Matahari terbenam, digantikan oleh bulan dan bintang yang bersinar terang, Embun Zuffani Rachalia, seorang gadis berkerudung hitam sedang duduk melamun di teras rumah.
Sinta Wulandari, bunda Embun menghampiri anaknya. "Jangan melamun, nanti kesambet.""Bunda yakin ingin menjodohkan aku dengan lelaki itu, aku belum tahu bagaimana sifatnya, emangnya Bunda mau lihat aku disakiti olehnya."Bunda memegang tangan Embun. "Insyaallah dia lelaki yang tepat untuk bersanding denganmu.""Bunda sudah tua dan sering sakit-sakitan, Bunda tidak akan bisa menemani kamu selamanya.""Bunda ga boleh ngomong gitu, Embun hanya punya Bunda, cukup Ayah yang meninggalkan Embun, Bunda jangan.""Sekarang kamu siap-siap, Bunda sudah menyiapkan pakaian kamu diatas ranjang."Embun menarik napas panjang. "Baik Bun." Mau tidak mau Ia harus menuruti permintaan Bunda.Embun melihat dirinya dipantulan kaca, baju gamis berwarna sage yang di padukan dengan jilbab berwarna senada, Ia masih tidak menyangka akan dijodohkan dengan lelaki yang tak Ia kenal sebelumnya.Sesampainya di sebuah cafe yang sangat terkenal dengan makannya yang lezat dan pasti harganya menguras kantong, mereka berjalan menuju meja yang telah dipesankan oleh Laura, Mama Aksa."Maaf kita terlambat, tadi jalannya macet.""Tidak apa-apa Jeng, kita juga baru sampai.""Cantik banget calon mantu Mama.""Makasih Tan," ujar Embun tersenyum."Panggil Mama dan Papa, sebentar lagi kamu akan jadi bagian dari keluarga Mama.""Iya Mama, Papa," ujar Embun gugup.Mereka bercanda ria, berbeda dengan Embun dan Aksa yang sedari tadi hanya terdiam tanpa ingin bergabung dengan pembicaraan orang tuanya."Bisa bicara sebentar?" tanya Embun kepada Aksa."Mama, Papa, Bunda, kita izin keluar dulu," pamit mereka.Mereka duduk dikursi panjang di samping cafe. "Apa kakak yakin menerima perjodohan ini?" tanya EmbunAksa melihat Embun sejenak. "Bagaimana dengan kamu?""Aku tidak ingin mengecewakan Bunda dan almarhum Ayah, tapi kalau kakak yang menolak Bunda ga akan memaksakan perjodohan ini.""Awalnya aku ingin menolak tapi aku ga tega melihat mereka kecewa," ujar Aksa.Aksa memegang tangan Embun dengan tatapan yang sangat dalam. "Aku mohon kamu menerima semua ini demi kebahagiaan orang tua kita, aku akan berusaha menjadi suami yang terbaik untukmu."Embun terdiam seribu bahasa, ini semua diluar ekspektasinya. "Mohon bimbing aku agar bisa menjadi istri idaman kakak."******Aksa berdiri di depan sebuah rumah yang sederhana dan dikelilingi oleh pepohonan hijau yang terlihat sangat indah dan sejuk, Ia mengetuk pintu. "Assalamualaikum Bun."Bunda membuka pintu dan terlihat kedatangan calon menantunya, "silahkan masuk anggap saja rumah sendiri, Bunda panggil Embun dulu.""Embun, Aska sudah datang," ujar Bunda di depan pintu kamar."Iya Bun, bentar lagi aku selesai.""Maaf nunggu lama." Embun menghampiri Aska dan juga Bunda di ruang keluarga.Mereka pergi menuju butik menggunakan mobil sedan hitam milik Aska.Sesampainya di butik mereka disambut hangat oleh Mama dan seorang pelayan yang akan