Hembusan angin terdengar dibalik jendela, salju turun dibawah langit yang cerah.
Evelyn membelit lehernya dengan syal, hari ini dia ingin berkunjung ke makam Daniel untuk meredakan kerindukan yang sudah bertumpuk didalam dada. Evelyn berharap, dengan berkunjung ke makam Daniel, dia mendapatkan sedikit kekuatan untuk bisa bangkit dan memulai hari-hari barunya dengan penuh keikhlasan. Evelyn tidak bisa selamanya duduk dalam keterpurukan dengan kondisi kehamilan yang akan membesar, merepotkan rekan kerjanya yang selalu datang setiap hari untuk memastikan kesehatan, juga merepotkan kepala panti asuhan yang selalu membawa makanan. Baru saja Evelyn membuka pintu hendak keluar, dia langsung menghadap seorang pria berpakaian formal tengah berdiri didepan pintu apartementnya. “Selamat pagi Nyonya. Saya Athur, assistant pribadi tuan Matteo, beliau ingin berbicara dengan Anda sekarang.” Evelyn mendegus kesal, nada bicara Athur terdengar seperti memerintah dibandingkan dengan meminta. “Tidak ada yang perlu kami bicarakan, jika tuan Matteo ingin membahas kecelakaan dimalam itu, kami akan membicarakannya dipengadilan nanti.” “Jika Anda menolak berbicara, tuan Matteo akan melakukan sesuatu pada panti asuhan tempat dulu Anda tumbuh. Bukankah disana ada seorang ibu panti yang sangat Anda sayangi?” ancam Athur dengan wajah datar. Rahang Evelyn mengetat tidak dapat menyembunyikan amarahnya mendengar ancaman tidak tahu malu assistant Matteo Sylvester. Memalukannya, Evelyn terpengaruh oleh ancaman tidak bermoral itu karena dia sadar sepenuhnya, Matteo Sylvester memiliki banyak uang yang bisa mencelakai siapapun. *** Noah menyandarkan bahunya pada bantal, pria itu duduk termenung dalam kondisi yang masih lemah. Dua dokter yang telah membantu memberikan banyak pengertian yang sangat sulit untuk Noah terima. Dokter memberitahu Noah bahwa saat ini dia tengah amnesia pasca mengalami kecelakaan yang membuat otaknya terluka. Noah telah melupakan semua kejadian yang berlangsung sepuluh tahun kebelakang, karena itu kini kebingungan dan kesulitan menerima diri jika usianya sudah dua puluh tujuh tahun. Lantas kecelakaan mengerikan apa yang telah Noah alami sampai membuatny amnesia dan kakinya patah? Noah ingin bertanya pada orang-orang disekitarnya, namun tidak ada satupun dari mereka yang datang, termasuk ibu dan kakeknya. Noah telah berusaha mengingat apa yang telah terjadi, namun semakin dia berusaha mengingat, kepalanya berdenyut sakit seperti tersetrum, dadanya ikut sesak kesulitan untuk bernapas. *** Athur mengetuk pintu private room sebuah restaurant. “Tuan, Nyonya Evelyn telah datang,” ucapnya memberitahu. “Masuklah,” sahut Matteo. Athur menarik kesisi pintu, mempersilahkan Evelyn masuk. Bahu Evelyn berada dalam ketegangan begitu pandangannya dengan Matteo bertemu. Insting Evelyn bisa merasakan jika pertemuan ini bukanlah sesuatu yang baik untuknya, ada kilatan bahaya yang Evelyn tangkap disorot mata Matteo. “Silahkan duduk.” Matteo mempersilahkan. Evelyn segera duduk, sekilas dia melirik sebuah document di sudut meja yang langsung menarik perhatiannya. “Kau ingin makan sesuatu?” tanya Matteo tidak lagi berbicara formal seperti saat pertama bertemu. “Jangan bertele-tele, katakan saja, apa yang ingin Anda bicarakan dengan saya?” jawab Evelyn. “Aku turut berbela sungkawa atas apa yang terjadi pada suamimu, Nona Evelyn,” ucap Matteo dengan wajah datar. “Saya harap, saya juga bisa mengirimkan bunga bela sungkawa untuk cucu Anda,” jawab Evelyn dengan senyuman sinisnya. Bahu Matteo menegak, pria paruh baya itu menuangkan teh hijau pada cangkir kecil dan mendorongnya untuk Evelyn. Matteo tidak tepengaruh oleh sikap ketus dan kebencian yang Evelyn tunjukan kepadanya. Matteo