Share

02

"Kalau tidak maka papa akan menjodohkan kamu." Misel terbahak setelah menirukan kalimat yang menurut gadis itu terlalu konyol.

Sedangkan Nesa hanya duduk dengan mengaduk aduk es kopi miliknya tanpa ada niatan untuk meminumnya, gadis itu merasa sangat malas sekarang, pikirannya menerawang jauh, ia benar benar ketakutan jika sang papa menjodohkan dirinya dengan pria yang ia tak tahu asal usulnya.

"Ngga lu tolak beb?"

Nesa menjatuhkan kepalanya di atas meja, gadis itu bergumam pelan namun masih bisa Misel dengarkan. "Udah, bahkan kayanya bokap beneran mau jodohin gua deh, apes banget nasib cecan."

Ingatan Nesa terputar obrolan dengan sang papa tadi pagi, di mana sang papa terlihat sangat serius membahasnya, hal itu membuat Nesa ketakutan bukan main, harus dengan cara bagaimana dia menolak papanya, walaupun ia menolak Rafli juga tak bisa di bantah, namun Nesa tetaplah nesa, ia akan mencoba memberontak semoga hasil menguntungkan yang ia dapat.

Terlebih baginya, usia matang adalah dua puluh lima ke atas, sedangkan dia baru saja menginjak dua puluh, dan yang lebih parah, dia baru saja lulus dari kuliahnya, masih banyak keindahan dan kebebasan yang harus ia lewati.

"Di lihat dulu coba Nes, kali aja kan dia ngga seburuk itu."

Nesa mengangkat kepalanya, gadis itu menggeleng kuat. "Firasat gua ya, dia cuman mau harta bokap deh, makanya sampe ngemis, terus bokap kasian, dan yaudah di jodohin sama gua." Nesa berkata dengan nada penuh drama.

Nesa benar benar malang dengan dirinya sendiri, ia sudah tinggal di jaman modern, dan papa nya masih percaya dengan yang namanya perjodohan.

Terlebih, pria mana yang tak tergoda dengan kekayaan Rafli Gunawan, Nesa yakin jika pria ini hanya memanfaatkan sang papa untuk mengambil sebagian hartanya.

----

Di lain sisi, kini Rafli tengah berkunjung di salah satu panti asuhan, pria paruh baya itu menghampiri seorang lelaki, orang orang biasa memanggilnya dengan sebutan kak', atau bang.

"Selamat siang, Bang Naufal, apa kabar?"

"Selamat siang, pak Rafli kabar baik, pak Rafli gimana?"

Naufal putra Muhsin, pria berusia dua puluh dua tahun, lulusan universitas ternama dan sekarang tengah berkunjung ke panti asuhan dimana ia dan Rafli bertemu.

Dari awal pertemuan, Naufal sudah memikat hati Rafli, terlebih di mana pria itu enggan berbicara atau berjabat tangan dengan lawan jenis, bagi Rafli, pria muda seperti Naufal sudah jarang di temui.

Naufal juga memiliki banyak keahlian, dan tak sekali dua kali Rafli menawarkan pekerjaan dengan gaji cukup menggiurkan untuk Naufal, namun pria itu tetap menolak.

Bagi Naufal, mengajar di panti ini sudah amat cukup, dan lebih menyenangkan jika bisa berbagi ilmu.

Banyak sisi Naufal yang membuat Rafli jatuh hati, dan sekarang pria itu benar benar akan menyampaikan keinginannya untuk meminta Naufal menjadi menantunya.

"Begini bang Naufal, kedatangan saya ke sini mungkin menganggu pekerjaan bang Naufal. Saya ke sini mau menyampaikan jika saya berniat menjodohkan bang Naufal dengan anak saya. Tapi maaf sebelumnya, bang Naufal sudah memiliki seseorang yang di suka?"

Naufal sedikit terkejut, perkataan Rafli benar benar tak terduga, ia pikir Rafli akan mengajaknya bergabung dengan perusahaannya namun nyatanya permintaan Rafli lebih dari pada itu.

