Share

Suami Licik Istri Cerdik
Suami Licik Istri Cerdik
Author: Maheera

Mertua Zalim

Author: Maheera
last update Last Updated: 2024-12-06 23:26:17

Aku menghela napas pelan melihat sampah berserakan di setiap sudut pekarangan rumah Ibu mertua. Selalu seperti ini setiap hari, padahal tempat sampah sudah disediakan tepat di depan rumah, tetapi tidak ada yang berniat membuang ke sana. Entah malas atau menungguku melakukannya. Yah, seperti inilah keseharianku. Datang siang hari selepas mengerjakan pekerjaan rumah, bukannya rehat aku harus ke kediaman Ibu Mas Dayat untuk membantu bersih-bersih. Permintaan Mas Dayat kupikir berlebihan karena Ibunya masih sangat kuat, lagipula setiap ke sana aku disuruh mengerjakan ini dan itu layaknya asisten rumah tangga, padahal Kakak perempuannya selalu datang berkunjung untuk sekadar tidur, makan, dan main ponsel, sementara Ibu mertua bertandang ke rumah tetangga sampai sore.

"Anak Bunda turun dulu, yuk." Aku menggendong Gio yang tampak lemas. "Gio sakit?" Tatapanku fokus di wajahnya yang memerah.

Gio hanya diam lalu memel-ukku. Risau menghampiri ketika merasakan hawa panas dari badan bocah lelaki itu.

"Gio demam, Nak? Pusing kepalanya?" Aku bertanya lagi, merasakan anggukan Gio aku berniat memutar kembali sepeda motor.

"Eh, mau ke mana lagi?" Suara Ibu Mas Dayat membuatku urung bergerak. Wanita paruh baya itu berdiri bertolak pinggang di depan pintu, seperti biasa wajah masamnya menyambutku. "Udah sampai sini mau pergi lagi."

"Gio demam, Bu. Aku mau bawa ke dokter sebentar." Aku menjelaskan kondisi Gio agar Ibu Mas Dayat mengijinkanku. Alih-alih beliau memasang raut menge-jek.

"Hallah, jangan lebay jadi orang tua. Anakmu itu baik-baik aja. Ayo masuk, bersih-bersih. Ibu mau ke rumah Surti dulu. Jangan lupa sekalian masak."

"Tapi, Bu ...."

"Gak ada tapi-tapi, jangan cari alasan, ya. Nanti aku adukan ke Dayat tahu rasa!" Setelah berkata seperti itu, Ibu Mas Dayat ngeloyor pergi ke rumah tetangga.

Aku mengusap punggung Gio sekadar memastikan bocah itu baik-baik saja. "Gio baik-baik aja, kan? Bunda bersih-bersih dulu setelah itu kita ke dokter minta obat, ya?"

Aku sedikit lega merasakan anggukan Gio, mengeratkan pelukan berharap demam Gio berpindah ke badanku. Aku mere-bahkan bocah itu di sofa yang ada di ruang tamu. Lagi-lagi aku harus menahan sesak melihat kondisi rumah yang berantakan. Piring-piring kotor, gelas, dan sampah berserakan. Aku berjalan ke dapur bermaksud mengambil baskom untuk mengumpulkan semua piring kotor tadi, tetapi keadaan dapur tidak  jauh berbeda dari ruang tamu, sampah bekas mie dibuang di wastafel. Bercak-bercak minyak membuat lantai dapur terasa licin. Aku benar-benar frustasi melihat kondisi rumah Ibu Mas Dayat, tetapi tak punya waktu berlama-lama untuk berdiam diri. Dengan cekatan aku mulai membersihkan ruang tamu, memasukkan semua sampah ke plastik lalu membersihkan setiap bagian ruangan, sambil mengepel sesekali mengecek kondisi Gio.

Saat mencuci piring kotor di dapur, lamat-lamat  aku mendengar rengekan Gio.  Aku berlari ke ruang tamu dan melihat bocah laki-laki itu sedang dimandikan oleh ibu mertuaku di teras.

"Bu, kenapa Gio dimandikan?" Aku segera memeluk Gio yang sudah basah kuyup, d@rahku mendidih melihat putraku menggigil karena ibu memandikannya langsung dengan pakaian yang melekat di badannya.

"Anakmu itu badannya panas. Ya, sudah aku mandikan saja pakai air dingin." Jawaban Ibu ketus membuatku mati-matian meredam emosi agar tak tersulut.

"Bu, kalau demam bukan dimandikan dengan air dingin, tapi dikompres!" Aku membalas lebih keras. Bukannya tidak hormat dengan ibu mertua, tetapi tindakan beliau sudah sangat kelewatan.  Aku menggendong Gio masuk ke dalam kamar yang biasa aku tempati kalau aku dan Mas Dayat menginap di sana. Segera kukeringkan badan Gio. Jantungku berdenyut melihat bibirnya bergetar. Dia seperti ini mengatakan sesuatu, tetapi tak bisa.

