Share

Suami Pilihan Papa
Suami Pilihan Papa
Penulis: Gray kenzi

01

"Sampai jumpa! Sana pulang, awas nabrak lu keknya masih mabok, hati hati sayang!"

Gadis cantik yang berada kini duduk dalam mobil terkekeh kecil sebelum menjawab salam perpisahan dari sang teman.

Gadis di depan gerbang itu terus melambaikan tangannya ke udara seraya memajukan bibirnya. "Sampai ketemu besok Nesaaa!"

"Besok di tempat biasa ya, dadah Misel." Gadis itu menutup kaca mobil sebelum menyuruh sang supir segera melajukan mobilnya.

Gadis cantik berambut ikal itu kini merasakan kepalanya berat, akibat terlalu banyak minum alkohol tadi membuat kesadarannya hampir hilang.

"Mbak Nesa mau muntah?"

Nesa Fitria Gunawan, gadis dua puluh tahun yang selalu hidup dengan gemirlapnya kehidupan malam itu hanya menggeleng, bagi Nesa, ia bisa menahan ini sampai nanti di rumah.

Ia mencium bajunya, dahinya mengernyit, aroma alkohol benar benar mendominasi, lalu ia meraih tasnya mengeluarkan sebotol parfum dan di semprotkan ke beberapa area, berharap bau alkohol miliknya tak terlalu menyengat seperti tadi.

Terdapat banyak bekas lipstik dibagian dada gadis itu, Nessa sendiri tak tahu siapa yang menciumi dirinya namun saat ia melihat ke badannya sudah terdapat banyak bekas lipstik, mungkin ulah Misel, begitu pikirnya. Ia pun dengan segera menaikan bajunya yang kini sedikit turun sehingga membuat hampir setengah dadanya terlihat.

Walaupun mata gadis itu sudah terlihat sangat berat namun ia enggan untuk tidur, terlalu tidak elit jika dirinya tidur di mobil, toh mobilnya kini sudah hampir memasuki kawanan perumahan miliknya.

Setibanya di rumah, Nesa harus berhati hati berjalan, dengan sempoyongan ia berusaha melepas sepatu heels miliknya.

"Jangan bikin aku tambah oleng." Nesa melarang asisten rumah tangga yang hendak membantunya.

"Tidur aja mbak, Nesa bisa kok naik ke lantai dua."

Walaupun ia tahu, jika naik ke kamarnya dengan keadaan seperti ini akan membuat dirinya beberapa kali jatuh namun bukan berarti dirinya akan menyusahkan orang untuk membantunya.

Sang asisten hanya diam melihat anak majikannya yang jalan sempoyongan dengan terus bergumam tak jelas menunju tangga.

"Sial sialnya ku bertemu dengan cinta semuuu~"

Nesa terus menyanyikan bait lagu tak jelas, dengan kepala yang terus menunduk dan terangkat, serta tangan yang terus menunjuk ke atap.

"Sudah seperti Kendall Jenner belum?" Tubuh Nesa bergeser ke kanan, sedetik kemudian dia terdiam dan menggelengkan kepalanya berusaha mengembalikan kesadarannya.

"No, honey, kamu semok seperti Kayle." Gadis itu beberapa kali memukul pantatnya.

"Uhm, atau Ariana?" Kini ia mulai memainkan rambutnya panjangnya yang terurai.

"Not bad lah, yang penting, gua cantik banget ngga ada yang nyaingin!"

Tanpa Nesa sadari, sedari tadi sang asisten dan juga mamanya terus memantau dirinya, tatapan sang ibu terlihat sedikit kecewa, bagaimana tidak, karena patah cinta anaknya yang polos kini telah berubah.

Keesokan harinya Nesa terbangun dengan keadaan yang sangat parah, gadis itu bahkan terkejut saat menyadari jika kini ia berada di atas lantai.

'Seingat gua, ngga di sini deh, kok bisa sih?'

Gadis itu mencoba bangun, namun kepalanya terasa terputar begitu hebat.

Seolah tahu cara mengatasi rasa mabuknya, Nesa dengan perlahan berdiri dari tempatnya, dengan tertatih gadis itu berjalan menuju kamar mandi, dan tanpa menunggu lama, gadis itu kini melakukan ritual paginya.

Setelah meminum aspirin, Nesa kini siap turun dari kamarnya, baru saja hendak turun matanya bertatapan dengan mata tajam papanya, ia hanya menatap tatapan itu dengan senyum lebar.

"Papaaa!" Dengan semangat Nesa menuruni tangga, namun saat ia hendak memeluk sang ayah, dengan cepat Rafli - ayah Nesa mundur beberapa langkah.

