Share

Sandiwara

Hanan sangat terkejut mendengar perkataan Arka. Lelaki itu langsung menoleh ke arah Arka sembari menyipitkan matanya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau kakaknya ternyata memperlakukan Nabila seburuk itu. Tanpa mengalihkan tatapannya dari Arka, Hanan memerintah Nabila dengan tegas. "Na, cepat ganti baju!"

"Ta-tapi ...."

"Udah! Jangan membantah!" potong Hanan saat Nabila hendak menolak. Tatapan lelaki itu masih fokus kepada kakaknya yang tidak tampak bersalah sama sekali.

Meski takut kepada Arka, Nabila menuruti perintah adik iparnya itu. Wanita itu beranjak menuju kamar dan mengganti dasternya dengan setelan tunik dan celana panjang. Tak lupa ia juga mengenakan jilbab karena hendak keluar rumah.

"Kamu ini apa-apaan, sih, Han? Kenapa pakai ajak Nabila segala?" tanya Arka sembari menatap adiknya tidak suka.

"Kamu Mas yang apa-apaan. Nabila itu istri kamu! Kayak gini kamu ternyata perlakuin dia?"

Arka menghela napas. Ia memilih diam dan tidak berdebat dengan adiknya. Lelaki itu kemudian menyusul Nabila ke kamar. Dilihatnya Nabila sedang mengenakan jilbab, Arka kemudian menatap penampilan istrinya dari ujung kepala sampai ujung kaki sambil geleng-geleng kepala.

"Kita ini mau ke restoran," ucap Arka penuh penekanan. "Kenapa penampilan kamu kayak orang mau ke warung depan rumah?"

Nabila langsung menoleh ke arah Arka kemudian melihat pakaian yang ia kenakan. Tunik dan celana yang ia kenakan memang sudah ia beli cukup lama. Nabila memilih memakai setelah itu karena kalau mengenakan gamis, pasti Arka akan berkomentar, mereka bukan mau ke pengajian. Sementara setelan tunik yang Nabila punya tidak banyak dan yang lain warnanya sudah pudar. Jadi, tunik yang ia kenakan saat ini adalah tunik terbaik.

"Malu-maluin kamu emang!" sinis Arka. "Udah, ayo, buruan! Kasian Hanan udah lapar!" imbuhnya dengan nada masih sama, tidak enak didengar telinga.

Nabila mengangguk kemudian meneruskan memakai jilbab segiempat yang harganya tidak lebih mahal dari sebungkus roti tawar kesukaan Arka.

Sementara Arka langsung keluar setelah mengeluarkan kalimat pedasnya. "Yuk!" ajak Arka kepada Hanan yang sudah menunggu mereka. Lalu tanpa menunggu Hanan dan Nabila, lelaki itu langsung menuju mobilnya.

Nabila tersenyum simpul membalas senyum Hanan saat keluar dari kamar. Ia kikuk berjalan ke arah Hanan yang sedang berdiri menunggu. Karena apa yang ia kenakan saat ini, sangat tidak sebanding dengan outfit Hanan dan juga Arka.

"Ayo, Na!" ajak Hanan kemudian mengambil paper bag yang ada di meja.

Nabila mengangguk kemudian keluar rumah menyusul Arka. Membiarkan Hanan yang mengunci pintu rumah mereka.

Nabila berdiri segan di samping mobil dinas Arka. Mobil yang bahkan belum pernah ia naiki sama sekali. Tak sekali pun Arka mengajaknya sekadar berkeliling dengan mobil tersebut.

Sementara Arka tidak memedulikan Nabila yang masih berdiri di samping mobilnya. Ia tidak ingin Nabila yang duduk di sampingnya.

"Ayo, kok, belum masuk?" tanya Hanan saat melihat Nabila hanya berdiri.

"Iya." Nabila langsung membuka pintu belakang. Membiarkan Hanan bersama dengan Arka di jok depan.

***

Rumah makan yang dipilih Arka merupakan rumah makan yang cukup elit. Sengaja Arka memilih rumah makan tersebut agar Nabila merasa minder dengan penampilannya. Lelaki itu tersenyum sinis saat melihat istrinya dengan kikuk memasuki rumah makan tersebut.

"Dasar udik!" umpatnya dalam hati.

"Kita duduk di mana?" tanya Hanan pada Nabila. Sengaja Hanan berjalan di sisi kakak iparnya itu karena tahu kalau Arka tidak akan mau berjalan bersisian dengan Nabila. Arka memang berjalan beberapa langkah di belakang mereka berdua.

"Sebelah situ aja, gimana?" Nabila menunjuk tempat duduk yang bersebelahan dengan taman rumah makan tersebut. Sebenarnya itu bukan taman, melainkan bagian outdoor dari rumah makan. Tempat itu dipenuhi lampu-lampu hias membuat suasana malam menjadi lebih indah.

"Gimana kalau kita makan di situ sekalian?" usul Hanan.

"Boleh." Nabila mengangguk dengan bersemangat. Ia sangat bersyukur memiliki adik ipar sebaik Hanan. Sehingga saat ini dirinya tidak merasa rendah diri. Mereka kemudian duduk di atas karpet yang di bawahnya terhampar rumput sintetis.