"Sabar, ya, Nak, setelah ini kita langsung berobat. Gio kuat, kan?" Aku bertanya untuk memastikan kondisi Putraku

Gio tidak menjawab, dia hanya diam sambil mendekap badannya sendiri. Hatiku teriris melihat kondisi Putraku. Bagaimana mungkin Ibu tidak tahu kalau anak demam harusnya diberi obat dan dikompres dengan air hangat Namun, beliau malah melakukan sebaliknya. Gerakan tanganku terhenti ketika tidak sengaja melihat map berwarna merah tersembul di laci meja. Rasanya aku dengan familier benda itu, seperti ....

"Bunda, sakit ...." Keluhan Gio membuatku harus mengurungkan niat membuka laci. Aku menggendongnya lalu berjalan tergesa-gesa keluar kamar.

"Eh, mau ke mana? Pekerjaanmu belum selesai!" Ibu menghadang langkahku.

"Aku mau bawa Gio ke dokter. Lihat, sekarang bibirnya biru, aku tidak terjadi sesuatu pada anakku." Aku melewati Ibu Mas dayat setengah berlari menuju sepeda motor yang kuletakkan di pekarangan rumah.

"Lebay kamu, dikasih obat turun panas dari warung, jangan biasakan kasih obat dokter. Kamu pikir berobat ke dokter sekarang murah?"

"Tenang saja, Bu, yang kupakai u@ngku bukan punya Mas Dayat. Lagi pula, bukankah selama ini u@ng yang Ibu terima dari tokoku juga?!" balasku sambil meletakkan Gio di jok belakang.

Aku tidak peduli apa reaksi Ibu mertuaku. Masa bod0h penilaiannya padaku. Toh selama ini dia tidak pernah menganggapku sebagai menantu, mungkin di kepalanya aku ini hanyalah mesin u@ng sekaligus membantu gratisan untuknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Kasmi Alvara
sabar dan pasrah beda beda tipis loh. klu saya jadi menantu, sekali kali kasi h obat diare kayaknya nda dosa dej
goodnovel comment avatar
Kasmi Alvara
ganti mertua saja atau ganti suami. hehehe
goodnovel comment avatar
Selvia Ainos
jijik kali Nemu mertua kek gini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Licik Istri Cerdik   Bab. 62 (Ending)

    "Kamu baik-baik aja?" Andar menelisik wajah Halimah, sejak berangkat dari rumah dia tak banyak bicara."Iya, Mas, aku baik-baik aja." Halimah memaksakan bibirnya tersenyum. Meski perasaannya kacau-balau, dia tak ingin menunjukkan kepada Andar. Sudah cukup merepotkan sang kakak dan istrinya. Sejak pulang dari rumah sakit, keduanya memberikan perhatian ektra. Halimah seperti bocah di mata mereka. Apa-apa ditanya, mau apa, apa yang dirasakan dan lain-lain.Andar manggut-manggut. Dia membuka pintu mobil lalu mengeluarkan koper milik Halimah. Sebenarnya dia ingin adiknya tetap tinggal di kota ini, tetapi dia juga tak bisa mengintervensi keputusan sang adik, sebab Halimah tahu apa yang terbaik untuk dirinya. Sementara itu Halimah mengikuti langkah Andar masuk ke bandara. Satu jam lagi pesawat yang ditumpanginya akan berangkat. Dia masih punya waktu banyak untuk menikmati suasana. Halimah mengedarkan pandangan ke kesekeliling, namun dia tidak menemukan yang dia cari. Dia tersenyum getir.'Ap

  • Suami Licik Istri Cerdik   Bab. 61

    "Ayo kita bercerai."Dunia terasa hening beberapa saat ketika mendengar permintaan Halimah, aku seketika membeku, lidahku kelu tak tahu harus menjawab apa."Aku sudah mencoba bertahan beberapa bulan ini. Satu tahun lebih kamu mengabaikanku saat aku butuh dukungan darimu. Aku bahkan sudah berupaya membuat rumah tangga kita kembali hangat, tapi kau tetap saja dingin. Saat tahu alasannya aku semakin hancur."Dadaku seakan tersengat aliran listrik mendengar keluhan Halimah. Apa yang dia katakan tidak ada yang salah, membuatku terpojok, betapa tidak becusnya aku menjadi suami. Melihat air matanya semakin menghadirkan ngilu ke dadaku. Aku mencoba meraih tangannya, tapi dia menepis pelan."Lepaskan aku, Mas. Akan lebih baik kalau kita tidak saling menyakiti."Aku menggeleng cepat. "Aku janji nggak akan menyakiti kamu lagi. Aku salah, aku minta maaf. Kasih kesempatan satu kali lagi, kumohon."Tak apa bila aku merendahkan harga diri. Aku tahu kesalahanku sangat fatal, tidak hanya menyakiti ps

