Share

Suami Pengawal Nona Muda
Suami Pengawal Nona Muda
Penulis: Dien Madaharsa

Bab 1. Headline Menggemparkan

“Cepat katakan yang sejujurnya, Nakula. Atau aku akan berteriak sekarang juga supaya semua orang di hotel ini datang dan menghajarmu!”

Gemi menatap sosok di hadapannya sambil mengepalkan tangan. Rahangnya mengeras, dan seluruh wajahnya memerah.

Dia sama sekali tidak menyangka hal pertama yang dilihatnya ketika terbangun pagi ini adalah wajah seorang pengawal yang sudah mengabdi di keluarganya selama tujuh tahun; Nakula Yudistira. Selama ini Nakula selalu mengikuti Gemi ke mana pun bagaikan anjing penjaga yang siap melempar gigitan bila ada ancaman. Dia adalah pria yang setia dan loyal.

Nakula yang duduk di sisi ranjang sebelahnya, menatap Gemi dengan raut tidak terbaca. Ada pancaran kebingungan yang tampak di matanya, tetapi selebihnya dia terampil menyembunyikan emosi.

"Saya bersumpah tidak tahu apa yang terjadi, Nona. Saat saya bangun pagi ini, saya sudah ada di ranjang yang sama dengan Anda.” Suaranya bahkan menunjukkan ketenangan.

Namun kata-kata Nakula hanya membuat Gemi semakin marah. Gadis itu bangkit dari tepi ranjang dan langsung memeriksa seluruh pakaiannya. Lengkap. Tidak ada yang dilucuti paksa. Dia menatap bayangannya sendiri di cermin rias dan agak terkejut melihat betapa berantakan rambutnya.

Gemi memprotes, “Aku yakin kamu melecehkanku semalam.”

“Pelecehan?" Nakula tiba-tiba berdiri dari kasur dan tampak menjulang di hadapan Gemi. Ekspresinya menggelap beberapa tingkat. "Jaga ucapan Anda, Nona.”

Gemi menelan ludah gugup ketika melihat betapa carut marut ranjang hotel yang ada di hadapannya ini. Bantalnya terlempar ke lantai, selimut dan seprainya tidak berbentuk.

Apa yang terjadi semalam? Gemi sama sekali tidak ingat, dan fakta ini menyerangnya bagai godam.

Lantas dia mencari dengan gelisah tanda-tanda apa pun di kasur yang menunjukkan bukti adanya pelecehan—percikan darah, atau selimut yang basah. Akan tetapi dia tidak menemukannya. Dia masih perawan, Gemi yakin itu.

Namun, Gemi yakin … sesuatu telah terjadi di antara dia dan pengawalnya.

“Kalau enggak, kenapa aku tiba-tiba terbangun di ranjang ini? Kamu pasti membiusku, bukan? Kamu membuatku enggak sadarkan diri dan menggotongku kemari.”

“Anda tahu karier dan nyawa saya terancam bila saya berbuat kesalahan, lantas untuk apa saya menggali lubang kubur sendiri dengan meniduri Anda?”

“Bisa aja kamu dalam keadaan mabuk semalam!” Mata Gemi memicing.

“Saya bahkan belum pernah mencicipi alkohol barang setetes saja.” Lalu Nakula sedikit merentangkan tangan di kedua sisi tubuh agar Gemi ikut memperhatikannya baik-baik. “Bagaimana mungkin orang yang sebelumnya mabuk bisa berdiri dengan keadaan sadar sepenuhnya seperti ini?”

Gadis itu melengos dengan malu. Dia tahu kata-kata Nakula benar, tetapi dia masih merasa diliputi amarah dan kebingungan yang tidak jelas.

“Jadi, kamu pun tidak tahu apa yang terjadi semalam?” Gemi bertanya ragu.

“Kalau saya tahu, saya tidak akan terkejut ketika Anda membangunkan saya dengan cara menampar pipi saya keras-keras.”

Gemi melirik pipi kiri Nakula yang tampak memerah. Memang gadis itu yang menamparnya, tetapi itu karena Gemi terlalu panik dan bingung. Rasanya dia ingin minta maaf kepada Nakula, sayangnya gengsinya terlalu tinggi.

“Kalau di antara kita enggak ada yang ingat, lantas siapa yang membawa kita kemari?” Gemi bertanya agak putus asa.

“Siapa pun itu, saya bersumpah akan mencari tahu siapa dalangnya.”

Gemi mengangguk, kemudian gadis itu berberes dan mengepak barang-barangnya untuk segera pulang. Setelah diperiksa, tidak ada dari miliknya yang hilang. Gemi mengecek ponselnya yang sejak tadi bergetar tanda ada pesan yang terus-menerus masuk.

Gadis itu membuka salah satu pesan yang berisi tautan ke portal berita nasional. Dia mengeklik tautan itu.

Gemi merasakan jantungnya berdebar dan tangannya gemetar begitu portal berita itu terbuka. Judul headline, ditambah beberapa lembar foto dirinya dan Nakula yang sedang tertidur dalam pose saling memeluk dan mencium.