melayani mereka, kebetulan butiknya milik Mama.Embun dan Aska memilih baju yang cocok untuk dipakai keduanya ditemani oleh seorang pelayan.Jujur Embun sangat bingung memilih bajunya karena semua baju yang ada disini sangat bagus dan satu hal yang pasti semua keperluan Embun selalu dipilihkan oleh Bunda."Kakak mau baju yang mana?""Terserah kamu, aku ngikut."Setelah berkeliling cukup lama, Embun tertarik dengan satu baju yang simpel tapi terlihat mewah. "Bagaimana dengan yang ini kak?""Bagus, sangat cocok." Mereka pergi ke ruang ganti untuk mencoba pakaian tersebut."Gimana?" tanya Claudia."Bagus banget sayang, baju ini sangat cocok untuk mu," puji Bunda."Cantik banget mantu Mama sampai Aksa dari tadi ga ngedip lihat kamu.""Mama apaan sih," ujar Aksa malu.Tidak terasa sudah waktunya makan siang, "kamu lapar ga?" tanya Aksa."Lapar kak dari pagi belum ada makan.""Gimana kalau kita makan dulu?""Iya kak." Mereka pergi menuju ke sebuah cafe.Selesai makan, Aksa mengantarkan Embun pulang ke rumah. "Istirahat, tidurnya jangan kemalaman.""I-Iya kak, kakak juga."Aksa menjalankan mobil menjauh dari rumah Embun, ada sedikit rasa bahagia dalam hati Embun karena Ia yakin calon suaminya memang leleki tepat untuk menemani masa hidupnya."Em-embun," ujar Bunda terbata-bata, ia mengusap surai anaknya lembut.Embun mengerjap, ia menyesuaikan cahaya yang masuk kornea matanya."Bunda udah sadar," ujar Embun girang.Embun berdiri dan membangunkan suaminya yang sedang tidur di sofa. "Bangun Mas, bunda udah sadar."Aksa yang tidak percaya langsung melihat Bunda di brankar, ia takut hanya halusinasi istrinya saja.Arkan tersenyum bahagia melihat mertuanya sudah membuka matanya, ia menekan tombol darurat agar dokter segera datang dan memeriksa keadaan bunda.Beberapa menit kemudian, datanglah dokter bersama dua orang perawat. "Kalian silahkan ke luar dulu ya," ujar perawat sopan.Aksa dan juga Embun keluar dengan perasaan lega karena Bunda sudah berhasil melewati masa kritisnya dan kembali berkumpul bersama mereka."Bagaimana keadaan Bunda, Dok?" tanya Aksa ketika dokter keluar dari ruangan Bunda."Alhamdullah, ini semua mukjizat dari Allah, pasien sudah melewati masa kritisnya," jawab Angga--dokter yang menangani Bunda.Tidak
"Bunda kenapa Mas?" Rasa khawatir tidak bisa disembunyikan oleh Embun, ia sangat takut terjadi sesuatu yang buruk dengan Bunda."Kamu sabar ya, sekarang juga kita akan pulang," ujar Aksa selembut mungkin."Jawab dulu Mas, Bunda kenapa?" tanya Embun menggebu-gebu."Bunda kena serangan Jantung dan sekarang keadaannya kritis."Pertahanan Embun runtuh, dadanya sangat sesak bagaikan ditusuk belati tajam, jantungnya seakan berhenti berdetak.Aksa memeluk Embun, menyalurkan energi kepada istrinya yang sangat syok. "Jangan nangis, Mas yakin Bunda bisa melewati masa kritisnya.""Aku gak mau kehilangan Bunda," ujar Embun lemah."Hust, gak boleng ngomong gitu, kamu harus yakin Bunda akan sehat kembali dan berkumpul dengan kita.""Kamu diam di sini dulu, Mas mau urus kepulangan kita. Jangan kemana-mana tunggu Mas disini." Aksa pergi meninggalkan istrinya yang masih terpukul dengan kabar Bunda yang sedang kritis, tidak lupa