  • Suami Licik Istri Cerdik   Bab. 60

    Kelopak mataku terasa berat saat ingin dibuka. Aku meringis ketika merasakan nyeri di kepala. Sayup-sayup aku mendengar nada teratur seperti suara klakson, tetapi lebih lembut di sisi sebelah kiri. Aku juga merasakan masker melekat di wajahku. Ingatanku perlahan-lahan membentuk rangkaian kejadian sebelum tak sadarkan diri. Sosok Sarah yang menggenggam senjat4 tajam bergerak cepat ke arah Kahfi yang berdiri membelakanginya. Entah dorongan dari mana aku maju menjadikan tubuhku tameng untuk lelaki itu. Apakah itu bentuk cinta hingga rela mengorbankan keselamatanku? Ataukah semua hanya mimpi saja. Nyeri di dada membuatku menyent-uh bagian itu, untuk menghela napas saja rasanya sulit. Tidak, sakitnya nyata, pasti kejadian itu bukan mimpi."Anda sudah bangun?" Lamat-lamat aku mendengar suara lelaki menyapa. Aku berkedip, membiarkan lelaki itu menyenter ke arah mataku. "Sepertinya pasien berhasil melewati masa kritisnya. Terus awasi tanda-tanda vitalnya, semoga setelah ini tidak ada penuru

  • Suami Licik Istri Cerdik   Bab. 59

    "Tidak, Kahfi, kumohon jangan kau besar-besarkan masalah ini." Sarah meronta mencoba melepaskan diri dari dua orang Polwan yang memegangi tangannya. "Ingat, kita dulu punya hubungan, bahkan kita pernah punya anak."Kahfi melengos, dia jijik mendengar setiap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. wanita itu selalu saja menggunakan anak sebagai senjata untuk meluluhkannya dia merasa tidak mengenal wanita itu lagi. Sarahnyang sekarang berdiri di hadapannya adalah wanita yang egois, keras kepala, manipulatif, dan licik. Berbeda dengan wanita yang dikenal bertahun-tahun yang lalu. Entah apa yang merubah pribadi Sarah hingga menjadi sejahat itu atau mungkin memang inilah karakter aslinya."Halimah sekarat sekarang dan kau bilang aku membesar-besarkan masalah? Sejak pertama kali tahu kau melakukan tindakan menjijikkan itu, aku berencana menuntutmu. Hanya karena Tiara aku menahan diri. Perbuatanmu yang busuk, tapi anak itu tidak bersalah.""Harusnya kau bersyukur Kahfi. Aku bisa melahirkan Tiar

  • Suami Licik Istri Cerdik   Bab. 58

    "Kamu tidak bisa seperti ini terus, mau sampai kapan kucing-kucingan dengan Kahfi?"Halimah melirik Andar sekilas lalu kembali menunduk menatap cangkir yang masih mengepulkan uap panas, aroma melati menguar memenuhi penciuman Halimah.Andar menghela napas panjang, dia menghampiri Halimah lalu duduk di samping adiknya. "Mas tidak bisa terus-terusan berbohong, hampir tiap hari Kahfi ke sini menanyakan keberadaanmu. Tampangnya terlihat kusut, wajah juga pakaiannya tak terurus. Apa kamu tidak kasihan?"Halimah menggeleng pelan. Sebenarnya dia tak tega, tetapi dadanya masih nyeri mengingat sikap Kahfi belakangan ini. Bukannya meminta maaf lelaki itu seakan menyalahkannya. Halimah tidak mengerti di mana salahnya. Harusnya dia yang marah, harga dirinya sebagai istri diinj4k oleh Sarah dan Kahfi hanya diam. Bukannya menindak wanita itu, Kahfi seakan berpihak ke mantan tunangannya itu."Halimah, rumah tangga tidak selalu tenang, damai, dan menyenangkan. Adakalanya jenuh hadir. Pertengkaran, p

  • Suami Licik Istri Cerdik   Bab. 57

    Halimah memutuskan kembali ke rumah setelah semua para pelayat pergi. Toh, kehadirannya tidak diperlukan di sana. Setelah kata perceraikan keluar dari mulutnya Kahfi baru bereaksi. Lelaki itu memintanya bersabar, sebab masih dalam suasana berduka. Namun, Halimah tak peduli itu. Bukannya dia tak berempati, tetapi Sarah tak patut dikasihani. Dia yakin wanita itu akan terus mencari cara mendekati Kahfi. Tak masalah, bagi Halimah kalau suaminya memberi celah wanita lain maka pergi adalah keputusan terbaik. Dia tak takut menyandang status janda lagi daripada makan hati melihat Kahfi tak bisa menjaga sikap.Baru saja menutup pintu rumah, ketukan terdengar. Halimah mengintip dari lubang pintu, tampak Kahfi berdiri di sana. Rupanya lelaki itu menyusul ke rumah."Halimah, jangan seperti ini. Kita harus bicara." Halimah diam, dia berdiri bersandar ke pintu membiarkan Kahfi bicara."Sayang, kita bicarakan ini baik-baik. Jangan seperti anak remaja labil, dikit-dikit cerai."Halimah mendengkus. S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status