memakluminya, Evelyn pasti membutuhkan waktu untuk bisa merelakan kepergian Daniel yang memiliki takdir tidak begitu beruntung. Mau bagaimana lagi, tidak ada yang bisa mengatur kapan berakhirnya kehidupan seseorang. Bahkan jika dimalam itu Daniel berada dirumah, dan takdirnya meninggal dimalam itu, mungkin Daniel akan meninggal dengan cara serangan jantung. “Sayangnya, Noah telah terbangun dari komanya beberapa jam yang lalu,” jawab Matteo. Evelyn menarik napasnya dengan sesak, di bawah meja tangannya terkepal kuat menggenggam kekesalan yang sulit dikendalikan. Evelyn kecewa. Mengapa Noah tidak meninggal juga seperti suaminya juga? Sungguh tidak adil!’ Evelyn mengambil teh yang Matteo tuangkan dan meneguknya. “Kau harus segera menikah dengan Noah,” ucap Matteo lagi. Uhuk! Evelyn tersedak oleh teh yang baru sampai ditenggorokan, betapa terkejutnya dia mendengar perkataan tidak tahu malu Matteo. Makam Daniel masih belum kering, dan Evelyn masih berada dalam masa berkabung, dengan entengnya Matteo membicarakan pernikahan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun dimatanya saat berbicara. Lagipula, untuk apa Evelyn kembali menikah? Baginya, Daniel akan selalu menjadi suaminya meski lelaki itu kini telah tiada. Melanjutkan hidup dengan kenangan indah yang telah Daniel tinggalkan, jauh lebih baik dibandingkan harus melanjutkan kehidupannya dengan orang asing yang tidak Evelyn kenal. Tidak ada yang dapat menebak takdir seseorang, termasuk takdir masa depan Evelyn nanti. Namun untuk saat ini dan kedepannya, dia hanya ingin menyembuhkan lukanya dan menata kembali kepingan semangat hidupnya yang telah hancur. Demi anak dalam kandungannya.. Tubuh Evelyn menegak, menatap tajam Matteo dan berkata, “Anda sangat tidak tahu malu Tuan Matteo. Saya baru kehilangan suami tiga hari lalu karena cucu Anda, dengan mudahnya sekarang Anda membicarakan pernikahan tanpa menunjukan rasa bersalah sedikitpun atas apa yang telah terjadi. Saya tidak membutuhkan pernikahan! Saya hanya ingin melihat cucu Anda mendekam dipenjara untuk bertanggung jawab atas kesalahannya, dia harus menderita sama seperti apa sedang saya alami saat ini!” jawab Evelyn dengan tegas.Sudah lebih dari lima belas menit Noah menunggu, tidak ada tanda-tanda Evelyn akan segera kembali. Noah tidak menduga jika percakapan antara Evelyn dan ibunya akan jauh lebih lama dari apa yang diperkirakan.Apakah mungkin, telah terjadi suatu hal buruk dan pembicaraan tidak berjalan sesuai dengan apa yang harapkan? Noah menurunkan jendela mobilnya, dia memutuskan untuk menunggu lima menit lagi dan jika Evelyn belum kembali, maka Noah akan masuk menyusul masuk untuk memastikan keadaan.Getaran handpone terdengar disaku, Noah melihatnya sekilas sekadar membaca pesan singkat dari Paul bahwa dia telah selesai menyiapkan semua yang Noah perintahkan.Tubuh Noah menegak seketika begitu melihat sosok ibunya keluar dari restaurant seorang diri sambil mengusut matanya dengan sapu tangan.Noah segera keluar dari mobil, namun belum sempat dia memanggil ibunya. Sarah telah dipersilahkan masuk oleh sopirnya, dan mobil yang ditumpangi Sarah bergerak cepat meninggalkan area parkiran restaurant.Dil
Evelyn terpaku kaget mendengar permintaan maaf yang kembali terucap dari mulut Sarah. Seorang wanita yang selama ini begitu membencinya dan selalu merendahkan statusnya sebagai seorang janda yatim piatu.Satu tahun lebih Evelyn mengenal Noah, dan selama itu pula Sarah membencinya seakan tidak ada satu kebaikan pun yang pantas Evelyn miliki.Apakah kini Evelyn senang Sarah tiba-tiba meminta maaf padanya? Dibandingkan senang, justru Evelyn bingung, mengapa setelah sekian lama, kini tiba-tiba Sarah meminta maaf kepadanya? Apa karena pengaruh keluarga Evelyn yang mau tidak mau harus Sarah akui bahwa kini mereka sederajat.Ataukah mungkin Sarah melakukannya semata-mata hanya untuk menjaga keharmonisan hubungannya dengan NoahTangan Evelyn terkepal dibawah meja, memandangi wajah sendu Sarah yang banyak tertunduk tidak tidak seangkuh biasanya. Dapat Evelyn lihat kantung matanya yang membengkak menandakan bahwa dia tidak kurang beristirahat.“Apa yang membuat Anda bersedia meminta maaf kep