"Bangun, Sayang. Jangan bikin aku panik." Aksa berusaha membangunkan Embun yang menangis dalam tidurnya, sepertinya Embun sedang bermimpi buruk."Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanya seorang pramugari."Tolong ambilkan segelas air mineral dan juga minyak angin," ujar Aksa.Pramugari tersebut langsung bergegas mengambilkan apa yang diinginkan oleh Aksa.Aksa melepaskan hijab Embun dan mengoleskan minyak angin ke kepala istrinya.Setelah beberapa menit, akhirnya Embun membuka matanya, kepalanya terasa berat, ia melihat sekelilingnya, mimpinya terasa sangat nyata."Alhamdulillah, akhirnya kamu bangun juga." Aksa mencium surai istrinya."Kita ada dimana Mas?" tanya Embun."Kita masih dalam pesawat, dua jam lagi kita akan sampai ke negeri Sakura," jawab Aksa.Embun memeluk suaminya erat. "Aku takut, Mas," ujarnya."Gak usah takut, ada aku disini," ujar Aksa menenangkan istrinya."Aku mimp
Mas nanti aku ke rumah Mama ya," ujar Embun meminta izin kepada suaminya."Mau ngapain?" tanya Aksa heran. Secara tidak biasa istrinya pergi ke rumah orang tuanya tanpa dirinya."Semalam Mama nelpon suruh aku kerumah. Ya kan semenjak nikah aku belum pernah pergi sendirian ke rumah Mama.""Iya, biar Mas yang antar.""Ga usah, nanti aku naik motor aja, udah lama aku ga bawa motor. Lagian kan arah kantor dengan rumah Mama ga searah, kasihan kalau Mas harus bolak balik.""Mas khawatir kalau kamu bawa motor. Pokoknya Mas yang antar, ga ada penolakan.""Iya deh. Tunggu bentar aku mau siap-siap dulu."Setelah lima belas menit Embun keluar dari kamar. "Maaf lama Mas.""Iya, ayo berangkat." Aksa menyetir mobil membelah jalanan yang lumayan ramai oleh para pekerja maupun anak sekolah."Assalamualaikum." Aksa menekan bel beberapa kali."Waalaikumsalam, eh kalian sudah datang." Laura membuka pintu dan tersenyum bahagia melihat kedatangan anak dan menantu kesayangannya."Iya Ma, tapi maaf Aksa pam
Drrtt.... Ponsel Embun berbunyi, ia mengernyit bingung karena yang menelponnya nomor tidak dikenal. "Angkat ga ya? Hum angkat aja kali ya, mana tahu ada yang penting." Setelah telepon diangkat, ia mematung mendengarkan suara di telepon, ia sangat mengenali suara tersebut."Ada apa?" tanya Embun ketus."(.....)""Aku ga ada waktu untuk bertemu dengan lelaki pengecut sepertimu." Embun mematikan sambungan telepon secara sepihak.Kepala Embun terasa pusing, ia teringat kejadian beberapa tahun lalu, disaat lelaki yang sangat ia cintai dan sayangi ternyata selama ini menyembunyikan rahasia yang begitu besar.Flashback Off"Bunda gimana penampilan Embun? Udah cantik belum?" tanya seorang gadis yang sedari tadi tersenyum bahagia. "Cantik banget anak Bunda," puji Bunda."Makasih Bun." Embun memeluk sang bunda. Bibirnya terbentuk senyuman yang sangat cantik, hatinya sangat bahagia karena sang pacar ingin bertemu dan berbicara serius tentang hubungan yang telah mereka jalani selama tiga tahun.