HEADLINE NEWS:

PUTRI SEORANG MENTERI DIDUGA BERZINA DI HOTEL BERSAMA SEORANG PRIA TIDAK DIKENAL.

***

Plak!

Wajah Gemi terlempar ke samping karena tamparan keras ayahnya. Gadis itu menggigit bibir menahan sakit, berusaha bersikap tenang.

“Gadis bodoh. Tahukah kamu betapa besar masalah yang sudah kamu buat?” Sang ayah melotot pada putrinya yang hanya tertunduk membisu. Pria itu menuding jendela besar di ruang kantor rumahnya dan melanjutkan, “Buka matamu dan lihat para wartawan yang menunggu di bawah. Kamu sudah mempermalukan keluarga kita dengan kelakuanmu yang menjijikkan itu!”

“Ayah, sudah saya katakan sebelumnya. Saya nggak melakukan apa-apa dengan Nakula. Berita yang Ayah lihat di media itu salah.”

“KALAU BEGITU JELASKAN FOTO-FOTO INI!” Ayah menggebrak meja dengan keras, menunjukkan kepada Gemi deretan foto-fotonya bersama Nakula yang tampak dari jendela hotel.

Sang ibu tiri yang berdiri mendampingi ayahnya menyahut, "Kamu masih mau membantah bahwa semalam kamu tidak melakukan hal terlarang bersama pengawalmu itu? Kamu mau bilang foto ini hasil edit?”

“Foto itu… foto itu memang saya dan Nakula,” kata Gemi lirih. “Tapi, kami tidak melakukan apa pun, kami hanya—"

“Lihat. Kamu bahkan sudah mengakui kalau foto ini asli, bukan?" Ibu tahu-tahu memotong sinis.

Gemi tersudut. Bahkan untuk sekadar menjawab saja tidak ada artinya. Situasi sama sekali tidak berpihak kepadanya.

“Dengarkan dulu, Bu. Kami ini dijeb—”

"Sepasang laki-laki dan perempuan yang berduaan di dalam kamar tidak mungkin tidak melakukan sesuatu!" Ibunya yang tidak mau mendengarkan terus-menerus menyiram garam di luka Gemi.

Sementara Gemi hanya menggertakkan rahang sambil mengepalkan tangan. Dia pun berpaling pada ayahnya, akan tetapi sang ayah sudah terlalu marah sehingga tidak bisa diinterupsi.

“Simpan penjelasanmu,” Ayahnya enggan menatap mata Gemi dan berpaling menghadap jendela besar. Lalu kata demi kata itu meluncur tegas; “Menikahlah dengan Nakula, dan pergilah dari rumah ini.”

“Apa?” Gemi menatap ngeri. “Kenapa saya harus menikah dengan pengawal itu?”

“Bertanggung jawablah dengan keteledoran yang telah kamu perbuat bersama Nakula.” Ayahnya berkata dengan suara tenang, tetapi sarat akan amarah. “Hanya itu satu-satunya cara. Pergi dari rumah ini, lalu jalani kehidupan pernikahanmu sendiri. Pastikan media melihatmu mengambil keputusan itu sendiri.”

“Tapi … bagaimana dengan… bagaimana…” Gemi seketika gagap karena mandat mendadak ini. Dia mengontrol lanju napasnya dan berkata pelan, “Bukannya tiga bulan lagi kalian menjanjikan kepada saya bahwa saya akan mengambil alih restoran keluarga milik kita? Kalau saya menikah dan pergi dari rumah, siapa yang akan mengurus bisnis itu?”

“Kamu tidak usah khawatir. Hak warismu akan kami alihkan untuk adikmu." Ibu berkata tegas.

Deg! Rasanya jantung Gemi dihunus sebilah tombak. Dia tidak kuasa menahan air matanya.

“MANA MUNGKIN SAYA RELA MELEPASKAN BISNIS ITU UNTUK ADIK? RESTORAN ITU SUDAH MENJADI IMPIAN SAYA SEJAK DULU!” Gemi menjerit protes, hancur lebur di atas semua keputusan mendadak ini.

Namun Ayah tetap menjawab bentakan itu dengan kalem, “Kami tidak mungkin memberikan bisnis kuliner keluarga kepada orang yang telah mengotori statusnya sendiri dengan tidur bersama pria asing.”

Gemi langsung berpegangan pada punggung sofa seolah hendak ambruk. Tidak tahan dengan semua cercaan ini, gadis itu menangis.

Sebelum sampai di rumah ini, dia telah digeruduk oleh para awak media dan tidak sedikit yang melontarkan cacian atau hinaan kepadanya. Gemi pikir kedua orang tuanya bisa meredam situasi, karena selama ini mereka selalu memiliki banyak akal untuk memperbaiki masalah. Akan tetapi, mereka justru memaksanya menikah dengan Nakula Yudistira.

Pengawal pribadinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status