Milia duduk meringkuk di sudut ruangan bersama puluhan wanita lainnya, terkurung dalam sel sempit dengan berbagai orang criminal lainnya yang terlibat dalam kasus hukum. Wajahya yang babak belur masih menyisakan bekas luka meski telah berlangsung berhari-hari. Ada cekungan yang dalam di wajahnya, rambutnya terlihat kusut terikat sembarangan tanpa disisir. Milia yang selalu tampil cantik sempurna, setiap saat merawat diri, kini keadaannya nyaris tidak kenali. Baru satu malam Milia dikurung di balik jeruji besi. Begitu keadaannya sedikit membaik, pulang dari rumah sakit kedua tangan dan kakinya diborgol dan langsung digelandang ke tempat penahanan. Tidak ada waktu untuk dirinya berisirahat dan mendapatkan sedikit ketenangan. Sejak kematian Alex, setiap malam Milia selalu menangis terbayang-bayang kenangan mengerikan yang telah terjadi. Setiap kali terbayang kejadian itu, Milia sering kali menangis histeris berpikir bahwa saat ini dia telah terjebak dalam dunia mimpi. Milia m
Langit sore memantulkan cahaya yang cerah dan hangat. Edgar duduk diantara Noah dan Evelyn yang mengantarnya, anak itu memeluk erat lengan Evelyn menyalurkan kegelisahan yang kembali datang menjelang keberangkatannya yang akan pulang diantar oleh Agatha.Edgar tidak tahu apakah perpisahan ini harus dia tangisi atau justru harus dia rayakan dengan penuh rasa syukur.Edgar sedih karena harus berpisah dengan orang-orang terkasihnya, disisi lain dia begitu bahagia karena perpisahan ini akan menjadi mulai proses pengadopsiannya. Mimpinya, do’anya, Tuhan telah menjawabnya dan memberikan jauh-jauh lebih besar dari apa yang Edgar minta.Ditengah kegelisahan Edgar, Diam-diam Evelyn dan Noah saling memandang dan melempar senyuman hangat. Mungkin perpisahan sementara ini sedikit akan sedikit menyedihkan, namun mereka sangat yakin akan ada sesuatu yang luar biasa menanti.Noah mengusap bahu Edgar beberapa kali. “Nanti saat kau kembali, akan ada kamar baru untukmu. Kau mau kamar cat warna apa?” t
Hari ini, hari keberangkatan Edgar setelah beberapa hari lamanya tinggal.Kebahagiaan yang sempat hadir harus kembali Evelyn lepas utuk sementara waktu, mengikhlaskan Edgar dibawa oleh yayasan yang akan melindunginya sebelum sebelum Evelyn dan Noah berhasil mendapatkan surat putusan pengadilan bahwa Edgar menjadi anak adopsinya.Cukup berat melepaskan Edgar pergi, kehadiran anak itu sudah mewarnai hari-hari rumah tangga Evelyn bersama Noah. Melukiskan banyak kenangan indah yang sempat Evelyn mimpikan di masa kecilnya.Evelyn bahagia, begitupun dengan Noah yang selama beberapa hari terakhir ini telah berperan baik sebagai seorang ayah untuk Edgar.Perpisahan sementara ini mungkin akan sedikit menyakitkanEvelyn yakin, saat ini Edgarpun merasakan kesedihan yang sama. Sepanjang pagi ini anak itu terlihat gelisah dan lebih banyak mengurung diri di kamar. Evelyn terbangun dari lamunan kecilnya begitu mendengar suara klakson, samar keningnya mengerut melihat mobil Noah yang sudah berada di