Sudah dua hari mereka tinggal di rumah Aksa, mereka memutuskan untuk menemui orang tuanya dan menceritakan yang sebenarnya terjadi."Kalian yakin ingin kasih tahu mereka? Kalian sudah siap dengan semua resiko yang akan terjadi?" tanya Embun khawatir. Bagaimanapun ia sangat paham bagaimana menakutkan Papa Zila ketika sedang marah."Insyaallah kita siap menerima konsekuensinya," ujar Zila tersenyum."Cepat atau lambat kandungan Zila semakin membesar.""Ya udah kalau itu sudah keputusan kalian, semoga semuanya dilancarkan dan semoga mereka bisa menerima semua ini. Kalau kalian ingin teman untuk cerita, pintu rumah kita selalu terbuka untuk kalian," ujar Aksa."Makasih kalian memang sahabat terbaik, maaf kita banyak merepotkan kalian. Kita pergi dulu." Zila dan Gilang keluar dari rumah Aksa dengan perasaan campur aduk."Kasihan ya mereka," ujar Embun melihat kepergian mereka yang semakin menjauh."Mereka juga salah, sudah tahu saudara tiri tapi masih nekad untuk saling cinta bahkan sekara
"Kalian ngapain kesini?" Mereka kaget melihat kedua sahabatnya yang berada diambang pintu.Aksa menyadari Embun tidak memakai hijab langsung menutup kepala Embun dengan tangannya. "Tutup mata Lo, jangan lihat kearah istri gue," ujar Aksa kepada Gilang."Ayo silahkan masuk dulu." Setelah mempersilahkan kedua sahabatnya masuk, Embun bergegas pergi ke kamar untuk memakai hijabnya.Aksa membawa mereka duduk diruang tamu. Setelah beberapa menit Embun kembali dengan membawa nampan yang berisikan empat gelas orange juice."Maaf ya rumahnya berantakan.""Santai aja kali, kita paham kok namanya juga pengantin baru," ujar Gilang"Eh Embun jalan Lo kok agak lain ya, kalian habis belah duren ya," goda Zila."Hust kamu belum cukup umur untuk tahu hal begituan," ledek Embun."Gue lebih tua dari Lo," ujar Zila kesal. Selama menikah sifat Embun semakin menyebalkan."Jadi kalian mau ngapain datang sepagi ini?" tanya Aksa penasaran.Suasana menjadi tegang, Zila memberikan sebuah surat kepada Embun. Em
Pagi harinya Embun terbangun dan merasakan nyeri dibagian bawahnya. Ia tersenyun mengingat kejadian semalam, walaupun awalnya sakit tetapi lama kelamaan ia terbuai dalam kenikmatan yang tidak pernah ia rasakan. Ia bahagia karena sudah memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri yaitu melayani suami dengan sepenuh hati. "Kamu kenapa?" Aksa yang baru keluar dari kamar mandi bingung melihat Istrinya yang senyum sendiri.Embun kaget melihat Aksa yang hanya menggunakan handuk yang dililit dipinggangnya, ia menutup matanya. "Sana pake baju dulu Mas.""Ga usah sok kaget gitu. Semalam kamu udah lihat semuanya kan," goda Aksa.Embun mencoba berdiri dengan menutup tubuhnya dengan selimut tetapi bagian bawahnya sangat perih. "Au sakit banget," keluhnya."sakit ya?" tanya Aksa khawatir.Embun mengangguk lemah. "Ini semua karena Mas.""Aku lihat semalam kamu juga menikmati permainannya bahkan kamu bilang faster mas, faster mas.""Aku khilaf." Pipi Embun merah merona menahan malu memang semalam ia
Embun bolak balik didepan cermin, Ia melihat penampilannya dari atas sampai bawah. Embun menggunakan dress diatas lutut berwarna merah. Malam ini Ia akan melayani suaminya dengan sepenuh hati. "Tenang Embun kamu pasti bisa, demi mempertahankan rumah tangga dan juga membahagiakan suamimu," ujarnya menyemangati diri sendiri.Jam menunjukkan pukul 23:30, hari ini suaminya lembur karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan.Dada Embun semakin berdegup kencang ketika melihat Aksa sudah berada diambang pintu kamar.Aksa bingung melihat Embun yang berpenampilan tidak seperti biasanya, Ia kira Embun sudah tidur tetapi perkiraannya salah. "Kamu mau pergi kemana? Besok aja ketemunya, sekarang sudah malam. Aku cuma mau ingatkan aja karena kamu masih menjadi istriku."Butiran bening keluar dari kelopak mata Embun. Dadanya sakit mendengar perkataan yang keluar dari mulut suaminya itu. "Sebegitu bencinya Mas dengan aku? Tadinya aku mau memperbaiki hubungan kita tapi kelihatannya Mas sudah tidak me