Nesa yang melihat penolakan itu merasa kebingungan, biasanya sang papa tak pernah seperti ini.

"Pa?"

"Umur berapa kamu nak?" Rafli berjalan menuju kursinya lalu pria itu dengan santai menerima uluran piring dari sang istri.

"Dua puluh, kenapa sih pa?" Nesa mulai mengikuti sang papa, ia kini duduk di hadapan Rafli dengan raut wajah heran.

"Udah dewasa kan?"

"Jelas dong," Nesa menerima uluran piring dari sang mama, gadis itu tersenyum lalu kembali menatap sang papa. "udah dewasa!"

"Dewasa dalam apa ni? Pulang ke rumah dalam keadaan mabuk?"

Nesa menghembuskan nafas berat, ia tahu jalan yang ia ambil salah, namun apa boleh buat, lukanya terlalu dalam.

"Dewasa itu bisa milih, mana yang baik mana yang buruk, menurut kamu mabuk baik apa buruk?"

"Buruk." Cicit nesa, gadis itu menundukkan kepalanya, jika sudah seperti ini Nesa tak ada alasan untuk membantah.

Ini bukan kali pertama, namun Nesa tak bisa menghentikan kebiasaan buruknya ini, entah sejak kapan, seingatnya setelah kejadian ia melihat sang kekasih mencium wanita lain membuat dirinya menjadi seperti ini, dalam benak gadis itu, nakal adalah jalur balas dendam terbaik.

"Bisa hentikan?"

"I'll try."

"Okay papa tunggu, kalo kamu masih kaya gini, papa akan jodohin kamu."

Mata Nesa melebar, ia sangat terkejut dengan apa yang ayahnya ucapkan, terlalu dini bagi gadis itu, terlebih kini ia merasa akan sulit percaya pada lawan jenis, bagaimana jika suaminya hanya mengincar harta kedua orang tuanya, bagaimana jika ia hanya akan menyiksa Nesa, pikiran buruk terus menghantuinya.

"No way! Ini jaman kapan sih pa, ya Allah, ini udah jaman modern loh."

"Perjodohan juga moderen."

Nesa menggeleng, ia menatap sang mama, namun mamanya hanya diam tak berkutik.

"Ma, jelasin ke papa gih, Nesa masih mau have fun, masih mau sama temen, masih mau nikmati masa muda, masih mau bebas."

"Nes, nikah ngga seburuk itu loh." Amanda tersenyum di akhir kalimat, membuat wajah Nesa semakin kesal.

Sepertinya orang tuanya sama sekali tak berfikiran terbuka, harusnya orang tuanya mengerti anak jaman sekarang membutuhkan banyak waktu untuk me time, haeling, dan masih banyak hal yang harus Nesa lakukan sebelum nikah.

Gadis itu merasa kesal, bagaimana cara menjelaskan kepada kedua orang tuanya, ia hanya ingin bebas, menyembuhkan luka hatinya sendiri, setelah itu ia akan kembali berfikir untuk membuka hatinya lagi atau engga.

Toh, bagi gadis itu, menerima orang dengan luka yang masih sangat jelas adalah sebuah keegoisan, terlebih ini adalah orang yang sama sekali Nesa tak kenal.

Bagaimana jika pria itu bejat? No,no,no gadis itu merinding sekarang.

"Pa, i'm still twenty, and menikah sekarang terlalu dini kan."

"Engga, bagi papa itu mengikuti jaman, banyak loh yang nikah dini terus bahagia."

"Kalau bahagia, kalau engga?"

Rafli terkekeh, sifat Nesa sama seperti dirinya banyak membantah, namun Rafli tetap tenang menjawab semua pernyataan dari sang anak.

"Papa yakin, anak ini yang terbaik buat kamu."

"Tapi aku engga yakin, mama juga kan."

"Mama yakin".

"Maaaa." Amada hanya tersenyum, ide sang suami tak salah di matanya, dari pada membiarkan anaknya terus berada di jalan yang salah.

Bagi Amanda, usia Nesa sudah cukup matang, hanya saja anak itu terlalu manja dan banyak mau, yang Amanda harap hanya satu, semoga pria yang di pilih suaminya benar benar yang terbaik.

Gadis itu sama sekali tak menyangka jika kedua orangtuanya memiliki ide sangat kadaluarsa, kini ia hidup di Jerman modern dan sudah bisa di bilang jarang orang menikah di usianya.

"Persiapkan dirimu." Nessa hanya bisa menghembuskan nafas pelan mendengar perintah Papanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status