Ini kali pertama bagi Nabila makan di rumah makan setelah menjadi istri Arka. Lima tahun ia hidup seperti katak dalam tempurung. Pesan kedua orang tuanya yang selalu memintanya menjadi istri yang baik, yang penurut, yang banyak bersyukur dengan apapun pemberian suami, karena ridho suami adalah segalanya bagi seorang istri, membuat Nabila tidak pernah protes terhadap apapun yang Arka berikan. Terlebih Nabila memang tidak begitu banyak mengetahui tentang ilmu agama. Jadi, wanita itu hanya berusaha bersikap sebaik mungkin kepada Arka agar mendapat ridhonya.

Seorang pramusaji datang dan memberikan buku menu kepada Nabila. Wanita itu kemudian melihat-lihat daftar makanan yang beragam di buku bersampul tebal itu.

"Wah, kamu pasti senang banget, ya, Na, makan di tempat seperti ini?" celetuk Arka begitu duduk di hadapan Nabila. "Kalau enggak jadi istriku yang seorang manajer ini, mungkin seumur hidup kamu enggak akan bisa makan di tempat sebagus ini," lanjut Arka.

Pandangan Nabila beralih dari buku menu itu ke wajah Arka yang sedang menyeringai dengan angkuh. Nabila tersenyum masam. Bahkan di suasana seperti ini pun, Arka tidak membiarkannya merasakan senang. Sedikit saja.

"Makanannya juga mahal-mahal, loh, Na, di sini. Makanya kamu jangan pesan banyak-banyak! Kita, kan, harus hemat," imbuh Arka.

Nabila langsung kehilangan gairah untuk memesan makanan yang tadi sangat menggugah selera.

"Tapi, sekali-kali boleh, dong, Mas, kita makan sepuasnya. Secara Mas Arka kan, manager," sahut Hanan yang merasa sangat kasihan melihat Nabila. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap kakaknya itu.

"Oh, iya tentu aja, Han. Apalagi kamu pas ke sini juga, kan," ucap Arka.

Mereka bertiga kemudian memesan makanan. Hanan sengaja memesan lebih banyak makanan untuk Nabila. Saat makanan datang, Hanan juga membuka paper bag yang ia bawa dari rumah. Semua terkejut melihat isi dari paper bag tersebut.

"Loh, Han, ngapain itu kangkung kamu bawa segala?" Arka terkejut melihat kelakuan adiknya itu. Begitu juga Nabila.

"Sayang kan, Mas, kalau sampai enggak kemakan. Apalagi makanan enak kayak gini." Dengan semangat Hanan mengambil cah kangkung dan tahu goreng itu ke piringnya.

Nabila akhirnya melakukan hal yang sama. Mereka bertiga menyantap makan malam dengan nikmat. Pada saat itu, seorang wanita menyapa Arka.

"Pak Arka?"

Mata Arka melebar mendengar suara yang sangat ia kenali memanggil namanya. Perlahan laki-laki itu menoleh ke asal suara.

"Sa-Salma?"

"Wah, kebetulan sekali, ya, Pak. Saya juga mau makan malam, nih," ucap Salma seraya melempar senyum termanisnya. Wanita itu tidak peduli terhadap Nabila yang berada di depan bosnya itu. Namun, saat melihat Hanan, sesekali Salma meliriknya.

"Sama siapa, Sal?" tanya Arka yang tiba-tiba merasa gerah.

"Sendirian, Pak. Teman-temanku udah pada makan semua," dusta Salma. Sebenarnya ia memang sengaja menemui Arka. Salma tahu kalau Arka sedang berada di rumah makan tersebut melalui sebuah aplikasi. Sehingga posisi ponsel Arka bisa Salma lihat keberadaannya.

"Oh, ya-ya udah, ayo gabung aja sekalian!" ajak Arka meski merasa kikuk karena ada Nabila dan Hanan. Namun, ia merasa tidak etis kalau tidak mengajak Salma bergabung.

"Beneran enggak apa-apa, nih, Pak? Nanti aku ganggu lagi." Salma berpura-pura sungkan. Padahal ini memang yang ia mau.

"Ah, enggak, Sal. Ayo, mau pesan apa? Silakan!" Arka memberikan buku menu kepada Salma. Lalu lelaki itu memperkenalkan Salma kepada Nabila dan Hanan sebagai bawahannya.

Mereka akhirnya makan berempat. Salma yang akhirnya bisa bertemu langsung dengan istri Arka merasa tidak suka. Ia merasa Nabila tidak pantas menjadi istri Arka. Apalagi melihat penampilan Nabila yang sangat berbeda dengan Arka.

"Enggak nyangka, istri Arka seudik ini," batin Salma. Wanita yang duduk di sebelah Nabila itu, kemudian dengan sengaja menumpahkan jus naga yang ia pesan ke baju Nabila.

"Au!" pekik Nabila dengan suara tertahan saat cairan pekat berwarna magenta itu membasahi pakaiannya.

"Aduh, maaf, maaf, aku enggak sengaja." Salma berpura-pura panik. Ia mengambil berlembar-lembar tisu dan diserahkan pada Nabila. Raut wajah bersalah pun ia pasang untuk mengelabuhi mereka semua.

"Astaga! Ceroboh sekali kamu, Na!" Arka justru menyalahkan Nabila. "Lain kali hati-hati, dong! Kacau!"

"Maaf, Mas, aku kok, yang salah. Aku yang enggak sengaja numpahin jus itu." Lagi-lagi Salma bersandiwara di depan Arka dan yang lainnya.

"Ayo, Na, kita ke kamar mandi!" ajak Hanan tanpa memedulikan Arka dan Salma.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status