
goodnovel comment avatar
Sugiyani Yani
ceritanya seru,lnjut
goodnovel comment avatar
Andi Ratna Angelina Ratna
woouu seru banget
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 426

    "Aku tahu, Ayah."Begitu berhadapan dengan Zafran, Helsa langsung berubah menjadi gadis yang patuh dan manis.Zafran tahu bahwa kaki Nadira mulai membaik. Dia mengangkat gelasnya dan menatap Shanaya dengan senyum tulus. "Dokter Shanaya, kaki istriku benar-benar membaik berkatmu. Izinkan aku bersulang untukmu," ucapnya dengan nada penuh rasa terima kasih.Dia kemudian menambahkan dengan ramah, "Selama beberapa hari ini, kamu tinggal saja di rumah kami. Jangan merasa sungkan. Kalau butuh apa pun, silakan bilang kapan saja."Shanaya tersenyum sopan dan menggeleng pelan. "Pak Zafran, Anda terlalu sopan," jawabnya lembut, suaranya sehangat tatapan matanya.Dengan sikap anggun dan tenang, Shanaya mengangkat gelas tinggi berisi jus buah. "Beberapa hari ini aku sudah banyak merepotkan kalian. Tapi karena situasinya sedikit khusus, kita hanya bisa bersulang dengan jus saja."Sementara mereka berbincang, Helsa mengambil sepotong udang dan meletakkannya di piring Lucien. Dengan senyum lembut di

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 425

    Sejak kecil, Helsa sudah suka berebut perhatian dengan Winona yang masih bayi di gendongan.Namun, setelah dewasa, di Kota Selatanaya, dia bukan hanya gadis yang suka menonjolkan diri. Dia jauh lebih dari itu.Berkat latar belakang keluarganya yang luar biasa, membuatnya terbiasa menguasai keadaan dan memerintah sesuka hati di luar sana. Namun, entah kenapa, Zafran selalu merasa bersalah padanya. Tanpa banyak bicara, Zafran selalu turun tangan menyelesaikan segala urusannya.Lama-kelamaan, batas di antara mereka pun makin kabur."Baik," katanya pelan.Shanaya mengangguk pelan, menatap Elvano dengan mata bening yang dipenuhi kekhawatiran. "Kamu… baik-baik saja?" tanyanya lembut.Dia bisa merasakan, sejak Helsa mengucapkan pertanyaan terakhir tadi, suasana hati Elvano berubah. Ada sesuatu yang gelap dan berat bersembunyi di balik senyumnya.Elvano hanya tersenyum tipis, suaranya terdengar tenang tetapi jauh. "Aku tidak apa-apa. Kamu istirahat dulu, ya."Mungkin karena semalam tidurnya ti

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 424

    Shanaya tertegun.Jadi… Helsa bukan keturunan Keluarga Wirantara?Wajah Helsa membeku, matanya membulat tak percaya. Dia berbalik menatap Elvano, suaranya bergetar di antara amarah dan kepedihan."Kak Elvano… kamu benar-benar memperlakukanku seperti ini di depan orang luar?"Sejak Zafran membawa Helsa pulang ke Keluarga Wirantara, dia selalu mengatakan kepada orang luar bahwa gadis itu adalah anak ketiga Keluarga Wirantara.Karena itu, tak seorang pun pernah mencurigai identitas aslinya.Ditambah lagi, setelah Winona hilang, orang-orang di luar hanya tahu bahwa Keluarga Wirantara memiliki empat anak.Aurelia, Elvano, Helsa, Rivaldi.Elvano adalah pria berkepribadian klasik. Didikan keluarganya tidak mengizinkannya masuk begitu saja ke kamar wanita. Dia hanya berdiri di ambang pintu, sikapnya tenang tetapi dingin saat berkata, "Aku hanya tahu Dokter Shanaya adalah tamu yang dibawa pulang oleh Ibu dan Kak Aurelia. Kalau kamu masih menganggap dirimu bagian dari Keluarga Wirantara, seharu

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 423

    Keesokan harinya, setelah Shanaya bangun dan menyelesaikan ritual paginya, dia bersiap untuk mengurus proses keluar dari rumah sakit.Namun, begitu dia membuka pintu kamar, dia terkejut melihat Elvano sudah berdiri di ambang pintu.Mungkin karena dia sedang tidak bekerja, penampilannya agak santai. Dengan sopan dan lembut dia berkata, "Aku baru saja kembali ke Kota Selatanaya semalam. Ibuku menyuruhku menjemputmu pulang dari rumah sakit.""Proses pulang dari rumah sakit tidak perlu dilakukan. Kalau kamu tidak bawa banyak barang, kita bisa langsung pergi."Sebenarnya yang seharusnya datang adalah Aurelia.Namun, Aurelia harus pergi ke kota tetangga untuk menghadiri sebuah rapat dan baru bisa kembali besok.Shanaya terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Kalau begitu, ayo pergi."Agar Shanaya bisa keluar rumah sakit dengan lebih nyaman hari ini, pakaian yang dibawanya ke Kota Selatanaya kemarin sudah lebih dulu diambil Nadira dan dibawa ke rumah tua Keluarga Wirantara.Di perjalanan menu

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 422

    Untuk waktu yang lama, Lucien tetap dalam satu posisi, tak bergerak sama sekali, dan tidak memberikan reaksi apa pun.Seolah-olah segala sesuatu di sekitarnya sama sekali tidak ada hubungan dengannya.Rivaldi tak tahan lagi. Dia mendorong Lucien perlahan dan bertanya dengan nada tegas, "Apa yang sebenarnya kamu pikirkan? Apa kamu berniat benar-benar memutuskan hubungan dengan Shanaya?"Memutuskan hubungan...Hal seperti ini... sudah pernah Lucien lakukan sekali sebelumnya.Saat mencoba bangkit, seharusnya semuanya terasa mudah dan terbiasa. Namun, entah mengapa, begitu memikirkannya, rasa putus asa datang seperti ombak besar, menelan semua akalnya.Dia pun tetap menundukkan kepala, mata merah dan penuh penderitaan, suaranya serak tak karuan, seakan menyelipkan sedikit sindiran pada diri sendiri. "Putuskan hubungan? Gimana bisa putuskan hubungan?""Aku… sudah tidak bisa hidup tanpanya lagi."Lucien… tak bisa hidup tanpa Shanaya.Namun, ketika Shanaya meninggalkannya, Shanaya malah tidak

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 421

    Melihat tidak ada reaksi dari lawannya, Bianca melangkah beberapa langkah menuju mobil. Baru saja hendak menepuk jendela, pintu mobil tiba-tiba didorong kuat-kuat dari dalam.Dorongan itu membuat Bianca terhuyung mundur beberapa langkah, hampir terjatuh ke tanah.Bianca mana bisa menahan kekesalannya. Tanpa pikir panjang, tangannya terangkat ingin menunjuk hidung orang itu sambil memaki. Namun, tiba-tiba seorang pria dengan aura mengerikan turun dari mobil.Matanya langsung menyala saat mengenali sosok itu. "Kamu… kamu adalah Pak Felix dari DK Medika, 'kan?"Felix sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Wajahnya suram. Dia melangkah mendekat, meraih leher Bianca, dan dengan satu gerakan mendorongnya hingga menempel keras ke bodi mobil yang keras itu.Bianca terkejut. Dia menatap pria itu yang menahan amarahnya dengan gigi terkatup rapat, lalu suara seraknya pecah. "Apa kamu punya otak? Siapa yang memberimu keberanian untuk menyentuh Shanaya di Kota Selatanaya?"Ayah angkatnya, meski

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status