"Menantu? Maaf pak, saya tidak ada sesuatu yang bisa di banggakan, toh gaji saya ga seberapa dengan apa yang gadis bapak punya. Untuk menyukai seseorang saya belum, karena saya masih harus banyak menyiapkan segala sesuatunya."

Tolakan dari Naufal bisa Rafli maklumi, siapa yang tak menolak jika di jodohkan dengan anaknya, terlebih jika Naufal tahu bagaimana sifat anak gadisnya. Mungkin bagi sebagian orang menilai Nesa positif karena keluarganya namun ia tak mengetahui nesa dengan sangat baik.

Rafli menegakkan punggungnya, berusaha membawa obrolan ini ketitik serius. "Begini bang Naufal, bagi saya, apa yang ada dalam diri bang Naufal sudah cukup bisa di banggakan, terlebih kerendahan hati yang bang Naufal punya." Rafli terlihat begitu tak nyaman, ia merasa tak seharusnya ia menceritakan aib anaknya namun demi perjodohan ini, ia berharap sangat jika Naufal mau membimbing anak gadisnya.

"Nesa, anak saya bernama nesa, dia berusia dua puluh tahun, tadinya tak ada yang aneh dalam anak saya, hingga pacarnya berselingkuh dan kini dia menjadi anak yang sedikit liar. Orang tua mana yang tak sedih melihat perubahan anaknya yang seperti itu, maka dari itu, saya meminta bang Naufal untuk membimbing anak saya."

Mimik Naufal terlihat begitu serius, ia sebenarnya juga merasa kasian dengan Rafli, tatapan mata pria paruh baya itu terlihat begitu putus asa, namun Naufal juga belum bisa menjawab apa apa, bagi dirinya pernikahan adalah keputusan dan keridhoan dari kedua belah pihak.

"Anak pak Rafli sudah tau masalah ini?"

Rafli mengangguk lalu menjawab. "Sudah, tapi dia menolak, saya akan terus yakinkan dia, jika dia membutuhkan seseorang yang bisa membimbingnya."

Naufal tersenyum, sepertinya ia tahu jawaban apa yang harus ia berikan atas permintaan Rafli. "pak Rafli yakinkan dulu anak bapak, saya akan memikirkannya terlebih dulu, kali saja kita berjodoh maka tuhan telah tentukan jalannya, dan jika tidak, tuhan juga telah siapkan yang terbaik."

Mata Rafli berkaca kaca, pria seperti ini yang Rafli idamkan sebagai menantu, pria yang memiliki tutur kata yang lembut seperti pria di hadapan inilah yang harus menikah dengan anaknya.

"Tolong ya bang, sebisa mungkin jawabnya iya." Rafli terkekeh, ia tahu ucapannya sedikit memaksa.

Naufal hanya tersenyum, karena ia tak bisa menebak apa yang terjadi kedepannya, jika ia berjodoh dengan nesa maka semuanya akan dipermudah oleh yang maha kuasa.

Sejujurnya, perbincangan seperti ini membuat hati Naufal ketakutan, karena ia belum benar benar matang menyiapkannya, mungkin bagi Rafli dia terlihat sempurna, namun bagi Naufal, ia sangat tahu kekurangannya.

Menikah bukan hanya sekedar menyatukan dua insan manusia, namun juga menyatukan kehidupan dua orang, dua keluarga dan juga dua pandangan.

Niat baik Rafli sangat amat bisa Naufal mengerti, namun ia juga tak bisa memberi jawaban secepat itu, ia harus membicarakan masalah ini dengan Tuhannya.

"Tolong bantu saya bang Naufal, saya ngga tau harus meminta ke siapa, saya takut anak saya semakin jatuh kedalam sana, hanya karena masalah sepele bisa membuat anak saya berubah drastis, saya harap meminta bantuan kepada bang Naufal termasuk ikhtiar yang baik."

Naufal hanya diam, jujur saja ia merasa bimbang, anak yatim piatu, dengan kehidupan yang bisa di bilang jejeran rakyat jelata punya apa untuk meminang keluarga sekelas Rafli Gunawan, gajinya dia sebagai guru pengganti di sini hanya cukup menafkahi dirinya sendiri, dan untuk menikahi Naufal masih harus berfikir ratusan kali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status