Noah terhenyak kaget mendengar permintaan maaf yang tidak pernah dia bayangkan akan tercetus dari mulut ibunya yang selama ini selalu merasa benar sendiri dengan segala pandangan hidupnya.Apa yang telah membuat Sarah akhirnya meminta maaf? Apa dia sudah mulai menyadari kesalahannya? Atau mungkin Sarah berpura-pura?Tapi Sarah bukanlah seseorang yang suka berpura-pura dihadapan Noah, dia selalu blak-blakan karena itu juga mereka sering kali berdebat.Melihat keraguan Noah, Sarah menggenggam tanganya dengan senyuman sedih bercampur malu. Sarah mengerti jika Noah tidak percaya dengan kesungguhannya yang meminta maaf, Sarah sudah terlalu sering membuat kesalahan dan mengecewakan Noah.Dengan suara bergetar Sarah berkata, “Ibu telah salah Noah, maaf atas semua kesalahan yang sudah ibu lakukan padamu dan Eve selama ini. Ibu berjanji, ibu tidak akan pernah melakukan kesalahan yang sama lagi, tidak akan pernah lagi mengganggu ketentraman rumah tangggamu lagi, tidak akan pernah berbicara bur
“Nyonya Sarah sudah tidak masuk kerja sejak empat hari yang lalu,” ucap sang assistant, menjawab pertanyaan Noah yang mempertanyakan keberadaan ibunya karena sudah lama tidak terlihat.Pantas saja, selama empat hari ini Noah tidak bertemu dengan ibunya, biasanya Sarah sering datang berkunjung ke ruangan kerja Noah meski itu hanya sekadar mengajak makan bersama dan meminta bantuan.“Apa Ibu pergi liburan?” tanya Noah lagi.“Sepertinya tidak Pak. Semua pekerjaan nyonya Sarah saya kirim ke rumah, dan pagi harinya, sopir nyonya Sarah datang mengantar, itu artinya nyonya Sarah ada di kediamannya.”"Terima kasih informasinya," ucap Noah sebelum pergi meninggalkan keberadaan ruangan Sarah.Sejak di malam pesta keluarga Evelyn, Noah tidak pernah mencoba menghubungi Sarah.Noah berpikir bahwa ibunya perlu waktu untuk merenungkan diri tanpa perlu lagi diingatkan akan setiap kekeliruannya.Pesta di malam itu mungkin secara tidak langsung telah mempermalukan Sarah. Namun, Noah tidak pernah mengkh
Suara sirine ambulance dan mobil kepolisian terdengar dijalanan, beberapa pengendara memilih menepi memberikan ruang untuk mobil-mobil itu bergerak menuju rumah sakit.Dalam keadaan lemah dan babak belur hingga darah yang masih menodai pakaiannya, Milia duduk meratap diantara dua polisi yang menjaganya.Milia tidak dapat menjawab ketika ditanya pihak kepolisian yang meminta keterangan darinya. Milia terguncang dengan apa yang telah terjadi, tindakannya melukai Alex adalah sesuatu yang spontan sehingga Milia tidak pernah menyangka bahwa malam ini akan berakhir menjadi malam yang berdarah.Dalam keadaan kedua tangan yang terborgol, kini Milia akan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan jahitan di beberapa bagian tubunya yang terluka yang terluka parah, sementara Alex harus dilakukan autopsy setelah dinyatakan meninggal.Milia menengok keluar jendela, air matanya berjatuh membasahi pipi.Semuanya masih terasa seperti mimpi bagi Milia, segalanya terjadi begitu cepat setelah satu jam dia
"Dokter tinggal disini?" tanya Edgar sambil melangkah terpincang-pincang menggenggam tangan Evelyn yang menuntunnya masuk.Selepas pesta, Evelyn memutuskan untuk membawa Edgar agar bisa menginap sebelum anak itu kembali ke dibawa ke panti asuhan. "Aku berharap suatu hari nanti, kau juga akan tinggal disini," jawab Evelyn.Edgar tersenyum sungkan, sudah terlalu banyak kebaikan yang dia terima dari Evelyn, cukup dengan diberi kesempatan melihat dan bertemu Evelyn kembali, Edgar sudah sangat merasa bersyukur.Sempat Edgar berpikir, bahwa selamanya dia akan ada di tanah gersang, berselimut debu panas akibat peperangan, menanti giliran seperti anak-anak lainnya yang menyerah setelah melalui berbagai kejadian menyakitkan, atau pergi menjadi budak korban perjual belian anak.Tidak pernah sedikitpun Edgar akan membayangkan bahwa dia akan di tempat indah ini.Menyaksikan setitik surga yang dimimpikan semua anak-anak korban perang seperti dirinya, Sebuah kota yang damai tanpa ledakan artileri